Sabtu, 10 Februari 2024

KEMULIAAN DALAM SOLIDARITAS TANPA BATAS

 

(Minggu Transfigurasi)

2 Raja-raja 2 : 1 - 12; Mazmur 50 : 1 - 6; 2 Korintus 4 : 3 - 6; Markus 9 : 2 - 9

 

Saudara, di masa serba individualis ini banyak orang malas dan enggan untuk memilih hidup bersama orang lain dalam semangat solidaritas. Itu sebabnya di masa kini, kasih dan kepedulian pada sesama seringkali menjadi hal langka dan mahal. Dalam kondisi dunia yang serba individualis ini, kita justru diajak untuk kembali memiliki semangat solidaritas kepada sesama.

 

Hal ini terlihat dari sikap Elisa kepada Elia dalam bacaan pertama di kitab 2 Raja-raja 2 : 1 - 12. Diceritakan, dalam perjalanan yang dilakukan oleh Elia dan Elisa dari Gilgal, Elia sempat berpesan kepada Elisa supaya tetap tinggal sebab Elia harus melakukan perjalanan selanjutnya seperti yang dikehendaki Tuhan kepadanya, yakni dari Gilgal ke Betel. Namun sekalipun diminta tinggal, kala itu Elisa justru merespon, Demi TUHAN yang hidup dan demi hidupmu sendiri, aku tidak akan meninggalkan engkau.

 

Bukan hanya sekali Elia berpesan demikian, karena setelah tiba di Betel, Yerikho dan di sungai Yordan Elia berpesan hal yang sama kepada Elisa. Namun berkali-kali Elia berpesan supaya Elisa tetap tinggal, berkali-kali juga Elisa menolak untuk tinggal dan tetap mengikuti Elia ke manapun Elia pergi. Pertanyaannya, mengapa Elisa tidak mengikuti apa yang disampaikan Elia? Tentu bukan karena Elisa tipe keras kepala, suka membangkang dan tidak dengar-dengaran. Tapi apa yang dilakukan oleh Elisa adalah sebagai bentuk solidaritas Elisa kepada Elia.

 

Pertanyaannya mengapa Elisa bertindak sebegitunya kepada Elia? Mengapa sekalipun ia punya peluang untuk istirahat di satu tempat dan berleha-leha tapi ia tetap melanjutkan perjalanan dengan Elia? Jawabannya lagi dan lagi adalah karena solidaritas (KBBI: bersifat mempunyai atau memperlihatkan perasaan bersatu, senasib dan rasa setia kawan) Elisa kepada Elia.

 

Tapi mengapa Elisa harus bertindak solider kepada Elia? Karena Elisa mengenal Elia. Ia mengenal Elia sebagai abdi Allah. Namun bukan hanya itu, Elisa juga tahu kondisi Elia. Bahwa Elia kala itu diperintahkan Tuhan ke beberapa tempat dalam kondisinya sudah tua. Sehingga untuk melakukan perjalanan yang panjang, jauh dan melelahkan itu Elia tentu tidak dapat melakukannya sendiri. Ia butuh didampingi. Ia butuh kawan dalam perjalanan. Di tambah lagi dalam bacaan diungkapkan sudah jadi rahasia umum bahwa Elia akan diangkat oleh Tuhan (ay. 3 dan 5). Kalimat ini bermakna ambigu karena ada yang mengartikannya sebagai kematian Elia. Ada juga yang mengartikan sebagai kemuliaan yang diterima Elia. Ada pula yang mengartikannya secara harafiah karena terkait dengan apa yang tertulis dalam ay. 11.

 

Dalam berbagai tafsiran, Elisa dalam ketidakpahamannya akan kondisi Elia berusaha untuk tetap solid, dekat dan menjadi kawan dalam perjalanan. Oleh karena itu dalam semangat solidaritasnya, Elisa bukan hanya mengenal tetapi juga bersedia untuk mendampingi Elia ke manapun ia diutus Tuhan untuk pergi.

 

Bahkan solidaritas yang ditunjukkan oleh Elia begitu tanpa batas. Karena sekalipun ia ikut lelah, ia tahu resiko yang harus ia hadapi. Ia tetap menunjukkan sikap solidernya kepada Elia. Apa yang dilakukan oleh Elisa apakah berdampak? Ya. Apa yang ia lakukan dengan mengetahui dan menemani Elia sebagai bentuk solidaritasnya mendapat kemuliaan yang bukan sebatas dari orang-orang yang melihat betapa setianya Elisa kepada Elia. Tapi akhirnya ia mendapat kemuliaan dalam solidaritasnya yang tanpa batas dari Allah.

 

Saudaraku dari bacaan pertama kita belajar bahwa solidaritas itu mendatangkan kemuliaan yang didapat Elisa dari Allah. Hal ini pun sejalan dengan apa yang diungkapkan pemazmur dalam Mazmur 50 yang menceritakan dalam kondisi dunia yang jauh dari keadilan, Allah datang dan tidak berdiam diri (ay. 3) tapi Ia datang untuk mengadili umatNya sebab Allah sendirilah Hakim. Bahkan apa yang Allah lakukan dipersaksikan oleh langit yang memberitakan keadilan Allah. Apa yang Allah lakukan sebagai bentuk solidaritasnya kepada umatNya.

 

Bukan hanya dalam Perjanjian Lama, karena dalam Perjanjian Baru di Injil Markus pun diungkapkan tentang bagaimana Allah solider kepada manusia melalui proses transfigurasi (trans: perubahan; figur: gambar/rupa). Mungkin apa yang terjadi pada Yesus di atas gunung yang terlihat oleh Petrus, Yohanes dan Yakobus adalah hal yang bagi kita biasa. Namun sesungguhnya ini adalah sebuah titik awal Yesus memperkenalkan Allah dalam diriNya yang siap menderita bagi umatNya. Sebab minggu depan kita akan memasuki Minggu Prapaskah (minggu sengsara).

 

Saudaraku, apakah dengan mengetahui bahwa solidaritas sesungguhnya membuat manusia tergerak untuk hidup solider juga dengan Tuhan dan sesama? Ternyata belum tentu. Sebab dalam bacaan kedua, 2 Kor. 4 : 3 - 6 memberi gambaran bahwa ada juga orang-orang yang ternyata sudah diberitakan Injil tetap menutup diri dari Injil sebab mereka tidak percaya bahkan enggan untuk melakukan firman dengan hidup solider dengan Tuhan dan sesama. Dampaknya? Bukannya hidup dalam kemuliaan Allah, mereka justru akan binasa.

 

Saudara dengan demikian, apa yang menjadi pesan firman Tuhan di minggu Transfigurasi ini?

1. Milikilah semangat solidaritas tanpa batas dalam kehidupan sehari-hari kepada orang-orang di sekitar kita

2. Ingatlah bahwa memiliki solidaritas tanpa batas bukan dilakukan dari kita, oleh kita dan untuk kita. Tapi kita lakukan karena sejak awal solidaritas itu sudah dimulai oleh Allah untuk kita umatNya dan perlu kita teruskan kepada sesama

3. Biarlah melalui tindakan solidaritas tanpa batas kepada sesama yang kita lakukan, kita mendapat kemuliaan sejati yang berasal dari Allah.

 

Tuhan memuliakan kita semua. Amin. (mc)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar