Jumat, 16 Februari 2024

ALLAH YANG TAK INGKAR JANJI

Minggu I dalam Masa Prapaska

Kejadian 9:8-17; Mazmur 25:1-10; 1 Petrus 3:18-22; Markus 1:9-15



Pemilu memang sudah selesai, bahkan menurut perhitungan cepat (quick count), sudah ada capres-cawapres yang menang dalam satu putaran. Namun, mari kita me-review kembali masa kampanye lalu. Dalam kampanye capres-cawapres dan caleg, apa yang selalu dikumandangakn oleh mereka? Janji. Janji untuk memperjuangkan keadilan, kesejahteraan, serta kemajuan negara. Beberapa berjanji untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi; beberapa berjanji memperjuangakn hak rakyat kecil; beberapa berjanji mengadakan perubahan. Bahkan mungkin kita memilih karena janji-janji mereka ini. Namun, kita semua juga tahu bahwa janji politikus itu seperti air. Maksudnya bukan menyegarkan, tapi susah dipegang. Pengalaman berkata bahwa janji politikus itu sekadar janji saja. Kalau sudah menjabat, seringnya mereka lupa dengan janjinya. Janji selalu mengandung harapan. Orang yang diberi janji selalu berharap bahwa janji itu akan dipenuhi. Jadi, janji yang tidak ditepati itu sama saja dengan harapan palsu.

Syukurlah ada yang tidak pernah ingkar janji, yakni Allah kita. Pada bacaan pertama, Allah berjanji kepada Nuh dan keturuanannya bahwa Ia tidak akan memusnahkan bumi. Sebelumnya, Allah kecewa dengan manusia ciptaan-Nya yang jahat. Dengan segala cara manusia bertindak untuk menguasai sesamanya, bahkan melakukan kejahatan. Allah melihat bumi itu rusak akibat manusia yang menjalankan hidup yang rusak di bumi. Allah kemudian menghukum bumi dengan air bah karena kesalahan manusia.

Namun demikian, Allah tidak bisa tidak mengasihi. Dalam kemarahan dan kekecewaan-Nya pun, Ia masih memberi ruang belas kasihan. Karena itulah ia menyelamatkan Nuh beserta keluarganya, juga hewan-hewan. Mereka yang diselamatkan ini diharapkan dapat memulai kehidupan baru di bumi. Allah pun berjanji tidak akan memusnahkan bumi, tetapi menyelamatkannya. Itulah mengapa dalam perjanjian-Nya dengan Nuh, fokusnya bukan pada manusia, tetapi pada ciptaan. Misalnya, “Aku membuat perjanjian-Ku dengan kamu dan keturunanmu, dan dengan segala makhluk hidup…” (Kej 9:9-10); “Inilah tanda perjanjian yang Kuadakan antara Aku dan kamu serta segala makhluk hidup…” (Kej. 9:12); “Busur-Ku Kutaruh di awan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan bumi” (Kej. 9:13). Karena kasih-Nya, Allah mengikat janji-Nya untuk menyelamatkan dunia ini. Perjanjian Allah ini menegaskan bahwa meskipun kenyataan dunia ini tidak baik, akhir dunia bukanlah kehancuran melainkan pemulihan dan pembaruan dalam rengkuhan cinta kasih-Nya.

Janji keselamatan dan pembaruan inilah yang digenapi dalam kehadiran Yesus Kristus. Yesus adalah penggenapan janji Allah akan keselamatan dunia. Di dalam Dia, Allah menyelamatkan dunia ini, melalui karya pelayanan, sengsara, kematian, kebangkitan, dan kenaikan Kristus ke surga yang sama-sama akan kita hayati dan rayakan sepanjang Masa Raya Paska ini. Tidak sampai di situ, Kristus pun akan datang kembali untuk membarui dunia ini. Dalam menjalani karya keselamatan bagi dunia Yesus pun menerima janji Sang Bapa, yang telah kita lihat pada Minggu Pembaptisan Yesus dan Minggu Transfigurasi kemarin. "Engkaulah Anak-Ku yang terkasih, kepada-Mulah Aku berkenan" (Mrk. 1:11). Janji Bapa kepada Yesus adalah kasih dan perkenanan-Nya. Jadi, Yesus menjalani semua karya penyelamatan-Nya sampai kenaikan-Nya ke surga, bahkan kedatangan-Nya kembali, di dalam kasih dan perkenanan Allah. 

Kasih dan perkenanan Bapa itulah yang memampukan Yesus untuk menjalani panggilan-Nya. Ketika memulai pelayanan-Nya, Ia pun berhasil melawan godaan karena kasih dan perkenanan Allah itu. Yesus memulai pelayanan dengan berpuasa selama 40 hari di padang gurun –yang menjadi landasan kita menjalani puasa Prapaska. Di sana Ia dicobai dengan berbagai godaan. Injil Markus tidak merinci apa saja pencobaan iblis, tetapi Injil Lukas dan Injil Matius menyebutkan bahwa Yesus dicobai untuk mengubah batu menjadi roti, menjatuhkan diri dari bubungan bait Allah, dan diberikan seluruh kerajaan dunia jika sudah menyembah kepada iblis. Melalui ketiga pencobaan itu, Yesus tidak jatuh.

Dalam keadaan tubuh yang lemas setelah berpuasa 40 hari, pastinya Yesus sebagai manusia mengalami kelemahan dan rentan ketika dicobai; bukan hanya dengan kebutuhan dan kenikmatan, tetapi juga dengan pembuktian akan kasih dan perkenanan Allah. Ia tahu bahwa Allah menyertai-Nya, dan Ia tidak butuh pembuktian bahwa Ia dikasihi. Yesus tahu itu karena setelah pembaptisan-Nya, Allah menegaskan itu, "Engkaulah Anak-Ku yang terkasih. Kepada-Mulah aku berkenan" (Mrk. 1:11). Bahkan, setelah pencobaan itu, Yesus tetap menjalani semua karya-Nya, bahkan sengsara-Nya. Ia tidak lari dan menghindari penderitaan yang Ia hadapi, bahkan ketika Ia merasa ditinggalkan, karena Ia tahu bahwa Sang Bapa tak pernah meninggalkan-Nya. Kasih dan perkenanan Allah itulah yang menguatkan dan meneguhkan-Nya.

Saudara-saudari, janji selalu mengandung harapan. Orang yang diberi janji selalu berharap bahwa janji itu akan dipenuhi. Karena itu, berharap pada janji Allah itu mendatangkan kekuatan bagi umat-Nya. Hidup kita sebagai orang percaya didasari pada pengharapan akan janji Allah yang akan merengkuh kita ke dalam persekutuan abadi bersama-Nya kelak; janji keselamatan dan pembaruan bagi selutuh ciptaan. Itulah yang memotivasi kita untuk terus berkarya dalam kehidupan kita di tengah dunia. Sebagaimana Yesus yang setia menjalani panggilan-Nya, bahkan penderitaan dan kematian, kita pun berharap pada janji Allah dan janji itulah yang memampukan kita untuk setia menjalani panggilan kita di dunia ini. Harapan akan janji keselamatan itulah yang memotivasi kita untuk terus bergerak, berkarya, bertindak, menghadirkan karya kealamatan Allah dalam hidup kita sehari-hari, melalui cinta kasih, kepedulian, pertobatan, pengampuanan, pemulihan, keadilan, dan perdamaian. Amin.
(ThN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar