Sabtu, 30 April 2022

KERAMAHAN YANG MENGGEMBALAKAN

Minggu Paskah III

KERAMAHAN YANG MENGGEMBALAKAN

 Yohanes 21:1-19

Ibu Bapak saudara yang terkasih, pernahkah kita memberi seseorang kesempatan untuk berubah (menjadi lebih baik)? Kita memberinya pengampunan yang membutuhkan pergumulan yang sangat berat. Kita meredam ego dan segala kemarahan, dan kita akhirnya dengan tulus mau mengampuni. Kita mengampuni, dan memeberinya saru lagi kesempatan untuk berubah. Namun naas, pada kenyataannya ia kembali melakukan hal yang sama. Apakah anda akan marah, atau tetap mengampuni dan bersikap ramah? Mungkin, ada di antara kita yang bahkan bisa mati rasa atau sudh tidak peduli lagi. Namun, bagaimana Firman Tuhan kali ini hendak mengajar kita? Kita renungkan bersama-sama.

Minggu ini, kita sudah memasuki minggu Paskah III. Seperti yang kita tahu, sebelum Yesus naik ke sorga, Ia berulang kali menampakkan diri kepada murid-muridNya selama 40 hari. Tentu, Yesus bertujuan untuk menguatkan dan mempersiapkan mereka. Sebagaimana yang sudah kita pahami, murid-murid ini begitu takut, kalut dan kebingungan ketika Yesus mati. Dan, teks bacaan kita saat ini merupakan salah satu peristiwa perjumpaan Yesus bersama para murid di tepi danau.

Bacaan kita, Yohanes 21:-1-19 berkisah tentang Yesus menjumpai mereka yang sedang mencari ikan bersama-sama. Yohanes 21:3 Kata Simon Petrus kepada mereka: "Aku pergi menangkap ikan." Kata mereka kepadanya: "Kami pergi juga dengan engkau.“ Apakah ibu bapak saudara menemukan keanehan dalam peristiwa ini? Ini adalah peristiwa aneh. Bukankah mereka sudah tahu kalau Yesus bangkit? Mengapa mereka tak bergegas melanjutkan tugas mereka? Ya, mungkin mereka sedang kebingungan dengan apa yang mereka alami. Namun, kita harus mengingat, Yesus sudah mengubah identitas mereka. Yesus pernah berkata kepada Petrus dalam Lukas 5:10, “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjadi penjala manusia”. Sang penjala manusia itu malah kembali menjadi penjala ikan. Bukankah hal ini aneh? Yesus sudah ditangkap, disiksa, menderita sampai mati, hingga akhirnya bangkit, namun mereka tidak berubah akan itu?

Ibu bapak suadara yang terkasih. Saya mengajak kita untuk membayangkan perasaan Tuhan Yesus. Ia sudah memberikan segalanya. Ia berikan nyawaNya, namun murid-muridNya kembali pada kehidupan mereka yang lama. Jujur saja, kalau saya tentu akan sangat kecewa. Kekecewaan itu bahkan bisa terlahir dalam sebuah ekspresi kemarahan. Namun, di sini kita melihat suatu hal yang indah. Yesus tetap menjadi Yesus. Iya. Yesus tetaplah Yesus. Ia adalah Sang Gembala yang setia dan ramah pada domba-dombaNya. Apakah ia kecewa? Kita tak tahu. Apakah sebenarnya Ia ingin marah? Menurut saya, itu wajar. Namun,  ia mengasihi mereka dan menyapa jiwa-jiwa mereka. Yesus adalah Allah yang selalu memberi kesempatan kepada anak-anakNya.

Ketika saya di awal bertanya mengenai kesempatan yang anda berikan bagi mereka yang sudah mengecewakan, apa jawab saudara? Namun, melalui peristiwa Yesus yang tetap mengasihi murid-muridNya, kita kembali diingatkan tentang bagaimana kita harus memberi kesempatan sekali lagi, dan sekali lagi, bagi siapapun untuk berubah menjadi lebih baik. Kenyataannya memang menyakitkan, namun Yesus adalah teladan yang membuat kita bisa melakukannya. Mengapa demikian? Mari kita renungkan, berapa kesempatan yang Tuhan Yesus berikan bagi kita untuk berubah menjadi peribadi yang lebih baik? Kalau saja Yesus sedikit saja tidak sabar, habis sudah kita! Tapi tidak. Iam yang memberi kesempatan bagi murid-muridNya, juga memberi kesempatan kepada kita. Untuk itu, maafkanlah. Ampunilah. Karena kita sudah diampuni olehNya. Reinhold Niebuhr pernah berkata, pengampunan adalah bentuk final dari cinta. Iya, ampunilah.

Kisah kedua, adalah mengenai percakapan yang intim antara Yesus dan Simon. Seperti yang kita tahu, perjumpaan Yesus dan Simon banyak dicatat secara khusus dalam Injil. Yesus sebagai Gembala dna Guru, sedangkan Simon menjadi murid yang reaktif. Ya. Perbincangan di sini dalam. Namun, marilah kita soroti bagaimana respon Yesus setiap Simon menjawab cintaNya kepada Yesus. Yesus katakan, “gembalaknlah domba-dombaKu” . Sederhana sekali. Namun,  inilah yang memang sudah menjadu sebuah keniscayaan ketika kita benar-benar mengasihi Yesus. Bila kita mengasihi Yesus, kita juga akan hadir selayaknya Yesus, yakni menjadi penggembala yang ramah. Penggembala yang mau mengampuni. Penggembala yang mau mencari dan menyembuhkan. Bunda Theresa pernah berkata, cinta tidak pernah bermakna bagi dirinya sendiri. Cinta harus diwujudkan dalam tidakan, dna itu adalah kasih. Iya, kita bisa berkata bahwa kita mengasihi Allah sampai bibir dan lidah kita kelelahan, namun bila tak mengasihi yang lain, apa arti ucapan itu?

Selamat menjadi penggembala yang ramah. Ampunilah. Kaishilah. Layanilah. Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar