Jumat, 17 Januari 2020

MERESPONS ANUGERAH DAN PANGGILAN ALLAH

Minggu II sesudah Epifani

Yesaya 49:1-7 | Mazmur 40:2-12 | 1 Korintus 1:1-9 | Yohanes 1:29-42


Mengawali tahun 2020 kita melihat ada banyak peristiwa yang membuat kita resah. Mulai dari terbungkarnya kasus-kasus korupsi di beberapa Badan Usaha Milik Negara hingga radikalisme agama yang merasuk ke sekolah-sekolah. BUMN yang seharusnya menjadi badan yang berkerja untuk kesejahteraan hidup orang banyak, dimanfaatkan oleh segelintir orang serakah untuk memperkaya diri dan keluarga mereka. Sekloah-sekolah yang seharusnya menanamkan toleransi dan sikap saling menghargai ditunggangi oleh kelompok-kelompok tidak bertanggung jawab yang memecah belah kesatua dengan kebencian terhadap kelompok lain yang berbeda.

Selain itu, kita juga melihat terjadinya bencana yang menelan banyak korban. Ada banjir yang melanda beberapa daerah di Indonesia, khususnya Jadetabek dan sekitarnya, yang menyebabkan kerugian materi juga menelan korban jiwa. Di negara tetangga kita, Australia, pun terjadi bencana kebakaran hutan yang mengakibatkan jatuhnya korban manusia serta membunuh jutaan hewan endemik benua tersebut. Bencana-bencana ini mengingatkan kita bahwa perubahan iklim dan kerusakan lingkungan hidup itu nyata. Kita tidak dapat lagi memungkiri dan mengatakan bahwa perubahan iklim serta kerusakan lingkungan hidup adalah mitos semata. Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan bahwa sebenarnya manusia punya andil terhadap kerusakan lingkungan. Di lain pihak, kita pun punya tanggung jawab besar terhadap alam semesta. Maka di sinilah sebenarnya kita sebagai saksi Kristus ditantang mewujudkan peran kita memperjuangkan keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan.

Menjadi saksi Kristus di tengah realitas yang memprihatinkan ini harus kita respons dengan terus menyatakan Allah melalui kehidupan kita. Bacaan Injil pada hari ini menunjukkan bahwa Yohanes Pembaptis menempatkan dirinya sebagai saksi yang menyatakan Kristus kepada banyak orang sehingga dua orang murid yang berada di dekatnya tergerak untuk mengikut Yesus. Peran Yohanes sebagai saksi di sini adalah menyatakan rahmat Allah di dalam Kristus kepada ada orang-orang di sekitarnya. Yang menarik, sebagai seorang nabi, Yohanes tidak  mengejar popularitas dengan mengumpulkan pengikut-pengikut untuk dirinya. Ia menyadari posisinya dan perannya sebagai seorang saksi yang mengantarkan orang lain untuk menerima rahmat Allah di dalam Kristus. Karena itu ia menunjuk kepada Yesus dan berkata, “Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia.”

Andreas yang hadir di situ dan merespons panggilan itu juga melakukan hal yang sama. Ia yang telah berjumpa dengan Yesus dan menerima rahmat Allah di dalam Kristus kemudian juga menjadi saksi bagi Simon, saudaranya. Andreas memang bukanlah seorang murid yang populer, bahkan dalam banyak bagian Injil, ia selalu diceritakan berada di balik popularitas Simon Petrus saudaranya. Namun demikian, keberadaan Andreas ini sangat menarik. Ia adalah orang yang ingin selalu membawa orang lain berjumpa dan berelasi dengan Yesus. Selain itu, kita bisa melihat bahwa ia juga adalah orang yang rendah hati. Ketika ia berjumpa dengan Simon, dia tidak berkata “Aku telah menemukan Mesias,” melainkan “Kami telah menemukan Mesias.” Di sini Andreas menunjukkan dirinya sebagai seorang saksi yang tidak berfokus pada dirinya sendiri melainkan bertujuan membawa orang lain kepada rahmat Allah di dalam Kristus.

Melalui Yohanes Pembaptis dan Andreas kita belajar mengenai panggilan untuk menjadi saksi. seorang saksi selalu memberi pengaruh positif bagi lingkungan sekitarnya, ia selalu terpanggil untuk menghadirkan rahmat Allah dan membawa orang lain di sekitarnya untuk hidup dalam rahmat Allah. Seorang saksi tidaklah berfokus untuk menonjolkan dirinya melainkan menempatkan dirinya sebagai hamba Allah. Dalam bacaan pertama seorang hamba bukanlah seorang yang dimuliakan atau yang dihormati melainkan orang yang dihinakan dan dijijikkan namun melaluinya Allah menyatakan rahmat-Nya. Seorang hamba dipanggil untuk menegakkan suku-suku Yakub menjadi terang bagi bangsa-bangsa dan menyatakan keselamatan Allah sampai ke ujung bumi.

Sebagai murid Kristus, kita pun diajak untuk merespons anugerah dan panggilan Allah itu dengan menyatakan kehadiran kita di tengah dunia yang membawa pemulihan dan pembaruan. Tugas gereja di tengah dunia tidak sekadar mengumpulkan orang-orang yang dipanggil Allah melainkan juga memperlengkapi orang-orang yang dipanggil itu untuk menjadi pedang yang tajam dan anak panah yang runcing yang siap diutus untuk melakukan pemulihan dan pembaruan serta menghadirkan perubahan kehidupan di tengah dunia dan masyarakat di sekitarnya.

Dalam konteks dunia sekarang ini, di mana tidak hanya ketidakadilan dan kebencian, tetapi juga krisis lingkungan hidup dan perubahan iklim menjadi realitas kita, rahmat Allah juga perlu dinyatakan tidak hanya kepada sesama manusia melainkan juga kepada seluruh ciptaan. Gereja perlu hadir di tengah pergumulan dan krisis kemanusiaan serta krisis lingkungan hidup yang terjadi di sekitarnya. Gereja berperan untuk menyatakan rahmat Allah kepada seluruh ciptaan serta membawa seluruh ciptaan untuk tinggal di dalam rahmat Allah itu. Gereja tidak bisa hanya berfokus pada dirinya sendiri, melanyani anggotanya, atau membangun gedung yang besar dan megah, tapi juga harus menjangkau lingkungan sekitarnya, masyarakat, bahkan alam semesta.

Di tengah ketidakadilan, penindasan, kebobrokan moral, kebencian, dan kekerasan, Gereja hadir untuk menyatakan rahmat Allah yang membela yang lemah, menyuarakan kebenaran, menebar kasih dan perdamaian. Di tengah ketidakpedulian akan kesejahteraan sesama dan kelestarian lingkungan hidup, serta rendahnya kesadaran masyarakat yang menyebabkan krisis sosial dan krisis lingkungan, gereja hadir untuk menyentak kesadaran dan mengajak untuk bergerak memperjuangkan keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan. Gereja adalah tangan, kaki, mulut, mata, dan telinga Kristus di dunia untuk menyatakan rahmat-Nya bagi semesta. Sebuah nyanyian dari abad ke-15 menyatakan demikian:

Kristus tidak memiliki tangan lagi,
Ia hanya memiliki tangan kita di dunia ini
untuk mengerjakan apa yang hari ini Ia ingin selesaikan.

Ia tidak memiliki kaki lagi,
Ia hanya memiliki kaki kita di dunia ini
untuk mencari sesama dan menolong pada jalan-Nya.

Kristus tidak memiliki mulut lagi,
Ia hanya memiliki mulut kita di dunia ini
untuk menghibur yang susah dan menyuarakan keadilan.

Ia tidak memiliki mata lagi,
Ia hanya memiliki mata kita di dunia ini
untuk melihat kesusahan orang lain dan menghiburnya.

Ia tidak memiliki telinga lagi,
Ia hanya memiliki telinga kita di dunia ini
untuk mendengarkan keluh kesah mereka yang datang kepada-Nya.

(ThN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar