2 Raja-raja 5 : 1 – 15; Mazmur 111; 2 Timotius 2 : 8 – 15; Lukas 17 : 11 – 19
Saudaraku
dalam Tuhan, mengucap syukur adalah hal yang sederhana. Namun, sering kali terlupakan.
Jangankan di waktu sukar, di waktu suka pun mengucap syukur menjadi hal yang seringkali
terlewatkan. Hal ini pun terungkap lewat kisah 10 orang kusta yang diceritakan
dalam Injil Lukas 17 : 11 – 19. Dikisahkan ada 10 orang yang sakit kusta.
Entah
sejak kapan dan kenapa mereka bisa sakit kusta hal itu tidak diceritakan, namun
yang pasti di masa itu orang yang terkena sakit kusta menderita secara fisik karena
sakit mereka, tetapi juga secara sosial. Sebab di masa itu, sakit selalu
dimaknai sebagai akibat dari dosa yang dilakukan. Apalagi jika sakitnya tidak
kunjung sembuh. Itu sebabnya, orang yang sakit kusta akan dijauhi oleh masyarakat
dan juga keluarga karena dianggap sebagai orang yang berdosa dan mendekat
kepada mereka hanya akan membuat orang yang sehat menjadi najis.
Sebagai
orang yang sakit, tentu orang-orang yang sakit kusta ini berharap bisa sembuh.
Itu sebabnya ketika mereka tahu Yesus memasuki desa mereka, sekalipun mereka
berdiri agak jauh karena mereka dijauhi masyarakat dan harus menjauh dari
masyarakat, namun mereka tidak kehabisan ide dan terus berusaha untuk menarik
perhatian Yesus dan pertolonganNya. Mereka berteriak: Yesus, Guru, kasihanilah
kami! Hal itu dilakukan tentu berkali-kali dengan seluruh daya mereka supaya
Yesus memperhatikan mereka juga di tengah banyaknya orang yang mengikuti Yesus
saat itu.
Alhasil,
usaha mereka tidak sia-sia sebab Yesus berhenti dan memandang mereka. Namun Yesus
tidak langsung menyembuhkan mereka seperti yang mereka harapkan. Yesus justru meminta
mereka untuk pergi dan memperlihatkan diri mereka kepada imam-imam di
Yerusalem. Jika kita berada di posisi mereka, apakah yang akan kita lakukan?
Mungkin saja kita akan merasa kesal dan mengeluh, “sudah lelah berteriak
ternyata ngga bisa langsung sembuh. Lagi sakit kusta, ini malah disuruh
melakukan perjalanan lumayan jauh dari perbatasan Galilea dan Samaria ke
Yerusalem. Belum lagi sampai di Yerusalem, bukannya ketemu tabib yang hebat
untuk menyembuhkan malah ke imam-imam yang rata-rata bisanya mengajar dan
berkhotbah. Nanti bukannya disembuhkan, malah dikhotbahin.”
Kisah
ini mirip dengan kisah Naaman dalam 2 Raja-raja 5 : 1 – 15. Ia seorang pahlawan
yang juga sakit kusta. Ketika ia pergi menjumpai nabi Elisa dengan harapan
disembuhkan langsung seperti kesaksian pelayan istri Namaan, namun ternyata
bukan Elisa yang berjumpa dengannya melainkan suruhannya. Ditambah lagi proses
penyembuhan tidak langsung terjadi karena Naaman harus pergi ke sungai Yordan
dan mandi di sana sebanyak 7x (ay. 10). Hal ini membuat Naaman gusar dan panas
hati.
Kita
kembali ke kisah 10 orang kusta di kitab Injil. Memang tidak diceritakan apakah
mereka menggerutu atau tidak dalam perjalanan. Namun kemungkinan seperti yang
dialami oleh Naaman, ada kemungkinan 10 orang kusta ini juga mengeluh. Tetapi
sekalipun hal itu terjadi, mereka tetap pergi seperti yang Yesus sampaikan
kepada mereka. Mengapa?
1) Ingin membuktikan apa
kata orang yang selama ini mereka dengar tentang Yesus. Kesaksian orang lain,
Yesus bisa menyembuhkan banyak orang dan banyak penyakit. Yesus punya kuasa
untuk menyembuhkan dengan cepat dan hebat.
2) Ingin coba dulu
karena tidak ada salahnya mencoba. Ya siapa tahu coba kali ini berhasil. Yang
penting bisa sembuh, apa saja akan dicoba.
3) Percaya pada kuasa Yesus. Sekalipun
apa yang Yesus perintahkan tidak masuk di akal dan bahkan penuh misteri. Sebab mungkin
saja sesampai di Yerusalem, mereka akan diperintahkan hal lain lagi oleh imam
dan tidak langsung sembuh. Namun, percaya pada Yesus tanpa tapi, membuat
hal-hal yang nampaknya sulit dipahami dan diterima menjadi tetap bisa dinikmati
dan dijalani.
Dan ternyata
sekalipun awalnya Yesus tidak menyembuhkan mereka, namun ternyata sementara
mereka di tengah jalan, mereka menjadi tahir alias sembuh. Kenapa Yesus tidak lakukan
saja di awal ketika Ia berjumpa dengan mereka? Kenapa harus menyuruh mereka
melakukan perintah dulu baru disembuhkan? Beberapa penafsir, menafsirkan karena
Yesus mau mengajar mereka bahwa percaya pada Yesus bukan hanya keinginan dan
perkataan semata, tetapi juga melalui tindakan.
Namun
sayangnya, dari 10 orang yang disembuhkan, hanya 1 orang saja yang kembali
untuk memuliakan Allah dan mengucap syukur. Hal ini memperlihatkan bahwa
mengucap syukur itu sekalipun sederhana, namun mudah dilewatkan. Pertanyaannya
kenapa hanya 1 orang yang kembali untuk mengucap syukur? Karena ia mengingat
Allah. Ia sadar walaupun belum sampai ia di Yerusalem, namun penyembuhan yang ia
terima tidak dapat dipungkiri adalah pekerjaan Allah. Saudaraku yang terkasih,
dari kisah ini kita hendak belajar:
1. Kita tidak bisa memaksa Allah memberi apa yang kita
mau. Seperti 10 orang kusta atau Naaman yang tidak bisa memaksa Allah untuk
langsung menyembuhkan mereka secara instan. Dari bacaan ini kita justru belajar
bukan memaksa Allah mengikuti apa yang kita mau, tetapi kita belajar memaksa
diri kita untuk mengikuti apa yang Tuhan mau.
2. Percaya bukan hanya sebatas kata dan keinginan, namun
juga tindakan. Tindakan percaya dengan mengikuti apa yang Tuhan mau akan
mendatangkan kebaikan untuk kita.
3. Jangan lupa untuk mengucap syukur pada Allah sebab
sekalipun kita seringkali lupa akan kebaikanNya dan tidak setia kepadaNya, (2
Timotius 2 : 13) Dia tetap setia. Mengucap syukur itu perlu dibiasakan.
Mulailah dari diri sendiri dan mulailah dalam keluarga kita.
Selamat mengucap syukur. Tuhan memberkati. Amin. (mc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar