Kamis, 28 November 2019

BERKARYA DALAM PENANTIAN

Minggu Adven I
Yes 2:1-5 | Mzm 122 | Rm 13:11-14 | Mat 24:36-44
Pada saat bersama seseorang atau sekelompok orang, lakukan gerakan yang menunjukkan gestur bahwa anda akan segera berbicara, lalu batalkan berbicara dan diamlah. Diam sementara waktu saja. Satu jam kira-kira. Bukan, bukan. Cukup 1 menit saja. Percayalah, lawan bicara akan menunggu dengan raut wajah penasaran. Atau, ketika akan memulai melayani Firman, diamlah di awal. Orang-orang akan menunggu dengan gelisah. Banyak orang sepakat, bahwa menunggu itu tidak enak. Entah mengapa, kadang waktu bisa terasa berjalan begitu lambat ketika menunggu. Dan masa menunggu itu telah tiba. Apakah kita akan jenuh, atau justru ceria? Minggu ini, kita sudah memasuki Tahun Liturgi yang baru yakni Tahun Liturgi C, yang berarti Minggu Adven sudah dimulai. Adven dimulai, masa menanti pun dimulai.
Teks Injil pada Minggu ini bercerita tentang nasihat supaya berjaga-jaga. Yesus memberikan perumpamaan-perumpamaan mengenai kedatangan Anak Manusia. Teks ini tidak biasa. Yesus tidak mengajar seperti biasanya. Biasanya satu perumpamaan, namun kali ini tiga perumpamaan. Pertama tentang kisah Nuh. Kedua, ada dua orang bekerja. Yang ketiga, kedatangan Anak Manusia yang seperti pencuri di malam hari. Ketiganya bukan berdiri sendiri-sendiri, namun bertujuan untuk mengajarkan cara menyikapi datangnya Anak Manusia.
Pada kisah Nuh, Yesus sengaja menitikberatkan pada cara hidup orang-orang sebelum air bah datang. Mereka hidup seperti biasa. Makan, minum, kawin, dll. Sampai pada akhirnya air bah itu datang dan melenyapkan mereka. Yesus hendak menegaskan mengenai waktu yang tidak bisa diketahui oleh siapapun. Mangapin Sibuea, nama seorang pendeta yang cukup terkenal di tahun 2003. Pasalnya, ia berkata bahwa 10 November 2003, Musa dan Elia akan memulai pekerjaannya. Lalu, semua manusia akan hilang pada 11 Mei 2007. Demikian katanya. Namun, jelas tidak benar. Tegas, apa yang disampaikan Yesus, bahwa tidak ada satupun akan tahu kapan masanya.
Perumpamaan kedua mengenai kedua pekerja, yang satu dibawa yang satu ditinggal. Tak dijelaskan mengapa. Apakah cara kerjanya atau indikator lainnya. Melalui kisah pemilihan ini, berarti penghakimannya hanya diketahui oleh Allah. Mungkin manusia bisa melihat sikap dan tutur lata, tapi Allah bisa melihat hati. Yesus ingin supaya manusia tidak ada yang saling menghakimi satu sama lain. lihat saja fenomena zaman ini. Manusia menjadi sangat mudah menuduh yang lain sesat dan salah. manusia mudah terpecah belah karena pilihan politik yang beda, ajaran agama yang beda, dll.
Ketiga, tentang pencuri dan tuan rumah. Apabila Anak Manusia yang akan datang itu seperti pencuri, berarti manusia adalah tuan rumahnya. Sebagai tuan rumah, kita tidak bisa memastikan bahwa rumah kita aman. CCTV pun hanya bisa merekam kejadian pada sudut pandang tertentu. Kunci, gembok, bahkan petugas keamanan, tidak bisa menjamin. Pencuri tetaplah pencuri. Ia bisa datang tak diduga. Pencuri tidak bisa diprediksi. Bisa saat kita siap, atau lengah. Tapi, kita tetap harus siap sedia dan melakukan yang terbaik.
Melalui tiga hal itu, Yesus hendak mengatakan bahwa kedatangan Anak Manusia tidak ada yang tahu kapan, siapa yang dibawa, dan tidak bisa diprediksi. Namun, selalu ada pilihan. Ingat, Nuh sudah mengingatkan orang-orang pada zaman itu. Kita akan mendengar suara Tuhan, atau tetap hidup dalam dosa? Lihat, sementara mereka hidup lancer jaya, Nuh bersiap sebaik mungkin. Juga, mengenai dua perempuan itu. Allah melihat hati kita. Sehingga, dalam penantian ini kita diajak senantiasa memurnikan hati kita. Memurnikan panggilan kita, ibadah kita. Apakah benar karena kita mengucap syukur, atau malah sekedar rutinitas keagamaan? Dan, tentang pencuri. Iya, dia bisa datang sewaktu-waktu dan juga ahli. Tapi sebagai tuan rumah, kita mencoba mempertahankan rumah dengan segala sekuritas terbaik. Intinya adalah, kita tidak hanya menunggu Anak Manusia itu datang. Kita tetap harus berkarya. Kita harus selalu mengusahakan kebaikan.
Novelis besar, atau mungkin juga seorang spiritualis, Paulo Coelho pernah menulis, “Life was always a matter of waiting for the right moment to act”. Momen baik itu bisa hadir untuk kita melakukan sesuatu. Nah, dalam masa penantian itu, akan ada momen-momen baik yang harus dengan sigap dan ceria kita tangkap. Di situlah kita menunjukkan kesiapan kita. Menanti dengan hati yang gembira, dan mengisi penantian itu dengan karya-karya yang bisa dirasa. Selamat memasuki Adven 1.
ftp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar