Minggu Kristus Raja
Yeremia 23:1-6 │ Mazmur 46 │ Kolose 1:11-20 │ Lukas 23:33-43
Salomo dikenal sebagai raja yang membangun
Bait Allah dan seorang raja yang bijaksana. Sementara Grand Duke Henri dikenal
sebagai raja terkaya tahun 2018. Dua raja ini memberi gambaran secara umum bahwa
seorang raja dikenal dari kemampuannya, status, dan kekuasaannya. Banyak orang
kemudian bermimpi bahkan mengejar posisi tersebut di ruang publik hari ini,
sayangnya tak banyak yang disertai dengan kapasitas yang mumpuni. Mereka hanya
mengejar status, sehingga dalam prakteknya mereka tak mampu melakukan karya
sebagai raja yang memimpin maupun membangun. Malahan yang terjadi adalah
berfokus pada kepentingan diri sendiri atau kelompoknya dan abai malah
mengorbankan kepentingan orang lain.
Tak jauh berbeda dengan para
pemimpin pemerintah maupun pemimpin agama di era Yeremia. Mereka tak
menggunakan hati untuk memimpin, justru melakukan pelbagai kejahatan yang
menindas umat dengan ketidakjujuran dan ketidakadilan. Dengan kuasa yang
dimiliki mereka memeras. Oleh karena itu kemudian muncul ciri-ciri pemimpin
baru yang berjuluk “tunas adil dari Daud”, yang merupakan proyeksi kehadiran
Yesus sebagai raja yang bijaksana.
Siapa Yesus Kristus? Melalui
Kolose 1:11-20 kita mendapat penegasan betapa besar kedudukan dan kuasa Kristus.
Ada ungkapan-ungkapan yang menunjukkan keutamaan Kristus. Pada ayat 15-16
Kristus disebut sebagai “yang sulung,
lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan
segala sesuatu.” Ungkapan ini didukung pula oleh ayat 17 “Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu
dan segala sesuatu ada di dalam Dia” dan ayat 19 menjadi kesimpulan tegas bahwa di dalam Kristus, “seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia.” Kuasa Kristus
sudah dapat dirasakan bahkan sejak Allah menciptakan segala sesuatu di bumi,
termasuk struktur-struktur kekuasaan yang ada.
Akan tetapi, Kristus yang
memiliki kuasa atas semesta sekalipun memilih suatu jalan yang unik yaitu,
memasuki realitas kehidupan ciptaan-Nya dengan datang menjadi manusia. Bahkan
Ia dengan rela mengurbankan diri, menumpahkan darah di kayu salib demi
memperdamaikan keterpisahan antara Allah dengan semua realitas di bumi maupu di
sorga (ayat 20). Dari kepenuhan-Nya di tempat yang mahatinggi Ia rela
mengosongkan dirinya memasuki realitas hamba yang berkurban bagi umat
ciptaan-Nya.
Tak pernah ada yang bisa
melakukan sama seperti Yesus. Namun menarik bahwa pernah ada seorang raja yang
dikenal dari keunikannya berelasi dan berkarya mendekati pola Kristus. Ialah
Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang pernah ‘menyebabkan’ seorang wanita pedagang beras
pingsan! Hal ini disaksikan langsung oleh SK Trimurti, istri dari Sayuti Melik,
pengetik naskah proklamasi. Dalam buku Takhta untuk Rakyat, ia menceritakan
bagaimana dirinya mengalami langsung sikap ringan tangan Sultan. Kejadiannya
pada tahun 1946 saat ia dalam perjalanan dari Jl. Malioboro menuju rumahnya di
Jl. Pakuningratan (utara Tugu Yogyakarta). Ia penasaran ketika melihat
kerumunan yang ada. Ternyata ada seorang wanita pingsan. Awalnya, wanita itu memberhentikan
jip untuk menumpang ke pasar Kranggan. Setelah sampai, wanita itu meminta sopir
mobil itu untuk menurunkan semua dagangannya, lalu ia bersiap membayar jasa.
Namun sopir itu menolak dengan halus pemberian tersebut. Dengan emosi, wanita
itu mengatakan apakah uangnya kurang. Namun sopir itu segera berlalu menuju
arah selatan. Kemudian datanglah seorang polisi menghampiri wanita itu dan
bertanya, ”Apakah mbakyu tahu, siapa
sopir tadi?” Wanita itu menjawab, ”Sopir ya sopir. Habis perkara! Saya tidak perlu
tahu namanya. Memang sopir tadi agak aneh.” Lalu polisi itu menimpali, ”Kalau mbakyu belum tahu, akan saya kasih tahu.
Sopir tadi adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX!” Mendengar itu, pingsanlah wanita
tadi. Sultan memang gemar menyetir sendiri dan senang memberi tumpangan. Dia
senang bisa membantu masyarakat.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah
contoh menarik dari seorang raja yang membaur dengan masyarakat sederhana untuk
mengetahui keseharian mereka dan membantu mereka yang membutuhkan pertolongan. Entah
apa yang membuat Sri Sultan Hamengkubuwono IX bertindak sedemikian, namun bila
Kristus ditanya mengapa Ia melakukan-Nya, semata karena ketaatan dan kerelaan
bukan emosi sesaat apalagi pencitraan demi kekuasaan.
Hal ini dibuktikannya dengan taat
sampai mati di kayu salib. Di kayu salib itu, ketika kekuasaan-Nya diragukan,
Kristus justru sedang menyatakan kuasa-Nya dengan penuh belas kasihan. Ia tak
menghardik para elit, prajurit dan orang-orang yang gagal paham dan
mengolok-olok-Nya, sebab Ia menyatakan kuasa tak memerlukan kekerasan. Ialah
RAJA yang SEJATI sekalipun Ia menguasai SEMESTA sekalipun. Seorang raja sejati
memimpin umat dengan hati, bukan memanfaatkan mereka untuk kepentingan diri
sendiri, tidak oportunis dan menyalahgunakan wewenang untuk menekan umat demi
kenikmatan, fasilitas kemudahan dalam berbagai hal.
KRISTUS SANG RAJA SEMESTA, telah
memberikan teladan-Nya, kini tugas kita yang menyongsong kedatangan-Nya kembali
untuk menerapkannya. Sudah waktunya hentikan imajinasi tentang kenikmatan sorga,
sebab Kristus menanti kita berempati pada sesama, bersikap adil pada yang
lemah, dan menyatakan kuasa kasih Allah tanpa kekerasan. Sebab kerajaan Allah
harus diwujudnyatakan secara nyata di bumi seperti di sorga. Amin.
ypp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar