Yeremia
14 : 7 – 10, 19 – 22; Mazmur 84 : 1 – 7; 2 Timotius 4 : 6 – 8, 16 – 18; Lukas
18 : 9 – 14
Saudaraku, sebagai orang-orang yang percaya kepada Tuhan, kita seringkali berdoa. Namun
apakah berdoa sudah menjadi bukti bahwa kita percaya? atau berdoa hanya sebatas
rutinitas dan hanya sebagai sarana kita meminta sesuatu pada Tuhan. Dalam kitab Yeremia 14, mengisahkan
orang-orang Yehuda yang saat itu mengalami kekeringan yang berdampak pada
manusia dan juga binatang (ay. 1 – 6). Masalah yang mereka hadapi ini merupakan
hukuman Tuhan atas Yehuda karena mereka sering kali memilih untuk menyembah
berhala-berhala ketimbang Allah, dan enggan mendengar peringatan dari Allah (bc.
Yer. 7, 8, 10 - 11). Itu sebabnya dalam ay. 10 Tuhan berfirman bahwa Ia tidak
berkenan kepada mereka tetapi Ia mau mengingat kesalahan mereka dan mau
menghukum dosa mereka.
Dalam
persoalan yang orang Yehuda ini alami, sangatlah baik ketika mereka menyadari
kemurtadan dan dosa mereka kepada Tuhan (ay. 7), juga berdoa memohon pertolongan
Tuhan (ay. 8a). Karena dengan menyadari kesalahan dan berdoa pada Tuhan menunjukkan bahwa
mereka masih mengandalkan Tuhan. Namun demikian, berdoa ternyata tidak berarti
mereka percaya pada Tuhan. Sebab ketika Tuhan tidak memberi apa yang mereka mau, (ay. 8b – 9a) mereka mengatakan Tuhan
itu seperti orang asing, seperti orang perjalanan yang hanya singgah untuk
bermalam, seperti orang yang bingung, seperti pahlawan yang tidak sanggup
menolong.
Berdoa tidak selalu menunjukkan bahwa
seseorang percaya pada pertolongan Tuhan. Karena dalam konteks Yeremia, orang Yehuda
justru menggunakan doa hanya sebagai sarana untuk meminta apa yang mereka mau dan
meminta Tuhan memberi
apa yang mereka minta. Jika Tuhan tidak memberi apa yang mereka
mau, mereka menganggap Tuhan seperti pahlawan yang tidak sanggup menolong,
orang asing, orang yang bingung karena tidak bisa melakukan apa-apa. Hal ini
menunjukkan bahwa rasa percaya orang-orang Yehuda pada Allah itu 0 (nihil). Mereka berdoa namun tidak sungguh-sungguh
percaya. Mereka berdoa hanya supaya Tuhan memberi pertolongan.
Saudara, apa yang dilakukan oleh orang-orang
Yehuda berbeda sekali dengan apa yang dilakukan oleh Paulus. Dalam suratnya yang kedua kepada
Timotius 4 : 6 - 8, Paulus yang saat itu menyadari bahwa perjalanan hidupnya
tidak akan lama lagi (ay. 6) sebab ia sedang dalam penjara di Roma dan akan
dieksekusi mati. Dalam refleksi imannya, ia mengatakan “aku telah mengakhiri
pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara
iman.” Apa yang dikatakan Paulus ini menunjukkan bahwa pertandingan yang ia lalui
menunjukkan berbagai persoalan hidup yang harus ia lewati. Namun ia tetap
percaya, tetap setia bukan hanya sampai di tengah perlombaan tetapi sampai
garis akhir. Dan di
garis akhir, ia tetap memelihara iman
kepada Tuhan. Ia tetap percaya pada pertolongan Tuhan.
Paulus bisa mengatakan hal ini karena dia punya
pengalaman dengan Tuhan. Ia sampaikan (ay. 16) di dalam sidang pembelaan, tidak
seorang pun yang membantu aku, semuanya (artinya orang-orang yang mengenalnya,
orang-orang terdekatnya, orang-orang yang bisa ia andalkan) meninggalkannya.
Tetapi (ay. 17) Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, (ay. 18) Tuhan
akan menyelamatkan aku. BagiNyalah kemuliaan selama-lamanya! Amin.
Apa yang ditunjukkan Paulus bukan hanya berkata bahwa ia percaya atau ia
beriman tapi sebuah sikap di mana ia setia, percaya, memelihara iman dalam
setiap persoalan sampai garis akhir kehidupannya. Ada aksi yang ia tunjukkan
ketika ia berusaha untuk memelihara iman. Hal ini juga terlihat dalam kondisi
yang hampir mati itu, ia tetap memuliakan Tuhan. Karena ia percaya pada
pertolongan Tuhan bahkan dalam hidupnya yang penuh dengan sengsara.
Berbicara tentang
percaya pada pertolongan Tuhan dalam sikap dan doa, Yesus juga mengajar para
muridNya lewat sebuah perumpamaan orang Farisi dan pemungut cukai dalam Lukas 18 : 9 – 14. Diceritakan dalam perumpamaan itu, kalau keduanya suka berdoa di Bait Allah. Hal ini bisa jadi
karena orang Yahudi lebih
senang berdoa di Bait Allah seperti yang dituliskan dalam Mazmur 84 : 2.
Berdoa di rumah Allah pun membawa kebahagiaan (ay. 5) dan pemazmur juga
sampaikan mendekat
kepada Allah di sion membuat orang percaya berjalan makin kuat (ay. 8). Maka berdoa bagi orang Yahudi
merupakan hal yang baik. Apalagi jika dilakukan di kediaman Allah.
Saat orang Farisi yang adalah salah 1 pemuka
agama Yahudi pada masa itu berdiri dan berdoa dalam hati, ia bersyukur karena tidak sama dengan
perampok, lalim, pezinah dan pemungut cukai. Ia berpuasa 2x seminggu dan 1/10
hasilnya diberikan sebagai persembahan. Jika kita memperhatikan perkataan
dalam doanya, di satu sisi memang menampilkan ungkapan syukur, namun di sisi
yang lain ia menggap dirinya tinggi, benar, dan juga flexing (pamer) atas
perbuatan-perbuatannya pada Tuhan.
Sementara pemungut cukai yang adalah pemungut pajak untuk
pemerintahan Romawi dan dianggap sebagai orang berdosa oleh masyarakat pada
masa itu karena pekerjaannya. Ketika berdoa ia berdiri jauh-jauh dan tidak berani menengadah ke langit melainkan memukul diri dan
berkata “Ya Allah kasihilah aku orang yang berdosa ini.” Dalam tradisi Yahudi, langit
dipahami sebagai tempat kediaman Allah. Sehingga sikap pemungut cukai saat
berdoa menunjukkan bahwa ia begitu takut atau tidak berani untuk melihat Allah
(menengadah ke langit). Ia juga memukul dirinya sebagai tanda penyesalan, juga
mengaku bahwa dirinya berdosa dan butuh dikasihi Allah.
Dari dua sikap
orang ini, Yesus katakan (ay. 14) “Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang
yang dibenarkan Allah dan orang lain tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri,
ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” Tentu
dari perumpamaan yang Yesus sampaikan, orang yang dibenarkan adalah pemungut
cukai. Bukan hanya karena ia berdoa tapi karena sikapnya ketika berdoa kepada
Allah. Saudaraku, dari kumpulan bacaan hari ini. Kita kembali mau diingatkan:
1)
Ingatlah untuk berdoa kepada Allah dalam segala kondisi hidup
kita. Sebab
dengan berdoa, kita berkomunikasi dengan Allah. Berkomunikasi dengan Allah ini
pun tanpa kuota dan pulsa, tanpa batas ruang dan waktu. Maka teruslah berdoa
kepada Tuhan. Karena seperti kata Paulus, ketika tidak ada seorang pun yang
membantu kita dan semuanya meninggalkan kita, Tuhan akan terus mendampingi dan
menguatkan kita dalam segala keadaan yang kita hadapi.
2)
Berdoa bukan sebatas kata indah yang diucapkan. Berdoa
adalah sikap percaya pada pertolongan Tuhan. Sikap percaya pun bukan kita
wujudkan dengan memaksa Tuhan seperti yang dilakukan orang-orang Yehuda tapi
dengan rendah hati seperti pemungut cukai yang diceritakan Yesus. Karena dengan
percaya dan rendah hati, kita memberi ruang bagi Allah untuk berkarya dalam
hidup kita. Entah dengan memberi kita kemampuan untuk mencari dan mendapat
jalan keluar, bantuan dari orang-orang sekitar, dll.
Saudaraku, di
bulan keluarga ini. Mari kita kembali menyegarkan keluarga kita untuk sama-sama
kembali berdoa bersama dan mewujudkan doa itu lewat sikap percaya kita pada
pertolongan Tuhan. Ia mengenal isi hati kita, Ia juga mengenal keluarga kita. Ia
tahu kebutuhan kita, Ia punya banyak cara menolong kita. Untuk itu, berdoa,
percaya dan lihatlah karya Allah dalam hidup kita. Allah bersama kita
semua. Amin (mc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar