Minggu Biasa 10 – HUT ke-31 GKI
Yesaya 58:9-14
ǀ Mazmur 103:1-8 ǀ Ibrani 12:18-29 ǀ Lukas 13:10-17
Carl Honore, adalah seorang koresponden The Economist dan pelbagai surat kabar. Ia mengejar berita dari
kota ke kota, masuk keluar bandara dan pesawat, terus menerus menelepon editor
dan sumber-sumber berita, sehingga ia tak sempat bercerita panjang untuk
mengantar tidur anak-anaknya.
Pada suat saat, ketika ia sedang antre di sebuah bandara, terbaca
olehnya sebuah tulisan,”The One-Minute Bedtime Story”. Eureka! Ia bergembira: akhirnya orang bisa membuat dongeng yang cuma
satu menit panjangnya. Ia perlu kemudahan seperti itu, sebab ia tak bisa
melayani permintaan anak-anaknya untuk membawakan cerita yang asyik. Hampir
tiap malam ia harus menulis, mengirim artikelnya, menjawab surel, membaca
kabar, dan berdiskusi.
Tapi bagaimana membawakan dongeng Hans Christian Andersen dalam 60 detik?
Suatu ketika Honore menyadari bahwa hidup Si Thumbelina (dan berbagai
karya Hans Christian Andersen) hanya dapat disusuri dengan gerak yang pelan. Hingga
ia menulis buku In Praise of Slowness.
Ada hubungan gerak yang tak terburu-buru dengan karunia kesunyian, keheningan
dan kebebasan – sesuatu yang telah rusak karena zaman berubah dan manusia resah
untuk sekadar bekerja, bekerja dan bekerja.
Goenawan Mohamad mensinyalir dewasa ini orang makin kehilangan kemampuan
menghayati waktu sebagai ketakjuban yang selalu baru. Orang terus berbicara
soal “kurang waktu”, bersaing cepat, berlomba menarik perhatian, bersaing mau
diakui, berlomba teriak. Aku menggebrak, maka aku ada!
Pada ulang tahun ke-31 ini GKI perlu sejenak menoleh, bergembira
mensyukuri anugrah Allah atas setiap peziarahan yang sudah dialami, sekaligus
tanpa terburu-buru menggunakan waktu untuk memeriksa diri atas kegagalan dan
kekurangan yang masih perlu untuk dibenahi bersama. Itulah jiwa dari tema “Tuhan,
Pulihkan kami”. Tema ini mengajak kita, GKI, untuk senantiasa merindukan
pemulihan dari Tuhan Sang Kepala Gereja sehingga kita dimampukan untuk tak
sekadar menggebrak namun terus berdaya guna bagi Tuhan dan sesama.
Yesus sendiri adalah sosok pekerja. Dalam bacaan Injil hari ini kita
melihat Ia mengajar dan menyembuhkan. Untuk itu mari kita cermati pesan Yesus
melalui karya-Nya tersebut.
- Yesus mengajar dan menyembuhkan untuk memulihkan
Di salah satu sinagoge pada hari Sabat, Yesus
mengajar untuk mengarahkan, memeringatkan dan menegur murid-murid-Nya bila
sedang melakukan hal yang tidak benar. Sebagai murid-Nya, gereja seharusnya
sadar bahwa dalam menjalani hidup ini diperlukan arahan dan pengajaran dari
Tuhan sendiri. Dengan kesadaran akan keterbatasan itu seorang murid akan memiliki
kerinduan untuk mencari serta menerima pengajaran Yesus walaupun terkadang
pengajaran Yesus menegur keras laku hidup secara personal maupun komunal. Sebab
tanpa kesadaran dan kerinduan untuk diajar, gereja bisa saja menjadi “sekarat” karena
kehilangan dayanya untuk melanjutkan karya secara optimal dan otentik (murni).
Sebab bukan tidak mungkin sebagai pribadi
maupun institusi, para murid terkena roh jahat sebagaimana dialami oleh
perempuan yang telah 18 tahun sakit bungkuk. Roh jahat yang dimaksud di sini
adalah kuasa yang melemahkan dan mendatangkan penyakit yang menyebabkan
penderita tidak bisa hidup berdaya guna secara optimal. Perempuan itu sudah
dikuasai oleh kuasa tersebut, ia menjadi bungkuk punggungnya dan tentu
menghambat dirinya dalam karya sehari-harinya. Perempuan ini menyadari
kelemahannya itu maka ia rindu untuk dipulihkan, menjadi sembuh dan mampu
berkarya dengan lebih optimal.
Kerinduan itu berjumpa dengan Yesus. Maka
setelah Yesus melepaskan dan membebaskan perempuan itu dari sakitnya, sang
perempuan itu kembali berdaya. Ia menggunakan dayanya untuk berdiri memuliakan
Allah.
Yesus tidak pernah membiarkan murid-murid-Nya
tersesat, maka Ia mengarahkan; Yesus tidak membiarkan pula murid-murid-Nya
dikuasai spirit yang melemahkan maka Ia memutuskan ikatan yang melemahkan dan
memulihkan dengan daya yang baru. Maka gereja pun perlu menyadari dan mengakui
keberadaan dirinya yang terkadang berada dalam kungkungan spirit yang
melemahkan bahkan saling melemahkan dengan menjaga ketat segala ritual formal
dan hukum gerejawi. Hal ini bukan suatu yang mengerikan namun perlu dipulihkan
Yesus.
- Dipulihkan agar ritual formal tercermin melalui kesalehan sosial.
Saat Yesus memulihkan si perempuan bungkuk
itu, Ia menerima kecaman dari mereka yang sibuk dengan ritual formal menjaga
hari Sabat. Mereka bersikukuh dengan menjaga hari Sabat namun dengan
kemunafikan. Sebab, ada banyak pemakluman untuk kepentingan mereka sendiri. Misalnya
saja, mereka nyatanya sering melakukan pekerjaan di hari Sabat dengan
melepaskan lembu dan membawanya ke tempat minum.
Untuk itu, penyembuhan yang Yesus lakukan
sebenarnya bukan hanya bagi perempuan yang bungkuk punggungnya namun juga bagi
mereka yang bungkuk hati dan pikirannya. Yesus ingin setiap orang terbebas dari
kebungkukan mereka atas hukum/ritual formal demi kenyamanan diri. Yesus ingin
setiap orang menjadi pulih dan dengan optimal melakukan ritual formalnya demi
memuliakan Tuhan. Yesus ingin ritual formal menjadi jalan bagi umat untuk
memelihara spiritualitas dan religiositasnya sehingga kemudian mampu mencapai
tujuan sejati berkarya nyata bagi Tuhan dan sesama dalam berbagai bentuk
kesalehan sosial.
Yesus tak ingin para murid-Nya terjebak bekerja-bekerja-bekerja
di lingkup ritual formal melulu. Terlebih bila ritual formal itu diberlakukan
demi kesenangan diri, mencari keuntungan bagi diri dengan melakukan urusan
pribadi belaka, tanpa peduli pada Tuhan dan sesama. Sehingga muncul ribuan
alasan “kurang waktu” untuk agenda Allah menjadi umat/menjadi gereja yang berdaya
guna bersama sesama memuliakan nama-Nya.
Jemaat Tuhan, di tengah-tengah perayaan kita akan penyertaan Tuhan atas
GKI, mari kita merendahkan hati dan keseluruhan diri kita di hadapan Tuhan.
Marilah menyadari keterbatasan kita sebagai umat Allah, sebagai gereja-Nya.
Memang kita harus bersegera bekerja menghadapi berbagai percepatan di sekitar
kita. Kecepatan dan kekuatan bisa efektif seperti peluru. Akan tetapi peluru
tak menumbuhkan sasarannya. Apalagi bila sekadar terburu-buru, itu tentu tak
akan menjamin roh yang melemahkan itu pergi menjauh. Malah mungkin dengan
keterburu-buruan roh melemahkan itu hadir dalam wujud jemaat atau penatua atau
pendeta yang bersaing cepat, berlomba menarik perhatian, bersaing mau diakui,
berlomba teriak. Aku menggebrak, maka aku ada!
Karena itu periksalah diri, sadarilah keterbatasan diri, akuilah di
hadapan Tuhan, mohonlah “Tuhan, pulihkan kami”. Sehingga kita dimampukan membangun
gereja yang berdiri tegak berlandas Cinta Kasih Kristus, mendorong gerakan
pelayanan nyata di tengah Indonesia sesuai kehendak-Nya dengan kegembiraan
Illahi.
Selamat Ulang Tahun GKI!
ypp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar