Jumat, 11 November 2022

WASPADA DAN BERTAHAN

 Minggu Biasa XXXIII

Maleakhi 4:1-2 | Mazmur 98 | 2 Tesalonika 3:6-13 | Lukas 21:5-19


Apa yang Saudara-saudari pikirkan ketika di berbagai media berkembang isu tentang resesi ekonomi pada tahun 2023 mendatang? Tentunya banyak orang yang mulai bersiap-siap dengan mengencangkan ikat pinggang, sehingga bisa bertahan apabila resesi ekonomi benar-benar terjadi. Selain resesi ekonomi yang masih sebagai isu, sebenarnya warga dunia diperhadapkan pada ancaman-ancaman yang lebih konkret, antara lain pandemi yang sudah berjalan hampir tiga tahun ini, krisis pangan yang mulai dirasakan beberapa negara, konflik antar-bangsa yang sudah dimulai bertahun-tahun lalu dan sangat terasa dampaknya pada awal tahun ini ketika Rusia menyerang Ukraina, sampai krisis iklim yang menyebabkan cuaca ekstrem terjadi di mana-mana. Dalam kondisi seperti ini, ada saja orang-orang yang mengaitkannya dengan tanda-tanda akhir zaman. Mereka secara serampangan menilai bahwa krisis, bencana, peperangan, dan lain-lain itu merupakan tanda bahwa akhir zaman sudah semakin dekat. Padahal, yang lebih tepat adalah krisis ekonomi dan krisis pangan sesungguhnya merupakan tanda-tanda akhir bulan. Jika tidak percaya, tanyakan saja kepada anak-anak kost.

Tidak jarang orang Kristen pun mengaitkan segala bencana alam, perang, terorisme, krisis iklim, krisis pangan, dan pandemi dengan akhir dunia. Padahal, sesungguhnya krisis yang menimpa kehidupan manusia adalah bagian dari kehidupan yang terus berlangsung sepanjang sejarah dunia. Yang mengherankan, dengan pandangan-pandangan seperti itu, alih-alih berpengharapan, sebagian orang Kristen malah ketakutan dengan spekulasi-spekulasi yang mengiringi kedatangan Tuhan kembali pada akhir zaman. Yang menyedihkan kemudian adalah kedatangan Tuhan diindetikan dengan kehancuran dunia, sehingga banyak orang Kristen yang hidup dalam ketakutan dan kehilangan semangat iman.

Kekhawatian dan ketakutan ini dilandasi pada pembacaan Alkitab tanpa memahami konteks. Salah satunya adalah bacaan Injil Minggu ini, Lukas 21:5-19. Ketika itu murid-murid Yesus terpesona dan terkagum dengan keindahan dan kemegahan Bait Suci. Namun alih-alih kagum dan terpesona, Yesus justru menubuatkan kehancuran Bait Suci, “… tidak ada satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu lain, semuanya akan diruntuhkan.” (Luk. 21:6). Murid-murid menjadi heran bertanya kapan waktunya. Yesus melanjutkan dengan berkata bahwa akan datang nabi-nabi palsu yang memakai nama-Nya, diikuti tanda-tanda seperti peperangan dan pemberontakan, gempa bumi, kelaparan, wabah penyakit, penganiayaan, pengkhianatan, dan kebencian terhadap umat Tuhan. Berbeda dengan yang dikatakan beberapa kalangan Kristen bahwa itu adalah tanda-tanda akhir zaman, Yesus malah berkata “… itu tidak berarti kesudahannya akan datang segera" (Luk. 21:9).

Yesus di sini mau memaparkan bahwa hal-hal itu akan terus terjadi dalam perjalanan hidup dan iman para murid. Oleh karena itu, Yesus menegaskan agar para murid tetap wasapada ketika hal-hal itu terjadi, supaya mereka tidak mudah dibingungkan dengan berbagai spekulasi dan pengajaran-pengajaran yang tidak bertanggung jawab. Surat Paulus kepada Jemaat Tesalonika mengingatkan secara gamblang ketika jemaat yang saat itu diperhadapkan pada penderitaan dan penganiayaan mengaitkannya dengan Hari Tuhan, hari penghakiman. Pada saat itu, muncul ajaran-ajaran yang tidak bertanggung jawab yang mengajak umat untuk tidak bekerja karena hari Tuhan akan datang. Menanggapi itu, Paulus menegur umat dengan menegaskan bahwa menanti Hari Tuhan harus dilakukan dengan sikap tanggung jawab, tetap melakukan pekerjaannya, dan tidak jemu-jemu berbuat baik.

Yesus juga mengingatkan murid-murid-Nya untuk bertahan menghadapi segala krisis dan penderitaan yang datang. Yesus mengajak para murid dan kita semua untuk tetap setia dan percaya bahwa pemeliharaan Tuhan nyata dalam kehidupan mereka. Ini terlihat dari perkataan-Nya “… tidak sehelaipun dari rambut kepalamu akan hilang.” Karena itu, bagian Injil Lukas ini sebaiknya tidak ditafsirkan sebagai akhir dunia, tetapi sebagai panggilan untuk bertahan dalam krisis dengan berpengharapan pada penyertaan Allah. Kita diajak untuk memahami bahwa segala kesengsaraan, penderitaan, dan krisis pasti selalu terjadi dalam kehidupan manusia. Akan tetapi kita memiliki pengharapan yang tetap setia memelihara dan memampukan kita untuk bertahan. Bukan hanya bertahan, penyertaan Tuhan memampukan kita untuk melanjutkan hidup dan karya kita, tetap bersaksi di tengah penderitaan. Karena itu, kita perlu selalu berusaha untuk melihat kebaikan dan kesetiaan Tuhan melalui hal-hal yang sederhana di tengah derita dan kemelut.

Viktor Frankl, seorang psikolog asal Austria yang dikenal dengan metode logoterapi, yakni penyembuhan dengan cara menemukan makna hidup, pernah menjalani masa penuh penderitaan di kamp konsentrasi Nazi. Dalam penderitaannya itu, ia berusaha untuk melihat kebaikan dan kesetiaan Tuhan melalui kue kering yang dia simpan sepanjang hari untuk kemudian dinikmati saat malam, dari setangkai bunga segar menuju kamp kerja paksa, juga saat seorang tentara Nazi muda memberi tambahan makanan kepada seoang Yahudi tua. Ia bertahan dalam penderitaan itu dengan melihat kebaikan Tuhan melalui hal-hal kecil serta menemukan makna dalam penderitaannya. Ia merefleksikan pengalamannya dengan berkata, “Hidup berarti menderita, bertahan hidup berarti menemukan makna dalam penderitaan.”

Saudara-saudari, mungkin saat ini kita mengalami banyak tekanan dalam hidup; masalah keluarga atau pekerjaan, kebutuhan besar untuk mengurus sekolah anak, orang tua kita sakit sehinga harus berjuang habis-habisan, berjuang memenuhi kebutuhan hidup setelah kehilangan pekerjaan akibat pandemi, serta segala kepahitan hidup yang membuat kita putus asa. Belum lagi segala krisis dunia yang berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung kepada keseharian kita. Firman Tuhan saat ini mengajak kita untuk waspada terhadap segala pegajaran tidak bertanggung jawab yang mengaitkan krisis yang kita alami dengan akhir zaman sehingga memuat kita takut dan tidak berbuah. Kita juga diajak untuk bertahan dalam kemelut hidup dengan berusaha menemukan cinta Allah dalam hal-hal yang sederhana, sehingga kita dapat terus berbuah dalam hidup. Amin. (ThN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar