Minggu
Biasa
Ulangan 30 : 15 – 20; Mazmur 1; Filemon 1 : 1 – 21; Lukas
14 : 25 – 33
Saudara, semua yang
terbuat dengan waktu memiliki keterbatasan. Misalnya saja harta, tahta, tenaga,
keluarga bahkan nyawa. Karena itu, segala yang kita punya itu
memiliki waktu yang terbatas. Dalam
keterbatasan itulah, kita diajak untuk tidak terlalu melekatkan diri kita
bahkan kalau bisa melepaskan diri kita dari kemelekatan pada hal-hal yang
terbatas itu. Tapi mengapa ya kita harus melepaskan diri dari kemelekatan
kita pada pada hal-hal yang sesungguhnya kita butuhkan itu, yang sekaligus juga
merupakan anugerah Tuhan bagi kita?
Dalam Lukas 14 : 25 – 33 bercerita tentang
orang-orang yang berduyun-duyun untuk mengikuti Yesus. Untuk apa mereka
mengikut Yesus? Bisa jadi karena Yesus ibarat artis di jaman itu sehingga
banyak orang sekadar kepo ingin melihat dan mendengarkan pengajaranNya. Bisa
jadi pula, ada yang mengikut Yesus untuk mendapat sesuatu dariNya seperti
kesembuhan, makanan juga mujizat lainnya. Tetapi ada pula yang murni mengikut
yesus untuk mengenal dan menjadi pengikut Yesus yang sejati.
Ketika Yesus tahu mereka yang mengikutNya
dengan motivasi yang berbeda-beda, Yesus berpaling dan menyampaikan kepada
mereka resiko pahit menjadi pengikut Yesus. Artinya Yesus tidak PHP (pemberi
harapan palsu) dengan menawarkan kebahagiaan-kebahagiaan yang akan diterima
mereka kalau jadi pengikut Yesus. Yesus berbicara fakta dan resiko pahit jika
mereka mau menjadi pengikut Yesus. Ini pun menunjukkan Yesus bukan menekankan
pengikut dari kuantitas (jumlah) semata tetapi kualitas diri mereka dengan
tahu, menerima dan mengikut Yesus dengan segala resikonya.
Salah 1 fakta yang harus dilakukan dan
diterima oleh orang-orang yang mau mengikut Yesus, Yesus sampaikan di ay. 26 “Jikalau
seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapaknya, ibunya, isterinya, anak-anaknya,
saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak
dapat menjadi muridKu.” Jika saudara-saudara ada pada saat itu dan mendengarkan
ucapan Yesus tadi, apa yang saudara pikirkan? Bisa jadi kita meresponnya dengan
gelisah. What? Ngga salah nih Yesus bicara demikian? Bukankah yang Ia selalu
tawarkan dan ajarkan adalah soal kasih? Lantas, mengapa dalam ucapannya Yesus
juga mengajarkan tentang sesuatu yang konotasinya negatif, kebencian yang
ditujukkan kepada keluarga bahkan nyawa sendiri?
Saudaraku, tentu maksud Yesus dengan kata “membenci”
ini bukan diartikan secara hurufiah. Karena kata “membenci” yang disampaikan
ini mempunyai makna lain, yang dalam konteks orang Semit menggunakan kata
“miseo” yang berarti “kurang mengasihi” atau “menolak” bila diperhadapakan
dengan suatu pilihan: taat kepada Allah ataukah kepada kaum keluarganya atau
terhadap dirinya sendiri bila ia mendengar panggilan Allah (Dian Penuntun, edisi
28 hlm. 103).
Jadi, kebencian di sini bukan berarti
manusia diajarkan Yesus untuk membenci keluarga dan dirinya sendiri. Karena tentu
Yesus juga mau manusia mengasihi keluarga dan diri mereka sendiri yang juga
adalah anugerah yang Tuhan beri. Tetapi, manusia juga diingatkan, bahwa semua
yang manusia miliki baik keluarga bahkan nyawa sendiri adalah titipan Tuhan
yang juga memiliki batasan, yang terkadang jadi pusat kemelekatan manusia
ketimbang Tuhan.
Oleh karena itu, manusia diingatkan untuk
melekatlah pada Sang Sumber yang tanpa batas.
Mungkin ini juga yang dimaksud Yesus dengan menyangkal diri, memikul
salib dan mengikut Aku. Karena mengikut Yesus tentu harus berani melepaskan
kemelekatan pada hal-hal yang terbatas kepada Allah yang tanpa batas.
Saudara, apakah mudah melepaskan diri dari
hal-hal yang didekat kita bahkan diri kita sendiri? Tentu tak mudah. Namun,
bukan tak bisa. Karena Paulus dalam kehidupannya menjadi bukti bahwa ia menjadi
pengikut Tuhan dengan melepaskan segala hal yang melekat padanya, yakni kekayaan, kehebatan, kehormatan dan bahkan pengetahuannya
demi menjadi pengikut Yesus. Dalam Suratnya kepada Filemon (bacaan
kedua), Paulus pun melepaskan Onesimus, seorang anak yang sudah dianggap
sebagai anak Paulus sendiri bahkan Paulus mengatakannya sebagai buah hatinya untuk
menjadi hamba terlebih saudara bagi Filemon. Karena ia tahu, ia pun sudah tua
dan terbatas.
Saudara, apa yang paling melekat dengan kita
di jaman sekarang? Bisa jadi jawaban kita beragam. Ada yang menjawab keluarga,
uang, jabatan, gadget, drakor (drama korea), game, dll. Inilah tantangannya
bagi setiap kita orang percaya di jaman now. Beranikah dan bersediakah kita
melepaskan kemelekatan kita pada hal-hal duniawi dan melekatkan diri kita pada Sang
Ilahi? Sulit itu pasti. Tapi bukan tak bisa. Tuhan menolong kita. (mc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar