Jumat, 01 November 2019

MEMBENCI DOSA MENGASIHI PENDOSA



Minggu biasa 20
Yes 1:10-18 | Mzm 32:1-7 | 2 Tes 1:1-4; 11-12 | Lukas 19:1-10
Tema Minggu ini sebenarnya bukanlah hal baru dalam Kekristenan. Adalah Agustinus dari Hippo, seorang Bapa Gereja yang menuliskan dalam salah satu suratnya; Cum dilectione hominum et odio Vitiorum. Kalimat dalam Bahasa Latin tersebut jika diterjemahkan kurang lebih artinya ‘cinta untuk seluruh umat manusia dan membenci dosa’. Pada dasarnya, setiap mahluk hidup adalah baik, bukan dosa. Kita perlu mengingat bahwa Allah menciptakan dengan melihat bahwa segala sesuatu itu baik (lih. Kejadian 1). Apalagi manusia. Allah menciptakan dengan nafas-Nya sendiri. Akan tetapi dalam perjalanannya, manusia mengalami kejatuhan di dalam dosa. Mulai dari kisah Adam dan Hawa dengan buah, Kain dan Habil, pun dosa-dosa lain yang tercatat dalam Alkitab. Kita pun sepakat, bahwa sampai detik ini, manusia sering berbuat jahat.
Teks Injil Minggu ini berbicara mengenai perjumpaan Yesus dan Zakheus. Kisah ini begitu melegenda. Paling tidak, cerita ini sangat dihafal oleh anak Sekolah Minggu. Perjumpaan yang mengesankan ini menjadi kiblat untuk kita berefleksi di Minggu ini. Diceritakan Zakheus adalah seorang kepala pemungut cukai. KEPALA. Ya, he is the boss. Pemungut cukai adalah pekerjaan dengan resiko dibenci oleh sahabat dan saudaranya sendiri, apalagi seorang KEPALA pemungut cukai. Dobel dibenci! Dia dibenci bukan hanya karena pekerjaannya sebagai penarik pajak, tapi lebih pada alasan Zakheus  bekerja kepada penjajah (Romawi). Itulah kenapa, pada Lukas 19:7 dikatakan bahwa Zakheus adalah ‘orang berdosa’. Dalam ilmu sosiologi, teori ini disebut labelling. Labelling adalah saat dimana individu atau kelompok memberi label atau merk pada individu atau kelompok lain atas sebuah perilaku. Ya, Zakheus diberi label ORANG BERDOSA. Tapi perhatikan, apa sebenarnya dosa Zakheus? Atau lebih halusnya, apa kesalahan Zakheus? Penyematan label ‘orang berdosa’ ada dalam kalimat langsung di ayat 17, yang berarti dosa Zakheus berasal dari anggapan orang, bukan tindakannya.dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat”, kata Zakheus. Padahal hukum yang berlaku dalam Imamat 6:1-5 berbunyi "Apabila seseorang berbuat dosa barang yang telah dirampasnya atau yang telah diperasnya atau yang telah dipercayakan kepadanya... Haruslah ia membayar gantinya sepenuhnya dengan menambah seperlima”. Coba perhatikan. Ketika hukum hanya mengharuskan manusia yang curang mengembalikan 120%, Zakheus hendak mengembalikan 400%. Ada dua kemungkinan; Zakheus uangnya banyak sekali atau dia yakin bahwa memang dia tidak berlaku curang dengan cara menarik pajak melebihi ketetapan. Saya meyakini kemungkinan kedua. Kalau benar demikian, labelling yang dilakukan masyarakat pada zaman itu jahat sekali.
Tapi, perhatikan cara Yesus menyapanya: Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu. Apa??!!! Yesus orang Nazaret itu mampir di rumah orang berdosa??!! Sungguh terlalu! Tapi, perkataan Yesus itulah sapaan Ilahi, bahwa Allah mencintai semua manusia. Ketika masyarakat Yahudi melakukan labelling padanya, Zakheus tetaplah seorang manusia yang dicintai Allah. Tuhan yang memandang manusia berharga, bahkan dalam Zakaria 2:8 dikatakan bahwa manusia itu seperti biji mata Allah.  Kasih Yesus itu menyentuh Zakheus. Ia mengalami perubahan dalam kehidupannya. Bahkan, ia berkomitmen akan memberikan setengah dari miliknya dan diberikan pada orang miskin. Ada perubahan dalam kehidupan manusia yang sudah disentuh oleh kasih Tuhan. Bukan hanya rasa bahagia, namun sebuah aksi nyata dan begitu bermakna.
Yesus berkata di ayat 10, “Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.”. Kata ‘hilang’ di sini bisa berarti terhilang, tapi bisa juga sengaja dihilangkan. Zakheus adalah pihak yang dihilangkan dengan cara labelling yang keji. Kita bisa jadi Zakheus dalam konteks kita masing-masing dan berakhir dicap sebagai orang berdosa. Atau kebalikannya, kita bisa menjadi masyarakat Yahudi yang hobi memberi cap orang lain sesat, berdosa, dll. Tapi, cinta kasih Yesus menunjukkan kasih yang begitu murni dan tulus pada manusia. Ketika dosa memenjara kita, Yesus sendiri membebaskan kita dengan darah-Nya yang suci. Kita tahu, ada kesalahan-kesalahan yang bertebaran di sekitar kita, sentah dilakukan oleh kita sendiri atau orang lain. Namun, jika memang orang lain bersalah, mengapa kita tak memeluk dan merangkulnya dan menunjukkan kasih kepadanya?
Mengapa kita harus melakukannya? Coba lihat, apa yang dilakukan Yesus padamu.
ftp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar