Minggu, 14 Januari 2024

HIDUP BUKAN MILIK KITA SENDIRI

(Minggu II Sesudah Epifani)

1 Samuel 3 : 1 – 20; Mazmur 139 : 1 – 6, 13 – 18; 1 Korintus 6 : 12 – 20; Yohanes 1 : 43 – 51

 

Hidup bukan milik kita sendiri yang menjadi tema hari ini seperti membentuk sebuah kontradiktif. Karena bagaimana mungkin hidup yang kita miliki bukan menjadi milik kita sendiri? Lantas menjadi milik siapa? Jika kita memperhatikan seluruh kumpulan bacaan hari ini, kita akan menemukan jawabannya.

 

Saudara, seluruh bacaan masing-masing menceritakan tentang seorang tokoh. Dan masing-masing tokoh mengajarkan kita tentang bagaimana mereka menemukan bahwa hidup bukan milik mereka sendiri saja. Bacaan pertama dari 1 Samuel 3 : 1 – 20 menceritakan bagaimana Samuel, anak Hana yang sejak kecil diserahkan Hana kepada Tuhan sudah bertumbuh menjadi seorang pria muda dan menjadi pelayan Tuhan di bawah pengawasaan imam Eli.

 

Kala itu Samuel yang masih muda sedang tidur di dalam rumah Tuhan, tempat Tabut Tuhan. Ketika ia sedang tidur, ia mendengar suara yang memanggil dirinya namun dia mengira bahwa yang memanggilnya adalah imam Eli. Makanya dia bangun dan berlari menemui imam Eli. Hal itu dilakukan bisa jadi karena imam Eli sudah dalam kondisi lanjut usia, sehingga Samuel yang mendengar seseorang memanggilnya berpikir bahwa pastilah yang memanggilnya imam Eli karena membutuhkan pertolongannya. Namun ternyata, bukan imam Eli yang memanggilnya. Melainkan Tuhan.

 

Hal ini disadari oleh imam Eli, bukan Samuel karena sudah tiga kali Tuhan memanggilnya tetapi ia tidak menyadarinya. Tapi bagaimana mungkin hal ini terjadi? Bukankah Samuel tinggal di rumah Tuhan? Sudah jadi pelayan Tuhan? dan secara ekslusif di bawah pengawasan imam Eli pulak. Bagaimana bisa Samuel tidak mengenal Allah?

 

Beberapa tafsiran pun mengungkapkan hal itu. Yang pertama, karena sekalipun Samuel tinggal di rumah Tuhan, jadi pelayan Tuhan, diawasi imam Eli tidak menjamin Samuel mengenal Tuhan. Hal ini diungkapkan di dalam bacaan di ay. 7a (TB2) “Samuel belum begitu mengenal TUHAN. Maksud dari tidak mengenal Tuhan bukan apa yang dilakukannya selama ini tidak sungguh-sungguh ia lakukan.

 

Tapi apa yang ia lakukan hanya sebatas pengenalan dalam ranah pengetahuan bukan pengalaman. Sehingga secara pribadi, proses perjumpaan itu belum ia rasakan dan alami. Yang kedua, Samuel tidak mengenal Tuhan karena ay. 7b (TB2) “firman Tuhan belum dinyatakan kepadanya” makna dari kalimat ini ditafsirkan oleh beberapa penafsir salah 1nya oleh William Barclay adalah karena di masa Perjanjian Lama, proses mengenal Tuhan selalu dimulai dari Tuhan. Sehingga ketika firman Tuhan belum dinyatakan kepada Samuel, seberapa keraspun Samuel berusaha mengenal Tuhan hal itu akan tetap sukar dilakukan.  

 

Pada akhirnya, imam Eli pun menyadari bahwa yang memanggil Samuel adalah Tuhan, sehingga ia berkata kepada Samuel, “Pergilah tidur. Jika Ia memanggilmu, jawablah: Berfirmanlah, ya TUHAN, sebab hambaMu ini mendengar.” Dan kalimat inilah yang diungkapkan oleh Samuel ketika ia kembali dipanggil Tuhan. Sehingga panggilan dari Tuhan, perjumpaan dengan Tuhan dan firman yang disampaikan Tuhan pun menjadi momen penegasan bahwa hidup Samuel bukan lagi miliknya sendiri tetapi sesungguhnya milik Allah karena Ia dipanggil Allah, berjumpa dengan Allah dan firman Tuhan telah dinyatakan kepadaNya.

Sementara itu dalam kitab nyanyian Mazmur 139, Daud sebagai pemazmur pun merefleksikan bahwa hidupnya bukan hanya milik dirinya sendiri dan dijalani oleh dirinya sendiri, tetapi hidupnya pun adalah milik Tuhan dan dijalani bersama Tuhan. Sebab Tuhan begitu menyelidiki, mengetahui, mengerti, mengamati, memagari bahkan menenunnya[1] sejak dalam kandungan ibu.

 

Menyadari bahwa hidup ini bukan hanya milik diri sendiri tetapi juga milik Tuhan melahirkan sukacita dan syukur yang amat dalam oleh pemazmur, sebab Daud katakan (ay. 14) “Aku bersyukur kepadaMu sebab aku dijadikan dengan dahsyat dan ajaib. Betapa ajaib[2] apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya.”

 

Saudaraku yang terkasih, selanjutnya dalam 1 Korintus 6 Paulus pun mengingatkan bahwa jemaat di Korintus pada masa lampau yang hidupnya dalam konteks yang sedang brutal karena banyak ajaran sesat, percabulan, penyembahan berhala, perzinahan, dan banyak kejahatan lainnnya (bc. 1 Kor. 6 : 9 – 10). Dalam konteks itu, sangat mungkin banyak jemaat pun terpengaruh dengan gaya hidup dan lingkungan yang ada. Di kondisi inilah, Paulus ingatkan mereka bahwa tubuh yang mereka gunakan bukan hanya milik mereka sendiri. Sehingga mereka tidak boleh jatuh pada percabulan dan hal-hal yang pada masa itu dianggap lumrah.

 

Paulus nyatakan bahwa tubuh mereka (hidup mereka) bukan milik mereka sendiri tetapi milik Allah. Paulus tegaskan (ay. 19 - 20), “atau tidak tahukah kamu bahwa tubuh kamu semua adalah bait Roh Kudus yang tinggal di dalam kamu, Roh yang kamu peroleh dari Allah – dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab, kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!”

 

Kalimat yang disampaikan oleh Paulus merupakan penegasan bahwa tubuh kita bukan milik kita sendiri dan tubuh kita tempat tinggal Roh Kudus, yang bukan berarti tubuh kita seperti lampu jin untuk Roh Kudus tetapi sebuah ungkapan bahwa Allah dekat dan di dalam manusia juga, maka hendaknya jemaat di Korintus tidak sembarangan dengan tubuh dan tidak menyia-nyiakan hidup. Karena menyia-nyiakan tubuh dengan kejahatan = menyia-nyiakan Allah yang hidup di dalam kita.

 

Selanjutnya dalam bacaan Injil, Yohanes 1 : 43 – 51 memperlihatkan bagaimana Yesus memanggil murid-muridNya, yaitu Filipus. Dan bagaimana respon Filipus? Di bacaan memang nampaknya tidak langsung ikut Yesus karena Filipus menjumpai Natanael dulu untuk mewartakan kabar ini. Tapi pada akhirnya kita tahu bahwa Filipus pun menjadi salah 1 murid Yesus.

 

Apa yang membuat Filipus bersedia ikut Yesus dan meninggalkan apa yang ia miliki selama ini (zona nyaman)? Karena ia tahu, hidupnya bukan miliknya sendiri melainkan milik Allah. Sehingga apapun yang dikehendaki Allah, apapun panggilan Allah, apapun yang Allah beri semua baik adanya.

 

Makanya ketika ia menyampaikan kepada Natanael bahwa telah menemukan Yesus yang disebut Musa dalam Taurat dan nabi-nabi, yaitu Yesus anak Yusuf dari Nazaret, Natanael sempat skeptis, mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret? Dengan antusias, percaya diri dan iman – Filipus berkata “mari dan lihatlah” (ay. 46)

 

Saudaraku yang terkasih, dari seluruh bacaan hari ini kita belajar dari semua para tokoh Alkitab bahwa hidup setiap orang, termasuk kita bukan hanya milik kita sendiri tetapi milik Allah. Hal ini perlu terus kita ingat dan menjadi kesadaran bagi kita supaya kita tidak asal-asalan dengan hidup. Tidak gampang terlena dengan tawaran lingkungan yang membuat kita merusak tubuh (hidup). Tetapi hidup ini kita jaga – syukuri – dan muliakan Tuhan dengan hidup kita. Sehingga seperti Filipus yang memperkenalkan Yesus kepada Natanael, kita pun dapat memperkenalkan Yesus melalui kehidupan kita setiap hari. Tuhan memberkati kita semua. Amin

(mc)



[1] dibuat dengan ketelitian, kesabaran, kehati-hatian dan penuh perhatian

[2] bukan kejadian biasa, bernuansa mujizat, langka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar