Jumat, 03 Januari 2020

EPIFANI

MINGGU EPIFANI
Yesaya 60:1-6 | Mazmur 72:1-7, 10-14 | Efesus 3:1-12 | Matius 2:1-12
Coba tengok media sosial! Betapa ramainya berita tentang banjir di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat dan sekitarnya. Tapi, ramainya berita, apalagi di twitter, adalah ramainya kehadiran netijen-netijen budiman untuk saling mempersembahkan sumpah serapah dan caci maki. Empati kepada korban tak lebih menang dari urat kebencian yang tersalurkan melalui tarian jempol di layar gawai. Semua pasti salah. Sampah, saluran air, media, sikap, kebencian. Banjir itu sendiri salah! Banjir itu memancing manusia-manusia untuk mengeluarkan teori-teori kebenaran masing-masing. Seperti ketika ada pencuri yang tertangkap, ada semacam priviledge yang tiba-tiba tercurah pada orang untuk ikut meninju atau sekedar memaki. Betapa mudah untuk menyalahkan. Namun, apa sebenatnya yang dibutuhkan? Kehadiran! Kehadiran sesama yang harusnya saling memapah dan mendekap, namun justru berwujud adu teori dan kebencian.

Berbicara mengenai kehadiran menjadi lebih menarik, ketika kita tahu bahwa Minggu ini adalah Minggu Epifani. Minggu dimana umat Kristen merayakan kehadiran Allah yang ‘mengada’ dalam diri Yesus. Bisakah Mimbar gereja menyuarakan kehadiran Allah dalam air yang menggenang? Dalam materi yang berserakan? Di antara ijazah dan surat-surat penting yang hanyut? Di antara tangis kelu manusia yang kehilangan kekasih hatinya?

Teks Tiga Orang Majus menjadi pijakan dalam kita membaca peristiwa banjir dan minggu Epifani. Tiga Orang Majus menjadi simbol yang begitu penting dalam peristiwa kelahiran Kristus di dunia. Mengapa demikian penting? Kita perlu mengingat bahwa Injil Matius ditulis bagi orang Yahudi. Menampilkan Orang Majus yang notabene adalah orang kafir, tentu akan menggoyangkan pikiran Orang Yahudi yang membacanya. Mana mungkin orang kafir mendapat kemurahan Allah untuk mencicipi kemuliaan itu? Namun, itulah pesan besar yang diusung dalam teks Matius 2:1-12, yakni kemurahan Allah itu tercurah bagi siapapun. Kemurahan yang memulihkan jiwa-jiwa yang terpasung luka dan trauma. Kemurahan Allah itu dibagikan bagi mereka yang kehausan. Cinta Allah dalam kelahiran Yesus itu memberi terang dalam kegelapan. Cinta Yesus memeluk mereka yang kedinginan karena hujan tak kunjung henti. 

Rasul Paulus berkata bahwa dialah yang paling hina (lih. Ef 3:8), namun mau menyatakan penyelenggaraan rahasia dalam diri Allah, yakni kasih yang universal. Dalam pengakuan Paulus tentang kehinaannya, ia menunjukkan kelemahan dan kekuatan. Mengapa demikian? Ia mengaku lemah, namun ia mau berjuang. Biasanya, ‘manusia’ menjadi sebuah tameng untuk melakukan salah, atau tak melakukan apa-apa. Ada semacam undangan Paulus untuk setiap pembaca suratnya, termasuk kita, untuk tidak menyerah pada kata ‘manusia’. 
Narayanan Khrisnan, seorang sederhana dari India yang mau menolong orang lain. Dalam video yang ada di Youtube, https://www.youtube.com/watch?v=VXyr0kAgrVU&t=6s , Khrisnan menunjukkan kehadirannya bagi siapapun. Mengapa ini menjadi menarik? Kehidupan dalam strata kasta seringkali membuat orang tak mau menolong atau peduli pada yang lain. Di akhir video, Khrisnan berkata, “I’m just a human being”. Dia juga mengaku, bahwa dia adalah manusia biasa. Sama seperti kamu dan aku. Manusia.

Berbicara tentang Epifani hanya akan menjadi omong kosong ketika Allah yang kita bicarakan tak tercermin dari respon kita akan suatu peristiwa. Kehadiran Allah dalam diri Yesus adalah kehadiran Sang Maha Tinggi menjadi rapuh. Pernyataan diri yang sangat radikal ini haruslah menjadi teladan gereja untuk melakukan tugasnya sebagai pernyataan diri Allah.

Banjir itu akan surut, namun dengan waktu. Waktu yang akan sangat cepat berlalu bagi mereka yang tak ikut merasa. Sebaliknya, sangat lama dan melelahkan bagi mereka yang terdampak. Kasih Allah itu akan nampak dalam misteri pertolongan di sana dari berbagai medium. Bagi kita yang tak tahu harus berbuat apa-apa, berdoalah! Paling tidak, energi kita tersalurkan dengan lebih positif daripada sekedar julid. Ada uang? Sumbangkanlah pada pihak yang valid. Punya kuota internet? Hati-hati menggunakan jari!

Paulus, Khrisnan, adalah Epifani itu. Termasuk siapapun dan apapun yang menemani mereka yang terdampak banjir. Siapapun dan apapun yang membantu mereka dalam genangan air itu. Allah hadir di sana. 

ftp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar