Sabtu, 14 Mei 2022

TUAH KATA KASIH

Minggu Paska V

TUAH KATA KASIH

Yohanes 13:31-35

 

Shalom ibu bapak saudara. Saya harap, kita ada dalam kondisi yang baik. Saat ini kita akan merenungkan Firman Tuhan, dalam Ibadah Minggu Paska V ini. Ada pun tema yang akan simak bersama adalah TUAH KATA KASIH. Namun, biarkan saya bertanya; jika diminta memilih, lebih memilih mencintai atau dicintai? Tentu kita semua punya alasan, namun apa kaitannya dengan perenungan sabda saat ini? Mari kita renungkan.

Teks yang mendasari perenungan sabda kita, diambil dari Yohanes 13:31-35. Teks in adalah perikop lanjutan dari kisah pembasuhan kaki. Menariknya, di sini Yesus seperti sedang menuliskan ‘wasiat’ bagi mereka. Dalam Yohanes 13:33 dikatakan. “Hai anak-anak-Ku, hanya seketika saja lagi Aku bersama kamu.” Setelah membasuh kaki mereka, Yesus berbicara mengenai jalan derita yang akan dilalui-Nya. Yesus seakan mengkhususkan momen itu untuk berbicara sesuatu yang teramat penting bagi murid-murid-Nya. Perkara penting dan krusial itu adalah perintah baru untuk saling mengasihi. Sebenarnya ketika kita telisik lebih dalam, dimana letak perintah yang baru? Bukankah mengasihi sudah menjadi suatu hal yang sangat umum? Imamat 19:18 tertulis demikian, janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN. Demikianlah sebuah ayat yang tertera dalam kitab Imamat, dan sangta dikenal oleh orang murid-murid Tuhan Yesus. Lalu, dimana letak barunya?

Ibu, bapak, saudari/a yang dikasihi Tuhan Yesus, hendaknya kita perlu membaca perkataan Yesus secara lebih utuh untuk memahami pembaruan perintah itu. Yohanes 13:34 tertulis demikian, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.” Ketika kita membaca ini, saya menduga bahwa kita akan langsung berpikiran tentang praktik kasih itu. Sehingga, letak pembaruan perintah ada dalam teladan Yesus. Saya mengajak kita untuk mengerem pikiran kita sebentar. Kita tidak terburu-buru menduga, seperti halnya perenungan firman pada umumnya. Ada satu hal, sebelum kita berbicara mengenai meneladan Yesus, yaitu MERASAKAN. Merasa bahwa kita dicintai oleh Yesus menjadi sebuah perasaan yang tak tertandingi. Saya mengajak kita untuk memfilter kata kasih ini. Saya meyakini, bahwa di antara kita secara kognitif mengerti dan paham benar bahwa kita dikasihi  oleh Yesus. Namun, pertanyaannya, apakah secara afeksi, kita benar-benar sudah merasakan bahwa kita dicintai oleh-Nya? Merasakan dan memahami adalah dua aspek yang berbeda. Memahami hanya memberikan kita sebuah informasi, namun merasakan memberikan kita sentuhan batin yang energinya sangat luar biasa. Jika kita benar-benar merasakan dikasihi oleh Tuhan, mungkin kita hanya akan bisa mengucap terima aksih dengan lirih, namun murni dari batin yang terdalam.

Ibu bapak saudari/a yang terkasih, merasa dicintai merupakan kekuatan yang besar. Perasaan itu menjadikan hati kita penuh dengan syukur. Dari sana lah, muncul kekuatan untuk mencintai. Inilah sebenarnya perintah baru, yakni bukanlah sebuah tuntutan untuk mengasihi sesame, namun wujud syukur atas kasih Kristus kepada kita. Bila perintah untuk mengasihi kita laksanakan sebagai perintah yang mau tidak mau kita lakukan, kita akan menjumpai kelelahan. Atau bahkan, kita terjun bebas dalam kekecewaan bila orang yang kita kasihi berbalik berbuat jahat kepada kita. Untuk itu rasakan. Rasakan kasih Kristus, sehingga mengasihi sesame bukanlah sebuah tuntutan panggilan, namun respon atas hati yang bersyukur. Inilah pembaruan itu, sebuah motivasi yang baru; karena Kristus mengasihiku dan aku merasakannya. Jikalau ada yang bertanya, mengapa kita mau repot-repot mengasihi orang lain? Jawablah, karena Kristus mau repot-repot jadi manusia dan berkorban bagiku. Mengapa kok kita mau mengampuni? Jawablah, karena Kristus sudah mengampuni salah dan segala dosaku. Mengapa kita mau melayani? Jawablah, karena Kristus telah melayaniku lebih dulu. Kok mau? Jawablah, karena Kristus mau. Saudaraku, peganglah alasan itu, niscaya kita akan mampu melaksanakan perintah itu dengan setia.

Tema yang kita renungkan adalah TUAH KATA KASIH. Tuah itu sendiri berarti sakti, atau keramat. Berarti, kata kasih itu memiliki energi yang besar. Orang-orang pada umumnya tau, bahwa kasih adalah ajaran utama dalam agama Kristen. Iya, benar. Kita mendengarkannya terus, merenungkannya bersama, menuliskannya, selalu mengatakannya. Namun, bila kita renungkan, apakah jangan-jangan kata ‘kasih’ itu sendiri sudah kehilangan makna? Kata kasih itu hanya menjadi sebuah slogan, bukan gaya hidup. Seperti kisah seorang pendeta yang dikritik seorang jemaat, karena selama dua bulan lebih, terus berkhotbah tentang kasih. Pendeta itu tersenyum dan berkata, “apakah sudah dilakukan dengan baik?” Ya, seringkali kata ‘kasih’ it uterus digaungkan, namun tidak dibarengi dengan tindakan nyata kita. Pertanyaannya, apakah kita sudah menjadikan ‘kasih’ itu bukan sekedar slogan atau tagline saja, dan menjadi model utama kehidupan kita? Ada indicator untuk mengetahui hal tersebut. Sederhana saja, apakah orang-orang di sekitar kita merasa dicintai oleh keberadaan kita? Kita tidak tahu jawabannya, dan bukan tugas kita untuk mencari tahu hal itu. Tugas kita satu, meyakinkan bahwa mereka dicintai oleh keberadaan kita. Selamat menjalankan perintah baru itu. Tuhan memberkati. Amin.

FTP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar