Kamis, 17 November 2022

KRISTUS, RAJA YANG MENYELAMATKAN

Minggu Kristus Raja

Yeremia 23:1-6 | Mazmur 46 | Kolose 1:11-20 | Lukas 23:33-43


Minggu ini adalah hari Minggu terakhir dalam kalender liturgi, yakni Minggu Kristus Raja. Melalui perayaan Minggu Kristus Raja, umat Kristen selalu diingatkan akan otoritas Yesus Kristus sebagai Raja dan Tuhan yang berkuasa atas semesta alam, di tengah dunia yang semakin individualis dan sekuler. Bicara tentang raja dan kekuasaan, beberapa hari lalu baru saja diselenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali. KTT ini diikuti oleh para kepala pemerintahan dan 20 negara anggota dan beberapa undangan, yang punya kekuasaan dalam negaranya dan berperan besar mengarahkan kebijakan di negaranya. KTT ini membicarakan berbagai kesepakatan dan komitmen untuk pemulihan dunia pasca-pandemi, perbaikan ekonomi, konversi energi untuk penyelamatan lingkungan hidup, dan sebagainya.

Sekalipun KTT ini dihadiri orang-orang yang punya kekuasan di negaranya untuk membicarakan soal pemulihan dan kebaikan bersama, acara ini tidak luput dari masalah dan kontroversi. Mulai dari pembatasan, pembungkaman, sampai teror terhadap aktivis, termasuk juga masalah konflik Rusia-Ukraina yang sempat menimbulkan perdebatan di antara negara-negara anggota G20. Para penguasa dan pemerintah ini memang membicarakan pemulihan dan penyelamatan, tetapi orang-orang nomor satu ini pun tidak lepas dari kekurangan. Mereka adalah “raja”, tetapi bukan juru selamat.

Di lain pihak, Yesus Kristus yang tidak pernah menunjukkan diri-Nya sebagai seorang raja, tidak pernah menggunakan pendekatan kekuasaan, Dialah yang membawa pemulihan, rekonsiliasi, dan keselamatan yang sejati. Teks Injil Minggu ini memang menunjukkan Yesus Kristus yang tersalib, yang menderita, tetapi bukan berarti Ia kalah. Dalam derita dan sengsara-Nya, Ia membawa pemulihan dan keselamatan. Dengan berkata, “… ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat,” Yesus menyatakan pengampunan bagi mereka yang menyalibkan-Nya, bahkan mereka yang hanya menyaksikan Ia disalibkan. Selain itu, Ia memberikan keselamatan kepada penjahat yang disalibkan bersama-Nya. Sebelum penyaliban pun, Ia sudah mengampuni Petrus dan memberinya kesempatan kedua, bahkan sebelum ia menyangkal Yesus. Juga, setelah pengadilan-Nya di hadapan Herodes dan Pilatus, Ia membuka jalan rekonsiliasi bagi mereka untuk berdamai dan bersahabat. Secara tak langsung, Ia pun memberi kesempatan kedua bagi Barabas untuk bebas. Bahkan setelah penyaliban-Nya, Ia membuka mata kepala pasukan Romawi sehingga mengakui-Nya sebagai Anak Allah.

Yesus Kristus memang tidak pernah tampil sebagai raja, Ia juga tidak pernah menonjolkan kekuasaan dan hidup dalam kemuliaan seorang raja yang seperti dikenal dunia. Sebaliknya, Ia hidup dengan sederhana, dekat dengan rakyat jelata, bahkan mati dalam kehinaan. Namun, Ia adalah Raja yang sejati, Raja semesta alam yang membawa pemulihan, memberi pengampunan, dan menganugerahkan keselamatan. Pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah Raja pun terucap dari mulut penjahat yang disalibkan bersama-Nya. Yang menarik, ketika penjahat itu berkata, “… ingatlah aku, apabila Engkau datang sebagai Raja,” Yesus menjawabnya dengan berkata, “… hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan aku di dalam Firdaus.” Bagi penjahat itu, Yesus suatu saat nanti akan datang sebagai Raja. Namun, dengan jawaban-Nya, Yesus menegaskan bahwa Ia adalah Raja bukan nanti, melainkan hari ini juga. Dengan mengatakan ini, Yesus juga menunjukkan bahwa Kerajaan-Nya dinyatakan saat ini, keselamatan, pengampunan, dan pemulihan-Nya berlaku kini dan dan sini, bukan nanti.

Saudara-saudari, anugerah pengampunan, pemulihan, dan keselamatan dari Kristus Sang Raja Semesta juga diberikan kepada kita. Melalui sengsara, kematian, dan kebangkitan-Nya. Sepanjang jalan derita hingga kematian-Nya, Ia memberikan anugerah kepada banyak orang. Kebangkitan-Nyalah kemudian yang menghadirkan rahmat kepada semesta. Kristus tidak hadir di dunia ini untuk menjadi salah seorang raja (atau pemerintah atau presiden atau perdana menteri), tetapi Ia hadir sebagai Raja di atas segala raja, Raja yang menyelamatkan. Keselamatan dari Kristus bukan hanya soal terbebas dari marabahaya, melainkan sebuah tatanan baru bagi dunia yang dilandasi kehidupan, pengharapan, rahmat, dan cinta.

Mungkin saat ini kita tidak mengalami Kerajaan-Nya secara paripurna, tetapi kita mengalami tanda-tanda Kerajaan-Nya dalam kehidupan kita sebagai gereja, ketika kita menghidupi cinta kasih, pengharapan, pengampunan, dan rekonsiliasi, melalui liturgi, sakramen, dan karya pelayanan kita bagi dunia. Saat ini pun, ketika kita menghadapi pergumulan, penyesalan, dan kekecewaan, kita diingatkan bahwa Ia adalah Raja yang memberika pengharapan, pengampunan, pemulihan, dan keselamatan. Melalui sengsara, kematian, dan kebangkitan-Nya, Ia memberi kehidupan baru dan kesempatan kedua untuk memperjuangkan Kerajaan-Nya kini dan di sini. Amin. (thn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar