(Minggu II Sesudah Epifani)
1 Samuel 3 : 1 – 20; Mazmur 139 : 1 – 6, 13 – 18; 1
Korintus 6 : 12 – 20; Yohanes 1 : 43 – 51
Hidup
bukan milik kita sendiri yang menjadi tema hari ini seperti membentuk sebuah kontradiktif.
Karena bagaimana mungkin hidup yang kita miliki bukan menjadi milik kita
sendiri? Lantas menjadi milik siapa? Jika kita memperhatikan seluruh kumpulan
bacaan hari ini, kita akan menemukan jawabannya.
Saudara,
seluruh bacaan masing-masing menceritakan tentang seorang tokoh. Dan
masing-masing tokoh mengajarkan kita tentang bagaimana mereka menemukan bahwa hidup bukan milik mereka sendiri saja. Bacaan
pertama dari 1 Samuel 3 : 1 – 20 menceritakan bagaimana Samuel, anak Hana yang
sejak kecil diserahkan Hana kepada Tuhan sudah bertumbuh menjadi seorang pria muda
dan menjadi pelayan Tuhan di bawah pengawasaan imam Eli.
Kala
itu Samuel yang masih muda sedang tidur di dalam rumah Tuhan, tempat Tabut
Tuhan. Ketika ia sedang tidur, ia mendengar suara yang memanggil dirinya namun dia
mengira bahwa yang memanggilnya adalah imam Eli. Makanya dia bangun dan berlari
menemui imam Eli. Hal itu dilakukan bisa jadi karena imam Eli sudah dalam
kondisi lanjut usia, sehingga Samuel yang mendengar seseorang memanggilnya
berpikir bahwa pastilah yang memanggilnya imam Eli karena membutuhkan pertolongannya.
Namun ternyata, bukan imam Eli yang memanggilnya. Melainkan Tuhan.
Hal
ini disadari oleh imam Eli, bukan Samuel karena sudah tiga kali Tuhan
memanggilnya tetapi ia tidak menyadarinya. Tapi bagaimana mungkin hal ini
terjadi? Bukankah Samuel tinggal di rumah Tuhan? Sudah jadi pelayan Tuhan? dan
secara ekslusif di bawah pengawasan imam Eli pulak. Bagaimana bisa Samuel tidak
mengenal Allah?
Beberapa
tafsiran pun mengungkapkan hal itu. Yang pertama, karena sekalipun
Samuel tinggal di rumah Tuhan, jadi pelayan Tuhan, diawasi imam Eli tidak
menjamin Samuel mengenal Tuhan. Hal ini diungkapkan di dalam bacaan di ay. 7a
(TB2) “Samuel belum begitu mengenal TUHAN. Maksud dari tidak mengenal Tuhan
bukan apa yang dilakukannya selama ini tidak sungguh-sungguh ia lakukan.
Tapi
apa yang ia lakukan hanya sebatas pengenalan dalam ranah pengetahuan bukan
pengalaman. Sehingga secara pribadi, proses perjumpaan itu belum ia rasakan dan
alami. Yang kedua, Samuel tidak mengenal Tuhan karena ay. 7b (TB2) “firman
Tuhan belum dinyatakan kepadanya” makna dari kalimat ini ditafsirkan oleh
beberapa penafsir salah 1nya oleh William Barclay adalah karena di masa Perjanjian
Lama, proses mengenal Tuhan selalu dimulai dari Tuhan. Sehingga ketika firman
Tuhan belum dinyatakan kepada Samuel, seberapa keraspun Samuel berusaha
mengenal Tuhan hal itu akan tetap sukar dilakukan.
Pada
akhirnya, imam Eli pun menyadari bahwa yang memanggil Samuel adalah Tuhan,
sehingga ia berkata kepada Samuel, “Pergilah tidur. Jika Ia memanggilmu,
jawablah: Berfirmanlah, ya TUHAN, sebab hambaMu ini mendengar.” Dan kalimat
inilah yang diungkapkan oleh Samuel ketika ia kembali dipanggil Tuhan. Sehingga
panggilan dari Tuhan, perjumpaan dengan Tuhan dan firman yang disampaikan Tuhan
pun menjadi momen penegasan bahwa hidup Samuel bukan lagi miliknya sendiri
tetapi sesungguhnya milik Allah karena Ia dipanggil Allah, berjumpa dengan
Allah dan firman Tuhan telah dinyatakan kepadaNya.
Sementara
itu dalam kitab nyanyian Mazmur 139, Daud sebagai pemazmur pun merefleksikan
bahwa hidupnya bukan hanya milik dirinya sendiri dan dijalani oleh dirinya
sendiri, tetapi hidupnya pun adalah milik Tuhan dan dijalani bersama Tuhan. Sebab
Tuhan begitu menyelidiki, mengetahui, mengerti, mengamati, memagari bahkan
menenunnya[1]
sejak dalam kandungan ibu.
Menyadari
bahwa hidup ini bukan hanya milik diri sendiri tetapi juga milik Tuhan
melahirkan sukacita dan syukur yang amat dalam oleh pemazmur, sebab Daud katakan
(ay. 14) “Aku bersyukur kepadaMu sebab aku dijadikan dengan dahsyat dan ajaib.
Betapa ajaib[2]
apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya.”
Saudaraku
yang terkasih, selanjutnya dalam 1 Korintus 6 Paulus pun mengingatkan bahwa
jemaat di Korintus pada masa lampau yang hidupnya dalam konteks yang sedang
brutal karena banyak ajaran sesat, percabulan, penyembahan berhala, perzinahan,
dan banyak kejahatan lainnnya (bc. 1 Kor. 6 : 9 – 10). Dalam konteks itu, sangat
mungkin banyak jemaat pun terpengaruh dengan gaya hidup dan lingkungan yang
ada. Di kondisi inilah, Paulus ingatkan mereka bahwa tubuh yang mereka gunakan bukan
hanya milik mereka sendiri. Sehingga mereka tidak boleh jatuh pada percabulan
dan hal-hal yang pada masa itu dianggap lumrah.
Paulus
nyatakan bahwa tubuh mereka (hidup mereka) bukan milik mereka sendiri tetapi
milik Allah. Paulus tegaskan (ay. 19 - 20), “atau tidak tahukah kamu bahwa
tubuh kamu semua adalah bait Roh Kudus yang tinggal di dalam kamu, Roh yang
kamu peroleh dari Allah – dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab, kamu
telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: karena itu muliakanlah Allah
dengan tubuhmu!”
Kalimat
yang disampaikan oleh Paulus merupakan penegasan bahwa tubuh kita bukan milik
kita sendiri dan tubuh kita tempat tinggal Roh Kudus, yang bukan berarti tubuh
kita seperti lampu jin untuk Roh Kudus tetapi sebuah ungkapan bahwa Allah dekat
dan di dalam manusia juga, maka hendaknya jemaat di Korintus tidak sembarangan
dengan tubuh dan tidak menyia-nyiakan hidup. Karena menyia-nyiakan tubuh dengan
kejahatan = menyia-nyiakan Allah yang hidup di dalam kita.
Selanjutnya
dalam bacaan Injil, Yohanes 1 : 43 – 51 memperlihatkan bagaimana Yesus
memanggil murid-muridNya, yaitu Filipus. Dan bagaimana respon Filipus? Di
bacaan memang nampaknya tidak langsung ikut Yesus karena Filipus menjumpai
Natanael dulu untuk mewartakan kabar ini. Tapi pada akhirnya kita tahu bahwa
Filipus pun menjadi salah 1 murid Yesus.
Apa
yang membuat Filipus bersedia ikut Yesus dan meninggalkan apa yang ia miliki
selama ini (zona nyaman)? Karena ia tahu, hidupnya bukan miliknya sendiri
melainkan milik Allah. Sehingga apapun yang dikehendaki Allah, apapun panggilan
Allah, apapun yang Allah beri semua baik adanya.
Makanya
ketika ia menyampaikan kepada Natanael bahwa telah menemukan Yesus yang disebut
Musa dalam Taurat dan nabi-nabi, yaitu Yesus anak Yusuf dari Nazaret, Natanael
sempat skeptis, mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret? Dengan antusias,
percaya diri dan iman – Filipus berkata “mari dan lihatlah” (ay. 46)
Saudaraku
yang terkasih, dari seluruh bacaan hari ini kita belajar dari semua para tokoh Alkitab
bahwa hidup setiap orang, termasuk kita bukan hanya milik kita sendiri tetapi
milik Allah. Hal ini perlu terus kita ingat dan menjadi kesadaran bagi kita supaya
kita tidak asal-asalan dengan hidup. Tidak gampang terlena dengan tawaran lingkungan
yang membuat kita merusak tubuh (hidup). Tetapi hidup ini kita jaga – syukuri –
dan muliakan Tuhan dengan hidup kita. Sehingga seperti Filipus yang memperkenalkan
Yesus kepada Natanael, kita pun dapat memperkenalkan Yesus melalui kehidupan kita
setiap hari. Tuhan memberkati kita semua. Amin
(mc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar