Kamis, 23 Januari 2020

MELIHAT TANTANGAN SEBAGAI PELUANG


Minggu III Sesudah Epifani

Yesaya 9:1-4 Mazmur 27:1, 4-9 │ 1 Korintus 1:10-18 │ Matius 4:12-23

Juminten baru-baru ini menuntaskan kuliahnya di Washington, saat ini ia sedang bersiap diwisuda. Namun ada kegelisahan dalam hatinya, sehingga ia bergegas menjumpai dosen walinya. Disampaikanlah segala ke-galau-annya kepada sang dosen, “Bu, aku sangat galau mau diwisuda besok.” “Kenapa?” sahut dosennya, “Apakah karena orang tuamu tak dapat hadir?” “Bukan, bu, bukan karena itu.” “Lantas, mengapa menjelang wisuda justru kamu menjadi galau? Sementara saat bimbingan skripsi lalu, kamu begitu bergembira akan segera menyelesaikan studimu?” kata sang dosen. “Jadi begini bu, iya saya antusias menyambut situasi baru yang lebih luas dari ruang kelas kita, saya bergembira akan segera menerapkan teori-teori kekinian di lapangan, dan saya ini sudah di terima di sebuah start up yang sedang berkembang. Tapi bu…begini lho, di sana saya langsung diminta untuk menjalani approbation sebagai staff khusus direktur keuangan dan manajemen resiko. Itu suatu pekerjaan yang tak mudah kan bu!?” jawabnya dengan kegelisahan yang makin berkobar. Ibu dosen ini cukup bingung, namun memahami bahwa memang ada mahasiswa yang justru gelisah menjelang wisuda, bukan karena tak tahu masa depannya akan menjadi seperti apa, namun justru karena tahu ada tantangan besar di depan sana.

Tantangan memang senantiasa menghadirkan ketegangan bagi yang menghadapinya. Ketegangan antara rasa antusias dan rasa kuatir, sebab tantangan itu ada di depan, dan yang di depan selalu tak dapat sepenuhnya dipastikan.

Yesus Kritus, Tuhan kita pun menghadapi tantangan ketika Ia mengawali karya di Galilea. Sejak ayat 12 pun kita tahu bahwa Yesus menghadapi tantangan adanya penangkapan terhadap Yohanes Pembaptis oleh Herodes Antipas, sang penguasa, akibat pemberitaan yang dibuatnya, yakni, “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!”  Yesus memilih menyingkir. Akan tetapi nampaknya penyingkiran yang dilakukan Yesus bukan langkah menjauh jauh dari tantangan ditangkap oleh Herodes Antipas, sebab pada ayat 17, di saat penyingkiran itu, Yesus menyampaikan berita yang sama dengan Yohanes Pembaptis. Ya! Yesus menyuarakan yang sama! Tidakkah Ia menyingkir? Tidakkah Ia sedang menghindari kemungkinan untuk ditangkap oleh Herodes Antipas? Nyatanya Yesus menyingkir bukan untuk menghindar, namun sedang berjalan ke tepian Danau Galilea untuk melanjutkan karya-Nya mewartakan, “Bertobatlah dari dosa-dosamu, karena Allah akan segera memerintah sebagai Raja!” Yesus menyingkir ke Galilea untuk menghadapi tantangan sekalipun membahayakan diri-Nya.

Galilea itu daerah penuh tantangan bagi Yesus, dan Ia mengelilingi daerah penuh tantangan itu. Sebab Ia melihat tantangan itu sebagai peluang. Bagaimana tidak, Galilea adalah daerah yang dikenal paling subur di daratan Palestina. Kesuburan Galilea menjadi buah bibir orang-orang Timur Tengah Kuno. Kondisi tersebut membuat Galilea yang kecil menjadi daerah yang padat penduduk dan menjadi wilayah yang paling terbuka bagi hal-hal yang baru. Yosefus, seorang mantan Gubernur Galilea bahkan pernah menyatakan bahwa masyarakatnya adalah orang yang senang pada hal-hal baru dan bersedia berubah dan menyenangi hal-hal yang bersifat menghasut.

Maka Galilea adalah lahan yang memiliki peluang besar untuk diajak membarui diri, bertobat, bersiap menyambut Kerajaan Sorga, dimana Allah sendiri yang akan memerintah. Bisa kita bayangkan bahwa Yesus masuk ke galilea dengan menyuarakan ajakan perubahan dengan #saatnyaberubah #bertobatlahAllahsegeramemerintah. Yesus tidak memilih jalan sebagai Rambo dengan senjata yang menebarkan kengerian dan menimbulkan kerusakan. Yesus memilih aksi nyata, bak pendemo, yang mendemonstrasikan kehendak Allah bagi diri-Nya dan bagi umat manusia. Ia berdemonstrasi dengan mengajar dalam rumah-rumah ibadat, memberitakan Kerajaan Sorga, dan menyembuhkan orang yang menderita - sengsara. Yesus melakoninya dengan yakin, sebagaimana keyakinan pemazmur dalam Mazmur 27:6 yang yakin Allah membantunya menghadapi musuh-musuhnya.

Yesus melihat tantangan sebagai peluang, dan Ia mengajak kita “Mari, ikutlah Aku!” ingatlah bahwa ajakan ini berarti ajakan untuk berjalan di belakang-Nya. Berjalan di belakang-Nya mengandung arti mengiringi, menaati, mencintai, menyerahkan diri dan mengabdikan diri dengan segala akibatnya. Ya, menjadi pengikut Yesus dan berjalan di belakang Tuhan Yesus membuat hidup kita mau tidak mau akan berubah. Berjalan di belakang Yesus ke sana ke mari, melakukan ini dan itu, berjumpa dengan berbagai orang pastinya membuat kita akan terpesona melihat prioritas-Nya, keprihatinan-Nya, dan orientasi hidup-Nya, yang membuat kita pun belajar membarui hal yang perlu kita prioritaskan/utamakan, membarui hal yang kita prihatinkan, membarui arah hidup kita demi menjadi sesuai dengan prioritas, keprihatinan, dan arah hidup Yesus. Akan janggal bila kita berjalan dibelakang-Nya namun hidup kita masih sama saja. Akan janggal bila kita mengikut Yesus Kristus yang melihat tantangan sebagai peluang namun kita tetap meilhat tantangan sebagai hambatan yang merisaukan.

Yesus tak memberikan tuntutan, syarat, ketentuan, pun larangan bagi kita untuk melihat tantangan. Yesus hanya memberikan ajakan, berupa contoh bagaimana kita harus melihat tantangan di depan. Tempat kerja kita, lingkungan studi kita, gereja dan masyarakat sekitar kita akan tetap memiliki tantangannya tersendiri. Mungkin tantangannya akan makin luas, makin rumit, dan makin berat. Bentuknya bisa berupa kesempatan untuk melewati tantangan-tantangan di depan dengan jalan pendek: penipuan, korupsi, pemerasan, pemanfaatan ketidaktahuan orang lain, perselingkuhan ataupun kesempatan untuk meraih kekuasaan dengan berkompromi dengan penguasa-penguasa yang menindas dan tidak berpihak pada kepentingan orang banyak atau juga dengan mamanfaatkan kedudukan demi kenyamanan diri sendiri.

Tetapi jika kita sadar siapa yang di depan kita, bagaimana contoh yang diberikan-Nya, dan status kita sebagai pengikut-Nya, maka kita akan sadar Yesus tetap berjalan di depan kita, mengajak kita untuk berjalan terus bersama Dia, mengikuti cara-Nya melihat dan melewati tantangan sebagai peluang dengan gembira. Sebab tidak ada yang lebih menggembirakan daripada hidup setia pada Tuhan dan kehendak-Nya. Amin.
ypp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar