Minggu Paska V
TUAH KATA KASIH
Yohanes 13:31-35
Shalom ibu bapak saudara. Saya harap,
kita ada dalam kondisi yang baik. Saat ini kita akan merenungkan Firman Tuhan,
dalam Ibadah Minggu Paska V ini. Ada pun tema yang akan simak bersama adalah
TUAH KATA KASIH. Namun, biarkan saya bertanya; jika diminta memilih, lebih
memilih mencintai atau dicintai? Tentu kita semua punya alasan, namun apa
kaitannya dengan perenungan sabda saat ini? Mari kita renungkan.
Teks yang mendasari perenungan sabda
kita, diambil dari Yohanes 13:31-35. Teks in adalah perikop lanjutan dari kisah
pembasuhan kaki. Menariknya, di sini Yesus seperti sedang menuliskan ‘wasiat’
bagi mereka. Dalam Yohanes 13:33 dikatakan. “Hai anak-anak-Ku, hanya
seketika saja lagi Aku bersama kamu.” Setelah membasuh kaki mereka, Yesus
berbicara mengenai jalan derita yang akan dilalui-Nya. Yesus seakan mengkhususkan
momen itu untuk berbicara sesuatu yang teramat penting bagi murid-murid-Nya.
Perkara penting dan krusial itu adalah perintah baru untuk saling mengasihi.
Sebenarnya ketika kita telisik lebih dalam, dimana letak perintah yang baru?
Bukankah mengasihi sudah menjadi suatu hal yang sangat umum? Imamat 19:18
tertulis demikian, janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh
dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN. Demikianlah sebuah ayat yang tertera
dalam kitab Imamat, dan sangta dikenal oleh orang murid-murid Tuhan Yesus.
Lalu, dimana letak barunya?
Ibu, bapak, saudari/a yang dikasihi
Tuhan Yesus, hendaknya kita perlu membaca perkataan Yesus secara lebih utuh
untuk memahami pembaruan perintah itu. Yohanes 13:34 tertulis demikian, “Aku
memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama
seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.” Ketika
kita membaca ini, saya menduga bahwa kita akan langsung berpikiran tentang
praktik kasih itu. Sehingga, letak pembaruan perintah ada dalam teladan Yesus.
Saya mengajak kita untuk mengerem pikiran kita sebentar. Kita tidak
terburu-buru menduga, seperti halnya perenungan firman pada umumnya. Ada satu
hal, sebelum kita berbicara mengenai meneladan Yesus, yaitu MERASAKAN. Merasa
bahwa kita dicintai oleh Yesus menjadi sebuah perasaan yang tak tertandingi. Saya
mengajak kita untuk memfilter kata kasih ini. Saya meyakini, bahwa di antara
kita secara kognitif mengerti dan paham benar bahwa kita dikasihi oleh Yesus. Namun, pertanyaannya, apakah
secara afeksi, kita benar-benar sudah merasakan bahwa kita dicintai oleh-Nya?
Merasakan dan memahami adalah dua aspek yang berbeda. Memahami hanya memberikan
kita sebuah informasi, namun merasakan memberikan kita sentuhan batin yang
energinya sangat luar biasa. Jika kita benar-benar merasakan dikasihi oleh
Tuhan, mungkin kita hanya akan bisa mengucap terima aksih dengan lirih, namun
murni dari batin yang terdalam.
Ibu bapak saudari/a yang terkasih,
merasa dicintai merupakan kekuatan yang besar. Perasaan itu menjadikan hati
kita penuh dengan syukur. Dari sana lah, muncul kekuatan untuk mencintai.
Inilah sebenarnya perintah baru, yakni bukanlah sebuah tuntutan untuk mengasihi
sesame, namun wujud syukur atas kasih Kristus kepada kita. Bila perintah untuk
mengasihi kita laksanakan sebagai perintah yang mau tidak mau kita lakukan,
kita akan menjumpai kelelahan. Atau bahkan, kita terjun bebas dalam kekecewaan
bila orang yang kita kasihi berbalik berbuat jahat kepada kita. Untuk itu
rasakan. Rasakan kasih Kristus, sehingga mengasihi sesame bukanlah sebuah
tuntutan panggilan, namun respon atas hati yang bersyukur. Inilah pembaruan
itu, sebuah motivasi yang baru; karena Kristus mengasihiku dan aku
merasakannya. Jikalau ada yang bertanya, mengapa kita mau repot-repot mengasihi
orang lain? Jawablah, karena Kristus mau repot-repot jadi manusia dan berkorban
bagiku. Mengapa kok kita mau mengampuni? Jawablah, karena Kristus sudah
mengampuni salah dan segala dosaku. Mengapa kita mau melayani? Jawablah, karena
Kristus telah melayaniku lebih dulu. Kok mau? Jawablah, karena Kristus mau. Saudaraku,
peganglah alasan itu, niscaya kita akan mampu melaksanakan perintah itu dengan
setia.
Tema yang kita renungkan adalah TUAH
KATA KASIH. Tuah itu sendiri berarti sakti, atau keramat. Berarti, kata kasih
itu memiliki energi yang besar. Orang-orang pada umumnya tau, bahwa kasih
adalah ajaran utama dalam agama Kristen. Iya, benar. Kita mendengarkannya
terus, merenungkannya bersama, menuliskannya, selalu mengatakannya. Namun, bila
kita renungkan, apakah jangan-jangan kata ‘kasih’ itu sendiri sudah kehilangan
makna? Kata kasih itu hanya menjadi sebuah slogan, bukan gaya hidup. Seperti kisah
seorang pendeta yang dikritik seorang jemaat, karena selama dua bulan lebih,
terus berkhotbah tentang kasih. Pendeta itu tersenyum dan berkata, “apakah
sudah dilakukan dengan baik?” Ya, seringkali kata ‘kasih’ it uterus digaungkan,
namun tidak dibarengi dengan tindakan nyata kita. Pertanyaannya, apakah kita
sudah menjadikan ‘kasih’ itu bukan sekedar slogan atau tagline saja, dan
menjadi model utama kehidupan kita? Ada indicator untuk mengetahui hal tersebut.
Sederhana saja, apakah orang-orang di sekitar kita merasa dicintai oleh
keberadaan kita? Kita tidak tahu jawabannya, dan bukan tugas kita untuk mencari
tahu hal itu. Tugas kita satu, meyakinkan bahwa mereka dicintai oleh keberadaan
kita. Selamat menjalankan perintah baru itu. Tuhan memberkati. Amin.
FTP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar