Jumat, 22 November 2019

KRISTUS, RAJA SEMESTA

Minggu Kristus Raja

Yeremia 23:1-6 │ Mazmur 46 │ Kolose 1:11-20 │ Lukas 23:33-43

Salomo dikenal sebagai raja yang membangun Bait Allah dan seorang raja yang bijaksana. Sementara Grand Duke Henri dikenal sebagai raja terkaya tahun 2018. Dua raja ini memberi gambaran secara umum bahwa seorang raja dikenal dari kemampuannya, status, dan kekuasaannya. Banyak orang kemudian bermimpi bahkan mengejar posisi tersebut di ruang publik hari ini, sayangnya tak banyak yang disertai dengan kapasitas yang mumpuni. Mereka hanya mengejar status, sehingga dalam prakteknya mereka tak mampu melakukan karya sebagai raja yang memimpin maupun membangun. Malahan yang terjadi adalah berfokus pada kepentingan diri sendiri atau kelompoknya dan abai malah mengorbankan kepentingan orang lain.

Tak jauh berbeda dengan para pemimpin pemerintah maupun pemimpin agama di era Yeremia. Mereka tak menggunakan hati untuk memimpin, justru melakukan pelbagai kejahatan yang menindas umat dengan ketidakjujuran dan ketidakadilan. Dengan kuasa yang dimiliki mereka memeras. Oleh karena itu kemudian muncul ciri-ciri pemimpin baru yang berjuluk “tunas adil dari Daud”, yang merupakan proyeksi kehadiran Yesus sebagai raja yang bijaksana.

Siapa Yesus Kristus? Melalui Kolose 1:11-20 kita mendapat penegasan betapa besar kedudukan dan kuasa Kristus. Ada ungkapan-ungkapan yang menunjukkan keutamaan Kristus. Pada ayat 15-16 Kristus disebut sebagai “yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu.” Ungkapan ini didukung pula oleh ayat 17 “Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia” dan ayat 19 menjadi kesimpulan tegas  bahwa di dalam Kristus, “seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia.” Kuasa Kristus sudah dapat dirasakan bahkan sejak Allah menciptakan segala sesuatu di bumi, termasuk struktur-struktur kekuasaan yang ada.

Akan tetapi, Kristus yang memiliki kuasa atas semesta sekalipun memilih suatu jalan yang unik yaitu, memasuki realitas kehidupan ciptaan-Nya dengan datang menjadi manusia. Bahkan Ia dengan rela mengurbankan diri, menumpahkan darah di kayu salib demi memperdamaikan keterpisahan antara Allah dengan semua realitas di bumi maupu di sorga (ayat 20). Dari kepenuhan-Nya di tempat yang mahatinggi Ia rela mengosongkan dirinya memasuki realitas hamba yang berkurban bagi umat ciptaan-Nya.

Tak pernah ada yang bisa melakukan sama seperti Yesus. Namun menarik bahwa pernah ada seorang raja yang dikenal dari keunikannya berelasi dan berkarya mendekati pola Kristus. Ialah Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang pernah ‘menyebabkan’ seorang wanita pedagang beras pingsan! Hal ini disaksikan langsung oleh SK Trimurti, istri dari Sayuti Melik, pengetik naskah proklamasi. Dalam buku Takhta untuk Rakyat, ia menceritakan bagaimana dirinya mengalami langsung sikap ringan tangan Sultan. Kejadiannya pada tahun 1946 saat ia dalam perjalanan dari Jl. Malioboro menuju rumahnya di Jl. Pakuningratan (utara Tugu Yogyakarta). Ia penasaran ketika melihat kerumunan yang ada. Ternyata ada seorang wanita pingsan. Awalnya, wanita itu memberhentikan jip untuk menumpang ke pasar Kranggan. Setelah sampai, wanita itu meminta sopir mobil itu untuk menurunkan semua dagangannya, lalu ia bersiap membayar jasa. Namun sopir itu menolak dengan halus pemberian tersebut. Dengan emosi, wanita itu mengatakan apakah uangnya kurang. Namun sopir itu segera berlalu menuju arah selatan. Kemudian datanglah seorang polisi menghampiri wanita itu dan bertanya, ”Apakah mbakyu tahu, siapa sopir tadi?” Wanita itu menjawab, ”Sopir ya sopir. Habis perkara! Saya tidak perlu tahu namanya. Memang sopir tadi agak aneh.” Lalu polisi itu menimpali, ”Kalau mbakyu belum tahu, akan saya kasih tahu. Sopir tadi adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX!” Mendengar itu, pingsanlah wanita tadi. Sultan memang gemar menyetir sendiri dan senang memberi tumpangan. Dia senang bisa membantu masyarakat.

Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah contoh menarik dari seorang raja yang membaur dengan masyarakat sederhana untuk mengetahui keseharian mereka dan membantu mereka yang membutuhkan pertolongan. Entah apa yang membuat Sri Sultan Hamengkubuwono IX bertindak sedemikian, namun bila Kristus ditanya mengapa Ia melakukan-Nya, semata karena ketaatan dan kerelaan bukan emosi sesaat apalagi pencitraan demi kekuasaan.

Hal ini dibuktikannya dengan taat sampai mati di kayu salib. Di kayu salib itu, ketika kekuasaan-Nya diragukan, Kristus justru sedang menyatakan kuasa-Nya dengan penuh belas kasihan. Ia tak menghardik para elit, prajurit dan orang-orang yang gagal paham dan mengolok-olok-Nya, sebab Ia menyatakan kuasa tak memerlukan kekerasan. Ialah RAJA yang SEJATI sekalipun Ia menguasai SEMESTA sekalipun. Seorang raja sejati memimpin umat dengan hati, bukan memanfaatkan mereka untuk kepentingan diri sendiri, tidak oportunis dan menyalahgunakan wewenang untuk menekan umat demi kenikmatan, fasilitas kemudahan dalam berbagai hal.

KRISTUS SANG RAJA SEMESTA, telah memberikan teladan-Nya, kini tugas kita yang menyongsong kedatangan-Nya kembali untuk menerapkannya. Sudah waktunya hentikan imajinasi tentang kenikmatan sorga, sebab Kristus menanti kita berempati pada sesama, bersikap adil pada yang lemah, dan menyatakan kuasa kasih Allah tanpa kekerasan. Sebab kerajaan Allah harus diwujudnyatakan secara nyata di bumi seperti di sorga. Amin.
ypp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar