Minggu Biasa II
Yeremia 20:7-13 | Mazmur 69:7-10, 16-18 | Roma 6:1-11 | Matius 10:24-39
Dalam dunia perdagangan, para pedagang biasanya menawarkan dagangan
segala
kelebihan dan keunggulannya. Kecap manis asli, terbuat dari kedelai
hitam pilihan, yang ditanam dan dirawat dengan sepenuh hati. Tentu saja dengan
promosi-promosi yang menarik bagi pelanggan. Hampir tidak ada pedagang yang
menyatakan kelemahan dari dagangannya, misalnya dapat menyebabkan diabetes atau
asam urat serta mudah basi. Pelanggan pun pasti tidak tertarik dengan produk
yang mudah rusak atau yang berbahaya dan lain-lain. Dalam dunia pekerjaan pun
demikian. Ketika kita hendak melamar pekerjaan, pasti kita akan mencari
pekerjaan yang menjamin kesejahteraan, misalnya gaji yang tinggi,
tunjungan-tunjangan yang besar, fasilitas kantor yang memadai, hingga jaminan
kesehatan. Para pemberi kerja pun sering menggunakan kelebihan dari
pekerjaannya untuk menarik para pencari kerja.
Jika kita perhatikan, gereja pun sering menjadi seperti pemberi kerja
atau pedagang yang mempromosikan yang baik-baik dan menyenangkan dengan
janji-janji berkat atau surga untuk menarik banyak anggota jemaat. Gereja
sering lupa bahwa mengikut Yesus bukanlah soal hidup yang berlimpah berkat,
melainkan menjalani hidup sehari-hari dengan segala pegumulan dan tantangannya.
Jika membaca teks Injil Minggu ini, kita melihat Yesus memanggil murid-murid-Nya
tanpa iming-iming atau janji-janji surga dan berkat yang memikat. Ia bahkan
menjelaskan di bagian awal bahwa pekerjaan para murid ini penuh dengan bahaya. Mereka
seperti domba-domba yang diutus ke tengah-tengah serigala. Mereka akan dibenci
dan dianiaya karena Yesus, bahkan oleh keluarganya sendiri.
Pada ayat 34 Yesus bahkan mengatakan sesuatu yang berlainan dari yang
kita percayai. “Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang.” Bagaimana
mungkin Yesus yang selama ini kita yakini sebagai pembawa damai, mengklaim diri-Nya
datang bukan untuk membawa damai melaikan pedang. Tentu kita menolak pertanyaan
ini. Tapi jika kita perhatikan lebih lanjut, ayat 35 dan 36 berkaitan dengan ayat-ayat
sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa mengikut Yesus itu penuh dengan tantangan
yang berat, bahkan penolakan dari keluarga sendiri. Yesus mengatakan bahwa Ia
membawa pedang karena mengikut Dia dapat membuat pertentangan dalam keluarga
karena Yesus. Orang tua membenci dan menolak anak-anaknya yang mengikut Yesus. Kalangan
yang mempertahankan status quo akan
menolak dan membenci Yesus yang revolusioner dan orang-orang yang mendukung
serta mengikuti-Nya. Dengan demikian, mengikut Yesus bukanlah jalan yang mudah
dan enak. Karena itu Yesus bilang, jika seseorang mau mengikuti Dia, ia harus
mau memikul salibnya. Mengikut Yesus adalah memilih jalan salib.
Masalah yang sering terjadi adalah banyak orang Kristen yang mau mengikut
Yesus tapi tidak mau susah. Pdt. Eka Darmaputera menyebutnya sebagai Orang Kristen
Plus Minus. Orang-orang ini mau mengikut Yesus tapi ada plus atau minusnya. Ada
orang Kristen plus, yakni orang-orang yang mau mengikut Yesus tapi plus berkat
yang berlimpah, plus kekayaan dan jabatan, plus sehat tidak pernah sakit, plus
usaha yang berhasil. Ada juga orang Kristen minus, yakni orang-orang yang mau
mengikut Yesus dan melayani tapi minus penderitaan dan penganiayaan, minus
penyakit, minus sakit hati, minus yang susah-susah. Kita sering menjadi orang Kristen
yang plus minus. Mengikut Yesus hanya inign yang baik-baik, tapi tidak ingin
yang susah-susah. Yang lebih parahnya, ada gereja yang menggunakan plus minus
juga untuk mengajak orang ke gereja. “Kalau mengikut Yesus, kita dilimpahi
berkat, jadi kaya, lepas dari segala penyakit, usaha selalu berhasil,
dilepaskan dari kutuk dan hukuman.” Dan semua janji-janjil berkat lain, tapi
lupa menjelaskan segala penderitaan dan kesakitan yang pasti kita alami dalam
hidup ini.
Oleh karena itu, saat ini saya mau katakan: Mengikut Yesus itu berat. Bekerja
dan melayani bagi Kristus itu susah dan penuh tantangan. Kita mungkin akan
ditolak, bahkan oleh keluarga sendiri. Kita harus berusaha melakukan yang benar
dan bertindak jujur, sekalipun dunia di sekeliling kita penuh dengan kepalsuan.
Tetap menyuarakan kebenaran dan keadilan, membela yang yang tertindas dan
melawan penindasan, meskipun kita dipersekusi. Ada orang yang berusaha jujur
dalam pekerjaannya, tapi selalu dihambat atasnnya. Ada orang-orang yang membela
kesetaraan dan menolak diskriminasi, tapi dipersekusi dan dikriminalisasi. Ada orang
yang niatnya mencegah penularan covid dengan menghindari ibadah di rumah ibadah,
malah dibilang tidak beriman atau menghambat orang ibadah, lalu dipersekusi. Ada
banyak juga kasus lain di mana seseorang yang menyurakan kebenaran harus
berhadapan dengan kesulitan, tantangan, bahkan penganiayaan. Percaya kepada Yesus
dan melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya adalah sesuatu yang sangat berisiko,
bahkan bisa membuat nyawa kita terancam.
Dalam segala risiko itu, saat ini kita diajak untuk "tetaplah nyatakan kebenaran Kristus." Gereja
harus memutuskan untuk menyuarakan kebenaran Injil dengan segala konsekuensinya. Injil yang membawa kedamaian sejati kepada
mereka yang menderita, kepada mereka yang membutuhkan pemulihan, bagi mereka yang terpinggirkan, kepada mereka yang
tertindas. Gereja tidak boleh hanya berkutat dengan diriiya sendiri dan diam saja
ketika ada ketidakadilan atau ketika banyak orang sakit dan menderita. Gereja
tidak boleh menjadi tidak berdampak karena takut pada ancaman. Gereja yang
sejati adalah gereja yang menyuarakan kebenaran meskipun sulit. Gereja yang
mengatakan bahwa mengikut Yesus itu sulit sekalipun akan ditinggalkan banyak
orang. Gereja yang tidak memberi iming-iming dan janji surga tapi setia pada
pengutusan Yesus.
Mungkin ada yang bertanya, “Bagaimana kita bertahan jika mengikut Yesus
sesulit itu?” Saudara, Yesus memang tidak menjanjikan bahwa mengikut Dia akan
selalu senang. Ia bahkan mengatakan bahwa mengikut Dia penuh dengan kesulitan
dan ancaman yang menimbulkan ketakutan. Tapi Ia juga mengatakan “Janganlah kamu
takut.” Yesus tidak menyuruh kita untuk nekat lalu menantang bahaya. Yesus tahu,
murid-murid-Nya juga kita semua pasti takut ketika kita harus berkarya di
tengah ancaman. Tapi, di tengah ketakutan itu, percayalah pada penyertaan Allah.
Allah begitu memperhatikan umat-Nya, bahkan burung pipit pun Ia perhatikan. Karena
itu, di tengah ketakutan kita karena tantangan, ancaman, dan bahaya, serahkanlah
diri kita pada penyertaan Allah. Ia yang memampukan kita sebagai gereja untuk
tetap menyuarakan kebenaran sekalipun sulit, untuk terus berkarya membawa
kebaikan sekalipun di tengah penderitaan. Gereja harus terus menyuarakan
kebenaran karena Allah setia memelihara dan menyertai kehidupan kita. Amin.
(thn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar