Minggu biasa 20
Yes 1:10-18 | Mzm 32:1-7 | 2 Tes 1:1-4; 11-12 | Lukas
19:1-10
Tema Minggu ini sebenarnya
bukanlah hal baru dalam Kekristenan. Adalah Agustinus dari Hippo, seorang Bapa
Gereja yang menuliskan dalam salah satu suratnya; Cum dilectione hominum et odio Vitiorum. Kalimat dalam Bahasa Latin
tersebut jika diterjemahkan kurang lebih artinya ‘cinta untuk seluruh umat
manusia dan membenci dosa’. Pada dasarnya, setiap mahluk hidup adalah baik,
bukan dosa. Kita perlu mengingat bahwa Allah menciptakan dengan melihat bahwa
segala sesuatu itu baik (lih. Kejadian
1). Apalagi manusia. Allah menciptakan dengan nafas-Nya sendiri. Akan tetapi
dalam perjalanannya, manusia mengalami kejatuhan di dalam dosa. Mulai dari
kisah Adam dan Hawa dengan buah, Kain dan Habil, pun dosa-dosa lain yang
tercatat dalam Alkitab. Kita pun sepakat, bahwa sampai detik ini, manusia
sering berbuat jahat.
Teks Injil Minggu ini
berbicara mengenai perjumpaan Yesus dan Zakheus. Kisah ini begitu melegenda.
Paling tidak, cerita ini sangat dihafal oleh anak Sekolah Minggu. Perjumpaan
yang mengesankan ini menjadi kiblat untuk kita berefleksi di Minggu ini.
Diceritakan Zakheus adalah seorang kepala pemungut cukai. KEPALA. Ya, he is the boss. Pemungut cukai adalah
pekerjaan dengan resiko dibenci oleh sahabat dan saudaranya sendiri, apalagi
seorang KEPALA pemungut cukai. Dobel dibenci! Dia dibenci bukan hanya karena
pekerjaannya sebagai penarik pajak, tapi lebih pada alasan Zakheus bekerja kepada penjajah (Romawi). Itulah
kenapa, pada Lukas 19:7 dikatakan bahwa Zakheus adalah ‘orang berdosa’. Dalam
ilmu sosiologi, teori ini disebut labelling.
Labelling adalah saat dimana individu atau kelompok memberi label atau merk
pada individu atau kelompok lain atas sebuah perilaku. Ya, Zakheus diberi label
ORANG BERDOSA. Tapi perhatikan, apa sebenarnya dosa Zakheus? Atau lebih
halusnya, apa kesalahan Zakheus? Penyematan label ‘orang berdosa’ ada dalam
kalimat langsung di ayat 17, yang berarti dosa Zakheus berasal dari anggapan
orang, bukan tindakannya. “dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali
lipat”, kata
Zakheus. Padahal hukum yang berlaku dalam Imamat 6:1-5 berbunyi "Apabila seseorang berbuat dosa… barang
yang telah dirampasnya atau yang telah diperasnya atau yang telah dipercayakan
kepadanya... Haruslah
ia membayar gantinya sepenuhnya
dengan menambah seperlima”. Coba
perhatikan. Ketika hukum hanya mengharuskan manusia yang curang mengembalikan
120%, Zakheus hendak mengembalikan 400%. Ada dua kemungkinan; Zakheus uangnya
banyak sekali atau dia yakin bahwa memang dia tidak berlaku curang dengan cara
menarik pajak melebihi ketetapan. Saya meyakini kemungkinan kedua. Kalau benar
demikian, labelling yang dilakukan
masyarakat pada zaman itu jahat sekali.
Tapi, perhatikan cara
Yesus menyapanya: Zakheus, segeralah
turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu. Apa??!!! Yesus orang
Nazaret itu mampir di rumah orang berdosa??!! Sungguh terlalu! Tapi, perkataan
Yesus itulah sapaan Ilahi, bahwa Allah mencintai semua manusia. Ketika
masyarakat Yahudi melakukan labelling padanya,
Zakheus tetaplah seorang manusia yang dicintai Allah. Tuhan yang memandang
manusia berharga, bahkan dalam Zakaria 2:8 dikatakan bahwa manusia itu seperti
biji mata Allah. Kasih Yesus itu
menyentuh Zakheus. Ia mengalami perubahan dalam kehidupannya. Bahkan, ia
berkomitmen akan memberikan setengah dari miliknya dan diberikan pada orang
miskin. Ada perubahan dalam kehidupan manusia yang sudah disentuh oleh kasih
Tuhan. Bukan hanya rasa bahagia, namun sebuah aksi nyata dan begitu bermakna.
Yesus berkata di ayat 10, “Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan
menyelamatkan yang hilang.”. Kata ‘hilang’
di sini bisa berarti terhilang, tapi bisa juga sengaja dihilangkan. Zakheus
adalah pihak yang dihilangkan dengan cara labelling
yang keji. Kita bisa jadi Zakheus dalam konteks kita masing-masing dan
berakhir dicap sebagai orang berdosa. Atau kebalikannya, kita bisa menjadi
masyarakat Yahudi yang hobi memberi cap orang lain sesat, berdosa, dll. Tapi,
cinta kasih Yesus menunjukkan kasih yang begitu murni dan tulus pada manusia.
Ketika dosa memenjara kita, Yesus sendiri membebaskan kita dengan darah-Nya
yang suci. Kita tahu, ada kesalahan-kesalahan yang bertebaran di sekitar kita,
sentah dilakukan oleh kita sendiri atau orang lain. Namun, jika memang orang
lain bersalah, mengapa kita tak memeluk dan merangkulnya dan menunjukkan kasih
kepadanya?
Mengapa kita harus
melakukannya? Coba lihat, apa yang dilakukan Yesus padamu.
ftp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar