Yesaya 42 : 1 – 9; Mazmur 29; Kisah Para Rasul 10
: 34 – 43; Matius 3 : 13 – 17
Terkadang
apa yang kita anggap salah, belum tentu salah juga di mata Allah. Demikian sebaliknya.
Di momen Yesus dibaptis, mungkin banyak orang bingung dan bertanya-tanya, untuk
apa Dia dibaptis? Bukankah Yesus bukan orang berdosa? Jadi apa makna baptisan
Yesus? Di hari Minggu ini yang merupakan hari minggu memperingati baptisan Yesus,
kita kembali mau melihat hidup Yesus yang patut[1] di hadapan Allah.
Tentu kita tahu
bahwa Yesus dibaptis bukan karena Ia berdosa. Tetapi karena misi Allah di dalam
dan melalui-Nya. Oleh karena itu, dalam Injil Matius 3 : 13 – 17 mengisahkan Yesus
datang dari Galilea ke Yordan kepada Yohanes yang viral pada masa itu untuk
dibaptis olehnya. Namun Yohanes malah mencegah Dia karena menurut Yohanes, bukan
Yesus melainkan dialah yang perlu dibaptis oleh Yesus. Jika kita di posisi
Yesus pada saat itu yang mendengarkan pernyataan dan pengakuan dari Yohanes,
mungkin hal itu membuat kita besar kepala, tidak fokus lagi karena terbuai
kata-kata Yohanes dan berpikir apa yang dikatakan oleh Yohanes memang patut dan
seharusnya. Namun, ternyata Yesus justru bersikap berbeda. Ia justru mengatakan
“biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan
seluruh kehendak Allah.”
Apa yang bisa kita
pelajari dari sikap dan perkataan Yesus ini? Pertama, sekalipun
ada situasi di mana Ia dapat menyombongkan diri dan menyeleweng dari misi Allah,
Yesus tetap memilih untuk melakukan apa yang menjadi kehendak Allah. Kata kehendak
menggunakan kata dikaiosunen (Yun)
yang berarti kebenaran atau keadilan Allah.[2] Karena kehendak Allah memiliki pengertian demikian, maka tentu kehendak Allahlah yang seharusnya diutamakan dan diwujudkan ketimbang kehendak pribadi. Kedua, Ia membiarkan apa yang menjadi kehendak Allah itu terjadi
karena memang sepatutnya (layak, pantas, benar) untuk terjadi. Sekalipun banyak
orang mungkin bingung, bertanya mengapa Dia dibaptis dan menganggap baptisan-Nya
adalah kesalahan. Nyatanya, karena itu kehendak Allah untuk digenapi dalam diri
Yesus. Lihat, tak semua yang dipandang manusia salah, menjadi salah juga di mata Allah.
Ketiga, kerendahan
hidupnya yang patut di hadapan Allah, bukan semakin direndahkan Allah tetapi
justru mendapat pengakuan yang begitu tinggi melalui perkataan Allah yang terdengar
di ayat 17 “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” Kiranya
apa yang Yesus lakukan ini bukan hanya sebagai pengetahuan kita semata. Tetapi
juga mendorong kita untuk menghidupi hidup sebagai saksi Tuhan (bc. Kisah Para Rasul 10 : 42- 43) yang sepatutnya di hadapan Allah dalam keseharian. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar