MINGGU PASKAH
Yesaya 65:17-25 │ Mazmur 118:1-2, 14-24 │ Kisah Para Rasul
10:34-43│ Lukas 24:1-12
Sejak 2016 DPR berinisiatif mengusulkan Rancangan Undang-Undang
Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau RUU TPKS dengan nama RUU Penghapusan
Kekerasan Seksual (RUU PKS). Dalam prosesnya, RUU ini sempat tersendat dan
menghadapi pro-kontra. Namun, pada 6 April 2022, Badan Legislatif DPR
menyetujui RUU TPKS disahkan sebagai UU TPKS. Tak sampai sepekan, DPR menggelar
rapat paripurna dengan agenda Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan atas
RUU TPKS. Selasa, 12 April 2022 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual resmi
disahkan Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini menjadi momentum bagi negara untuk
hadir bagi para korban kekerasan seksual. Memang perjalanan untuk
memperjuangkan penghapusan kekerasan seksual masih panjang. Oleh karenanya, dibutuhkan
komitmen semua pihak untuk mengimplementasikan undang-undang tersebut sangat
penting. (disadur dari https://www.kompas.id/baca/dikbud/2022/04/12/uu-tpks-disahkan-perjuangan-untuk-korban-masih-panjang,
terakhir diakses pada 13 April 2022)
Berita ini penting! Sebab jiwa dari UU TPKS adalah melindungi dan
memenangkan kehidupan. UU TPKS adalah harapan bagi kita yang hidup bersama
dengan banyaknya kasus kekerasan seksual yang menghadirkan dampak negatif bagi
korban serta lingkungan. Semoga angin segar ini bisa menghasilkan kehidupan
yang makin bermartabat, sesuai dengan martabat yang ditetapkan Allah bagi
setiap manusia.
Disahkannya UU TPKS ini sejiwa dengan berita kebangkitan Tuhan
Yesus Kristus. Kebangkitan Yesus Kristus adalah semangat bagi kehidupan yang
bermartabat. Bermartabat di sini khususnya mengenai terhapusnya segregasi
antara non-Yahudi dan Yahudi dan antara laki-laki dan perempuan. Bagaimana benang
merahnya? Mari kita baca kembali kisah Paskah dalam Injil Lukas 24:1-12.
Injil Lukas mencatat kehadiran para perempuan dalam peristiwa
kebangkitan (Lukas 24:10). Catatan ini penting, sebab dicatat dalam sebuah
masyarakat patriarki (dikuasai oleh/ lebih berorientasi pada laki-laki). Sebuah
masyarakat yang memandang perempuan lebih rendah martabatnya dari laki-laki. Sebagai
salah satu contohnya, dalam pencatatan sensus maupun dalam percakapan
sehari-hari, masyarakat saat itu cenderung menyebutkan jumlah anak laki-lakinya
saja. Selain itu, perempuan juga dianggap tak layak dipercaya sebab
perempuanlah yang menyebabkan masuknya dosa dalam kehidupan (bdk. 1 Timotius
2:14). Perempuan juga tidak boleh memberi kesaksian dalam pengadilan, karena
dianggap tak memiliki nilai kebenaran. Maka tak lazim seorang perempuan dicatat
sebagai saksi dari sebuah peristiwa bernilai dan penting. Catatan tentang para
perempuan dalam peristiwa kebangkitan kita dapat melihat bahwa Allah tetap
memandang perempuan sebagai sosok bernilai dan penting. Perempuan layak
dipercaya dan perkataannya adalah kebenaran.
Sebagian murid tidak sanggup melihat hal ini. Hanya Petrus yang
bereaksi atas kesaksian para perempuan yang sudah menyaksikan tanda kebangkitan
Yesus. Atas reaksi Petrus yang membuktikan kebenaran ucapan para perempuan – Petrus,
para murid, dan kita – saat ini menjadi tahu bahwa para perempuan itu adalah
saksi kebenaran. Kebenaran tentang suatu hal yang bernilai dan penting, yaitu
kebangkitan Yesus Kristus.
Kebangkitan Yesus sungguh adalah kemenangan untuk kehidupan. Ia
mengalahkan maut. Ia mengalahkan pula hal-hal yang berjiwa maut (mematikan
kehidupan) seperti segregasi gender dan kesukuan. Melalui kebangkitan-Nya semangat
untuk menghargai sesama manusia menjadi nyata. Hal ini terus hidup dalam
sejarah perkembangan umat percaya. Lihat saja Kisah Para Rasul 10:1 dan 34-43,
saat Kornelius – orang Italia/ orang asing nan kafir – mengalami pengalaman spiritual
dengan Yesus Kristus. Semula Petrus tak berkenan dengan Kornelius, namun Ia
disadarkan melalui mimpi bahwa “Allah tidak membedakan orang” (Kis.10:34).
Kedua hal di atas adalah jiwa berita Paskah. Paskah adalah
kemenangan untuk kehidupan! Saat kita meyakini bahwa Paskah adalah permulaan
hidup penuh damai sejahtera / syalom. Maka sesungguhnyalah damai
sejahtera itu juga berupa semangat hidup memanusiakan sesama manusia sesuai dengan
harkat-martabat yang telah ditentukan Allah. Bahkan damai sejahtera itu juga menyapa
seluruh ciptaan. Kemenangan Paskah memberi semangat agar manusia menghargai
martabat seluruh ciptaan sebagaimana Allah mencipta semesta ini.
Bila saat ini kita merayakan Paskah dengan penuh kegembiraan atas
anugerah kemenangan untuk kehidupan. Mari kita juga melihat kehidupan kita
kembali. Seberapa jauh kita yang sudah diberi kemenangan dalam hidup ini
memperjuangkan kemenangan untuk kehidupan sesama? Seberapa sering kita
membebaskan diri dan sesama dari perilaku yang menindas? Seberapa sering kita
membuat orang yang mengalami penindasan (emosional, spiritual, finansial, dan
seksual) terbebaskan oleh sikap hidup kita? Apakah ketika pasangan, orang tua, keluarga
dan sahabat sedang bersama-sama dengan kita merasa damai atau justru merasa ingin
melarikan diri?
Allah di dalam Yesus Kristus sudah membebaskan kita dari kuasa
maut. Allah memenangkan kita karena Ia mau kita menjadi bagian dari kemenangan
bukan bagian dari permasalahan dan penindasan. Dengan begitu Allah menunjukkan
bahwa hidup ini bukan hanya milik kita. Hidup ini adalah untuk dijalani dan
dimenangkan bersama. Allah ingin kita saling bergandengan tangan menanggung
beban.
Saat pandemi ini berjalan menuju endemi, marilah kita ambil
kesempatan ini untuk pulih bersama, bangkit bersama dan menang bersama. Amin.
ypp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar