Selasa, 30 Juni 2020

JANGAN TERUS MENENTANG




MINGGU BIASA


Matius 11:16-19, 25-30

Ada yang pernah berkata, bahwa yang paling menyakitkan bukan yang berasal dari luar diri kita, namun dari dalam diri, yaitu harapan. Harapan yang begitu berlebihan yang muncul dari dalam diri, bisa membuat seseorang terjatuh dalam kekecewaan dan depresi. Misalkan saja, seseorang yang akan berulang tahun Dia berharap akan mendapat surprise beserta kado-kado yang banyak, dan sudah membayangkan betapa bahagianya mendapat kado. Naas, tidak ada kejutan, tidak ada hadiah apapun. Kecewa pasti akan menyiksa batin. Harapan itu akan melukai orang itu, dan merusak hari bahagia itu sendiri. Seringkali, kita juga hidup dalam lautan harapan. Kita mengapung dan begitu menikmatinya. Tanpa sadar, kita bisa tenggelam ke dalamnya. Saking besarnya harapan, kita juga bisa menolak realita yang ada.

Harapan itu ada banyak, salah satunya harapan akan adanya penyelesaian atas sebuah masalah. Sebagai orang yang bergumul, kita menantikan sebuah solusi, dan seringkali solusi itu sudah terancang dengan begitu sempurna. Rancang bangun solusi itulah yang menjadi harapan. Haleluya Pujilah Khalik Semesta bila itu semua menjadi nyata, namun bagaimana jika semuanya meleset? Tentu akan sangat mengecewakan. Otomatis kita akan menentang kenyataan yang tidak sesuai keinginan kita.

Ketika kita sedang bergumul dalam permasalahan, tentu kita mengharapkan ada sebuah hiburan yang melegakan. Itulah sebabnya, salah satu ayat bacaan kita menjadi ayat favorit, yakni Matius 11:28 "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." Ayat ini begitu populer karena Yesus menjanjikan adanya sebuah kelegaan kepada setiap orang yang letih lesu dan berbeban berat. Ayat ini sering dibaca bahwa Yesus akan menyelesaikan segala permasalahan yang ada dan kita hanya tinggal ongkang-ongkang kaki. Apakah salah? Tidak sepenuhnya salah, namun ada yang harus ditinjau ulang. Kebiasaan mencintai sebuah ayat tanpa melihat keterkaitan dengan ayat lain akan membuat kita salah persepsi akan maksud Tuhan. Apakah Yesus akan memberi kelegaan? Iya, namun bukan berhenti di situ. Perhatikan ayat 29, ayat yang sering terlupakan, Matius 11:29 "Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan." Itulah lanjutan dari ayat 28 yang seringkali jadi ayat favorit. Kelegaan itu diberikan Yesus ketika kita bersedia memikul Kuk yang dipasang olehNya. ‘Kuk’ berasal dari kata ζυγός zugos {dzoo-gos'}, yang berarti (KBBI) kayu lengkung yang dipasang di tengkuk kerbau (lembu) untuk menarik bajak (pedati dan sebagainya). Banyak penafsir setuju, bahwa kuk yang dimaksud Yesus adalah kuk sepasang, yang berarti akan ada dua pihak yang menarik sesuatu secara bersamaan. Jika memang demikian, berarti Yesuslah yang mengenakan kuk yang satu, dan kita diajak mengenakan kuk lainnya, lalu menariknya secara bersamaan. Ternyata, inilah kelegaan yang dimaksudkan oleh Yesus di ayat 28. Bukankah memang demikian, kelegaan sejati bagi umat Allah adalah kesatuan dengan Sang Pencipta untuk menjalani segala sesuatu bersama-sama? Yesus menunjukkan kepribadian Ilahi yang siap menemani umatNya berjalan bersama, menarik sesuatu bersama, mengupayakan segala sesuatu bersama anak-anakNya. Ada dua hal yang bisa kita pelajari. Pertama, Yesus tidak ingin membiarkan kita bergumul sendirian. Kita tidak boleh berpikir bahwa segala sesuatu akan bisa kita lakukan sendiri. Bagaimanapun, Kristus adalah wujud dari kehadiran Allah dalam hidup kita. Kedua, sebaliknya, Yesus tidak ingin menyelesaikan masalah kita sendirian. Apakah karena Ia tidak baik kepada kita? Tidak, namun Yesus tidak ingin menjadikan kita murid-muridNya yang manja. Alfred Adler, seorang pakar psikologi dari Austria mengatakan bahwa “setiap anak yang dimanja akan menjadi anak yang penuh kebencian. Tidak ada kejahatan yang lebih besar dari memanjakan anak-anak”. Tentu Yesus menginginkan kita menjadi murid yang memiliki mentalitas pejuang yang penuh kesadaran bahwa Dia senantiasa beserta kita.

Jika kita memiliki gaya beriman seperti yang diharapkan Yesus, kita tidak akan terjebak pada harapan-harapan kita. Kita juga tidak akan menentang apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam kehidupan kita. Jika kuk itu dipakai bersamaan, berarti ada kesehatian, keselarasan dalam berjalan. Dia memperbolehkan kita meminta sesuatu dalam doa (lih. Matius 7:7-8), namun di sisi lain, Ia juga mengajarkan kita untuk selalu berserah pada kehendak Bapa (lih. Luk 22:42).

Dalam perikop sebelumnya, saking geramnya Yesus sampai bertanya dalam Matius 11:16 “dengan apakah akan kuumpakan angkatan ini?” Orang-orang pada saat itu menentang kehadiran Allah dalam diri Yohanes dan Yesus. Yohanes dengan gayanya sebagai pertapa yang eksentrik, disebut oleh mereka sebagai orang yang kerasukan setan. Yesus yang ikut makan dan minum seperti orang pada umumnya disebut pelahap dan peminum. Yesus menegur mereka tentang segala ekspektasi mereka akan kehadiran Allah. Sekali lagi, kita diajak untuk berhati-hati pada harapan kita akan hidup ini. Pertolongan Allah bisa jadi kita tolak mentah-mentah karena tak sesuai harapan kita. Kita cenderung menjadi orang yang terus menentang kenyataan yang terjadi.  Pertolongan Allah bisa muncul dalam cara apapun. Bisa saja Allah menolong dengan cara yang nampak kasar (seperti kepribadian Yohanes Pembaptis), atau nampak begitu ramah (seperti gaya Yesus). Kita diajak untuk peka terhadap pergumulan kehidupan ini. Kita tidak berjuang sendiri, atau Yesus melakukan semua sendiri, kita ada dalam kuk yang sama dengan Yesus. Kesadaran akan hal ini haruslah kita pelihara dalam hidup beriman kita.

Apakah kita mengingat, sebuah sajak terkenal, yang berjudul FOOTPRINTS? Sajak itu berkisah tentang mimpi seseorang yang berjalan di tepi pantai bersama Tuhan yang meninggalkan dua pasang jejak kaki di atas pasir pantai. Setelah beberapa saat, orang itu sadar, bahwa jejak kaki itu tak lagi dua pasang, namun hanya sepasang. Dia berdoa dalam hati, mengapa Tuhan meninggalkannya. Dan Tuhan menjawab, bahwa jejak kaki itu adalah jejak kaki Tuhan. Tuhan tidak meninggalkannya, namun justru menggendongnya. Sekilas, hal itu nampak romantis, namun bukan itu maksud Tuhan. Tuhan tidak ingin menggendong kita, dan kita bermalas-malasan. Bukan itu kelegaan yang diberikannya. Ia sediakan kuk untuk kita pakai, dimana Ia sudah lebih dulu memakai yang satunya. Untuk itulah Yesus katakana pada kita semua, Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.

Selamat berjalan bersama Yesus, dengan kuk yang enak dariNya. Tuhan memberkati.
ftp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar