Kamis, 29 Agustus 2019

TUHAN MENINGGIKAN ORANG YANG RENDAH HATI



Minggu Biasa 11
Amsal 25:6-7 | Mazmur 112 | Ibrani 13:1-8, 15-16 | Lukas 14:1, 7-14

Dalam sebuah lakon wayang, “Gareng Dadi Ratu”, ada kisah yang menarik. Gareng sebagai salah satu dari Panakawan, abdi kerajaan Amarta, punya sebuah keinginan. Ia ingin menjadi seorang Raja yang bertahta meski hanya sekejap mata. Keinginan itu tak lain karena iri hatinya, karena dua adiknya, Petruk dan Bagong pernah menjadi Raja. Ia ingin meminjam tahta Kerajaan Amarta dan menyampaikan keinginan itu pada Arjuna. Arjuna sebagai adik dari Puntadewa atau Yudhistira, yakni Raja Amarta, merasa tersinggung dan tidak terima. Arjuna merasa Gareng telah melecehkan Kerajaan Amarta. Lantas, Arjuna marah dan memukul Gareng, lalu mengusirnya pergi. Gareng telah bersikap tak sopan dan sangat kurang ajar kepada keagungan tahta Amarta.

Apa yang dilakukan Gareng memang tidak masuk akal. Namun, siapa yang tidak ingin berada dalam tahta yang tinggi? Mungkin memang bukan duduk di tahta raja, namun perasaan ingin selalu dihormati. Itulah yang juga terjadi ketika Yesus datang di acara perjamuan salah seorang pemimpin orang-orang Farisi dalam teks Lukas 14:1, 7-14. Banyak tamu berusaha menduduki tempat kehormatan. Tempat VIP itu biasanya dekat dengan tuan rumah, sehingga siapapun yang duduk di situ merasa lebih terhormat dari undangan yang lain. Tempat duduk VIP ini jadi rebutan. Namanya juga VIP (Very Important Person), setiap orang maunya dianggap important. Tradisi perjamuan memang akrab di kalangan orang Yahudi pada masa itu. Jadi, Yesus juga tau tentang kebiasaan rebutan bangku VIP itu. Yesus tidak memarahi mereka. Yesus justru menggunakan kesempatan itu untuk mengajar pada orang-orang di zaman itu. Alangkah malunya, jika seseorang dipaksa berdiri dan minggir oleh tuan rumah karena mengambil tempat yang bukan disediakan bagi mereka. Itulah mengapa, Yesus mengajarkan supaya mereka mengambil tempat yang paling rendah, supaya kalau tuan rumah mempersilahkannya duduk di tempat VIP itu, tamu-tamu lain akan menaruh hormat secara otomatis padanya. Apa yang dikatakan Yesus, selaras dengan Amsal 25:6-7, Jangan berlagak di hadapan raja, atau berdiri di tempat para pembesar. Karena lebih baik orang berkata kepadamu: "Naiklah ke mari,  dari pada engkau direndahkan di hadapan orang mulia. Sederhana saja, Yesus hanya ingin mengatakan biarlah hormat itu datang dari orang lain, bukan dari dalam diri. Manusia pada umumnya sibuk berusaha mendapatkan kehormatan dan pengakuan. Padahal, usaha ini akan berujung pada kecongkakan. Orang seperti ini biasanya akan mudah merasa gagal apabila tidak mendapatkan hormat. Maksud Yesus juga bukan berarti kita harus melakukan itu supaya dihormati, akan tetapi supaya kita memiliki sikap yang rendah hati. Orang yang rendah hati tidak akan gusar jika ada orang tak menghargainya.

Perumpamaan bangku VIP itu ditujukan Yesus bagi orang banyak. Yesus menginginkan mereka memiliki sikap yang rendah hati. Yesus mengakhirinya dengan pernyataan, “Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Luk 14:11). Lalu, ajaran Yesus tidak berhenti di situ saja. Apabila perumpamaan tadi ditujukan bagi banyak orang, Yesus kali ini berkata kepada khusus kepada tuan rumah. Yesus memberi ajaran bahwa semestinya mengundang orang-orang yang terpinggirkan, bukan yang kaya. Ketika orang kaya yang diundang, mereka akan membalasnya. Minimal, balik mengundang ketika punya hajat. Namun, ketika mengundang orang miskin, mereka tak mampu membalasnya. Justru di situlah, akan ada balasan ketika hari kebangkitan orang-orang benar. Bukankah begitu pula kebiasaan manusia zaman sekarang. Ketika punya hajat, menomorsatukan orang-orang terhormat. Dengan begitu, para tamu akan kagum jika acaranya dihadiri orang besar. Hal ini kembali pada poin perumpamaan di atas, bagaimana kita diajak untuk tidak memiliki sikap tinggi hati. Bukankah hajatan adalah berbagi kasih dan sukacita? Dalam Ibrani 1:1-2 dikatakan, Peliharalah kasih persaudaraan (Philadelphia)!  Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang (philoxenian),  sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat. Memperlakukan sesama ternyata diartikan menjamu malaikat. Memperlakukan siapa yang kita anggap saudara, atau yang mungkin asing bagi kita. Tidak boleh ada perbedaan. Kedua hal itu merupakan tanda bagaimana kita memiliki kasih yang tulus dan konsisten. Konsep ini sama ketika Yesus mengandaikan dirinya sebagai orang asing (bdk. Mat 25:31-46). Tentu sikap ini bisa dilakukan apabila kita mempunyai kerendahan hati, dan tidak membeda-bedakan sesama manusia.

Ajaran Yesus memang sangat berlawanan dengan kebiasaan orang pada zaman itu, pun juga zaman sekarang. Popularitas adalah sesuatu yang dikejar tanpa henti. Rasa ingin dihormati, dihargai, dan diperlakukan istimewa. Kalau Yesus saja yang sebenarnya adalah Raja, mau memperlakukan kita dengan istimewa, bagaimana dengan kita?
ftp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar