Sabtu, 20 Januari 2024

MENANGKAP MOMENTUM HIDUP

 Minggu ke-3 Sesudah Epifani

Yunus 3:1-5, 10 | Mazmur 62:6-13 | 1 Korintus 7:29-31 | Markus 1:14-20


Menangkap Momentum Hidup. Mari kita cek dulu arti momentum. Dalam ilmu fisika, momentum berarti besaran yang berkaitan dengan benda yang besarnya sama dengan hasil kali dari  massa benda yang bergerak itu dan kecepatan geraknya; atau kuantitas gerak. Intinya, momentum adalah besaran yang berhubungan dengan massa dan kecepatan gerak benda. Namun, kita tidak mau membahas fisika, jadi mari kita lihat makna lainnya dari momentum di KBBI. Selain, arti yang tadi, momentum juga berarti saat yang tepat atau kesempatan. Ya, momentum juga berarti kesempatan. Maka, tema itu bisa kita buat menagkap waktu yang tepat dalam hidup, atau menangkap kesempatan dalam hidup. Jika menggunakan kalimat yang lebih populer, hidup ini adalah kesempatan, kesempatan yang perlu kita raih. Generasi milenial pada masanya mungkin sangat akrab dengan ungkapan dalam Bahasa Latin, carpe diem, yang secara harfiah berarti "petiklah hari". Ungkapan ini berasal dari seorang penyair Romawi yang hidup pada akhir masa sebelum Masehi hingga awal Masehi, yakni Quintus Horatius Flaccus, yang lebih dikenal dengan nama Horatius. Maksud kata-kata ini adalah orang dianjurkan untuk hidup memanfaatkan hari ini secara lebih optimal tidak menunda sesuatu untuk hari esok. Dengan begitu kita lebih dapat memanfaatkan waktu yang diberikan secara optimal. Inilah menangkap momentum hidup, kesempatan atau waktu yang tepat dalam hidup.

Dalam bacaan kita, kita bisa melihat Yesus menggunakan momentum, ketika Yohanes Pembaptis ditangkap. Setelah Yohenes ditangkap, maka tidak ada lagi yang memberitakan pertobatan dan pengampunan dosa. Inilah sebuah momentum, waktu yang tepat bagi Yesus. Yesus menggunakan momentum ini untuk memulai pengajaran-Nya tentang Injil Kerajaan Allah, pertobatan dan pengampunan. “Saatnya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Markus 1:15). Injil yang Yesus beritakan mengajak umat untuk bertobat kerena Allah telah menyatakan Kerajaan-Nya, yakni karya penyelamatan-Nya bagi dunia. Ini juga momentum, kesempatan bagi banyak orang untuk bertobat, karena Allah telah menyatakan Kerajaan-Nya, yakni keselamatan dan pengampunan. 

Dalam Injil Minggu ini, kita pun melihat bagaimana para murid yang pertama, Simon Petrus, Andreas, Yakobus, dan Yohanes menangkap momentum ini. Mereka diajak oleh Yesus untuk mengikut Dia memberitakan Kerajaan Allah. Bagi mereka berempat, Yesus itu seorang asing yang tiba-tiba datang saat mereka sedang bekerja dan berkata, “Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” Respons yang logis dari para murid adalah pasti bertanya-tanya dan ragu. Namun, mereka justru segera mengikuti Dia. Petrus dan Andreas segera meninggalkan jala mereka, Yakobus dan Yohanea pun segera meninggalkan ayah mereka dan mengikut Dia. Segera. Ini kata kunci yang penting dalam Injil Markus. Mereka tidak menunda, mereka meninggalkan keluarga dan pekerjaan mereka, lalu mengikut Yesus memberitakan Kerajaan Allah. Mereka menangkap momentum itu, kesempatan dan waktu yang tepat, saat Yesus memanggil mereka.

Jujur, jika kita diminta untuk meninggalkan pekerjaan kita atau meninggalkan keluarga kita untuk mengikut Yesus, pasti kita akan merasa berat. Namun, apakah dengan demikian, lalu kita kurang beriman, atau kurang kristiani? Atau paling tidak kita ini kurang beriman daripada Petrus, Andreas, Yakobus, dan Yohanes, meskipun mereka juga tidak sesempurna yang kita bayangkan. Saat ini tentu mengikut Yesus tidak lagi seperti para murid dulu yang mengikut Yesus secara fisik. Yesus hadir bersama mereka secara fisik. Jadi jika mengikut Dia pergi ke mana-mana, mau tidak mau mereka harus meninggalkan pekerjaan dan keluarga mereka. Namun, kondisi kita sekarang ini berbeda. Yesus tidak lagi hadir secara fisik bersama kita. Lalu bagaimana mengikut Yesus dalam konteks kita, tanpa meninggalkan pekerjaan dan keluarga kita? Penginjil Markus menunjukkan paling tidak dua hal terkait respons para murid. 

Pertama, para murid ini mengikut Yesus dengan melepaskan. Ya, mereka menangkap momentum dengan melepaskan; Melepaskan pekerjaan sebagai penjala ikan dan menjadi penjala manusia; Melepaskan nilai-nilai yang lama, dan merangkul nilai-nilai baru, yakni nilai-nilai Kerajaan Allah; Melepaskan kehidupan lama yang nyaman bagi mereka, dan menyambt kehidupan baru bersama Yesus. Dengan demikian, mengikut Yesus bukan berarti berhenti bekerja, tetapi bekerja dengan nilai-nilai Kerajaan Allah, melakukan pekerjaan kita sebaik mingkin, dan menjadi berkat bagi keluarga. Misalnya dengan tidak bermalas-masalan dan terima gaji buta; Meninggalkan cara kerja yang curang tapi menguntungkan, dan bekerja dengan jujur; Meninggalkan kenyamanan dan bekerja keras untuk menghidupi keluarga; Melepaskan atau merelakan harta kita untuk membantu korban bencana alam atau kelaparan. Ada kenyamanan yang klita lepaskan, tetapi ada nilai-nilai Kerajaan Allah, yakni kasih, keadilan, perdamaian, yang kita rangkul. Mengikut Yesus berarti menerapkan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam hidup kita, apa pun yang kita lakukan.

Kedua, mereka mengikut Yesus segera. Mereka tidak menunda-nunda. Tidak tunggu beberapa hari, atau beberapa jam, tetapi segera. Momentum Yesus memanggil mereka itu mereka tangkap dan gunakan dengan bijaksana. Di sini kita belajar bahwa panggilan mengikut Yesus dan menerapkan nilai-nilai Kerajaan Allah itu perlu kita respons segera. Saat ini juga, selama momentumnya masih ada. Momentum ini adalah saat ini. Artinya dalam hidup sehari-hari, setiap hari, saat ini, di mana pun kita berada, apa pun yang kita kerjaan. Jangan tunggu nanti. Nanti saja kalau saya sudah sukses, saya mau bantu orang. Nanti, kalau saya lulus kuliah, saya mau melayani di gereja. Nanti kalau saya diterima bekerja, saya mau jadi pengurus komisi, atau kalau pekerjaan saya sudah stabil saya mau jadi penatua. Nanti dulu deh, saya masih belum layak untuk menjadi penatua. Jika seperti ini, sampai kapan pun waktunya tidak akan tepat. Akan selalu ada nanti-nanti yang lain. Ini artinya kita sedang menyia-nyaikan momentum yang entah akan sampai kapan. Tuhan mau kita menjawab panggilan-Nya segera, bukan menunda-nunda. Menangkap momentum saat ini.

Bacaan pertama juga menujukkan bagaimana masyarakat Niniwe menangkap momentum. Yunus yang ditugasi Allah untuk mewartakan pertobatan bagi Niniwe, ditanggapi dengan positif oleh mereka. Saat itu juga, seluruh kota itu mengadakan perkabungan dan pertobatan. Allah yang penuh rahmat dan pengampunan itu memberi mereka kesempatan, momentum untuk bertobat, dan mereka menangkap momentum itu dengan segera dan dengan bijaksana. Tanpa menunda, mereka meningggalkan cara hidup lama mereka dan berbalik kepada Allah.

Saudara-saudari, benar apa kata nyantian viral itu, hidup ini adalah kesempatan. Kesempatan untuk melepaskan dan menangkap. Hari ini dan setiap hari Tuhan memanggil kita untuk meninggalkan kenyamanan kita, cara hidup kita yang lama yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan-Nya, untuk bekerja mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah, pengampunan dan pertobatan, cinta kasih dan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan. Apakah jawab kita? Maukah kita melepaskan kenyamanan hidup dan menangkap momentum itu? Maukah kita mengambil risiko melepaskan kenikmatan untuk mewujudkan Kerajaan Allah? Maukah kita melakukannya segera, tidak menunda-nunda dan menunggu nanti? Carpe diem. Petiklah hari, tangkaplah momentum, pakailah kesempatan yang Tuhan berikan, agar hidup kita tidak sia-sia. Kiranya Tuhan memampukan kita untuk menjawab panggilan-Nya. Amin. (thn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar