Yohanes 20:19-31 | Kisah Para Rasul 5:27-32
Adakah diantara Ibu, Bapak,
Saudara yang memiliki trauma dalam hidup? Saya sendiri punya. Saat belajar
berenang di masa kanak-kanak, saya hampir tenggelam. Nampaknya ini begitu
membekas alias traumatis buat saya. Karena ada tingkah laku pasca trauma yang
saya miliki, yaitu menghindar kalau diajak berenang/ bermain di taman bermain
air/ waterboom. Begitulah sikap orang yang pernah mengalami kejadian traumatis,
ia akan menghindari hal-hal yang dapat mengingatkannya pada kejadian traumatis
dalam hidupnya.
Mengapa saya berbicara tentang
trauma? Ini dikarenakan para murid Yesus pasca penyaliban adalah murid-murid
yang memiliki trauma. Hal ini ditandai oleh keterangan dari Yoh 20:19 “Ketika
hari sudah malam pada hari pertama minggu itu berkumpullah murid-murid Yesus di
suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada
orang-orang Yahudi.” Tindakan berkumpul dalam sebuah tempat yang terkunci adalah
tindakan pasca trauma sebagai tanda mereka lari dari ketakutan, menutup diri
dan membangun perlindungan diri.
Apa trauma mereka? Disebutkan
bahwa mereka bersembunyi dan menghindari orang-orang Yahudi. Mereka trauma pada
sekumpulan orang yang meneriakkan penyaliban Yesus Kristus. Bagaimana tidak?
Mereka tentu menyaksikan, baik dari jarak dekat atau jauh, bagaimana Yesus
Kristus dianiaya, disalibkan dan mati. Nampaknya bukan hanya itu, mungkin saja
mereka ini menjadi mengurung diri karena diliputi kebingungan. Mereka bingung,
mengapa Yesus yang melakukan berbagai peristiwa Ajaib, misalnya menyembuhkan orang-orang
sakit, membangkitkan orang mati dan meneduhkan badai di Danau Genesaret, dieksekusi
oleh Romawi di atas salib.
Trauma ini nampaknya memang diharapkan
oleh Romawi agar para pengikut Yesus tidak melanjutkan karya Yesus yang kritis
terhadap ketidakadilan penjajag dan menjadi takut serta tunduk pada kekuasaan
Romawi.
Terhadap mereka yang bergumul dalam trauma ini Kristus bertindak.
- Kristus yang bangkit membawa damai sejahtera
Yesus paham
betul dengan keadaan dan mentalitas murid-murid-Nya. Mungkin Ia menyimpan
kekecewaan, tetapi kasih-Nya mengutamakan terjadinya pemulihan daripada
pemisahan. Oleh karena itu Yesus tidak menghardik tapi membagikan damai
sejahtera.
Tindakan Yesus
ini ibarat seorang guru yang menjumpai murid-murid yang memecahkan kaca sebuah
ruangan di sekolah. Lalu guru ini menanyakan: nak, apa kalian baik-baik saja? Yuk,
kita temukan solusinya bersama.
Hal ini nampaknya susah kita mengerti karena dunia sekitar kita seringkali bersikap sebaliknya. Dimana kekecewaaan diutamakan dan disampaikan dengan kemarahan yang meledak-ledak. Karena lelah meledak-ledak, akhirnya malah mengabaikan masalah yang sebenarnya harus diselesaikan.
- Kristus yang bangkit berbagi luka dan trauma
Bukan hanya hadir
menenangkan, Kristus yang bangkit menunjukkan tangan dan lambung-Nya untuk berbagi
luka dan trauma-Nya. Selain Yesus mau menujukkan fakta bahwa Ia sungguh bangkit
dengan tubuh jasmani. Kristus mau murid-murid-Nya mengetahui bahwa Kristus
tidak meninggalkan mereka namun turut menderita. Lebih jauh lagi, gerak Yesus
menunjukkan luka dan trauma membuat para murid-Nya belajar berani menerima
kenyataan bahwa hidup ini juga berisi derita selain sukacita. Dari sini kita
melihat bahwa Kristus yang bangkit bukan mau kita selalu optimis sampai abai
pada realita derita dan permasalahan. Masalah itu ada, luka dan trauma itu ada,
ayo dihadapi bersama jangan lari/ mutung.
Kristus memiliki alasan yang sama untuk bersembunyi / lari seperti para murid. Tapi Kristus memberikan alasan yang lebih kuat bagi para murid untuk menghadapi orang-orang Yahudi dan Romawi yang menyebabkan trauma. Alasannya adalah untuk memulihkan jiwa-jiwa yang terluka dan mengalami trauma. Ayo temui mereka yang mungkin sedang rapuh, sedang lari dari persoalan, dan menutup diri. Katakanlah bahwa mereka tak sendiri menjalani hidup dalam perjuangan.
- Kristus yang bangkit membagikan daya pemulihan
Kristus yang
bangkit itu tahu bahwa murid-murid-Nya suka kasi alasan; wah tapi realita terlalu
berat. Maka dihembusilah mereka dengan Roh Tuhan sebagai daya yang menopang.
Sekaligus otoritas untuk menyatakan ada pengampunan dan keselamatan dari Tuhan
Allah bagi orang berdosa yang mengakui kesalahannya. Hal ini penting untuk dimiliki
para murid, sebab kuasa pengampunan Kristus itulah yang membuat manusia tak
lagi kerasan hidup dalam dosanya dan ingin terus hidup dalam indahnya
kebenaran.
Tindakan Yesus ini berhasil memulihkan
murid-murid-Nya.
- Lihatlah dalam Yohanes 20:28, cerita tentang Tomas sebagai bagian dari murid yang traumatis, susah percaya dan menutup diri menjadi murid yang mengakui bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Allahku!
- Lihatlah pula Kisah Para Rasul 5:27-32, cerita tentang para murid yang semula takut pada orang-orang Yahudi menjadi berani memberi kesaksian di depan Sanhedrin (Mahkamah Agama Yahudi). Mereka menyikapi Imam Besar yang (dalam Kis 5:28) menegur "Dengan keras kami melarang kamu mengajar dalam Nama itu. Namun ternyata, kamu telah memenuhi Yerusalem dengan ajaranmu dan kamu hendak menanggungkan darah Orang itu kepada kami." Petrus mewakili para murid menjawab "Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia.” Mereka sanggup menjadi pemberani karena mereka berpegang pada kebenaran tentang fakta kebangkitan Yesus Kristus yang memulihkan.
Dengan demikian, sebagai
murid-murid-Nya yang sudah menerima damai sejahtera dan dipulihkan ada
kesempatan yang dianugerahkan bagi kita. Kita punya kesempatan untuk hadir
membawa damai sejahtera bagi sesama. Kita perlu berani terbuka membagikan luka
dan trauma demi memberi daya bagi mereka yang sedang bergumul dalam trauma.
Agar semua orang memiliki keberanian untuk pulih meski harus melewati pergumulan.
ypp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar