Jumat, 27 Desember 2019

BERDAMAI DENGAN KESULITAN


Minggu I sesudah Natal

Yesaya 63:7-9 Mazmur 148 Ibrani 2:10-18 │ Matius 2:13-23

Dari akun youtube Fiersa Besari saya belajar bahwa pendaki gunung harus mempersiapkan berbagai hal untuk sampai di puncak, salah satunya adalah mengenali medan dan jalur pendakian mereka. Akan makin mudah bila kita akan mendaki Gunung Semeru, salah satu gunung tertinggi di Jawa yang indah nan terkenal. Sebab sudah pasti ada jalur pendakian utama menuju puncak. Jalan itu tentu sering dilewati dan tampak berupa jalan di antara pohon-pohon tumbang, nampak tanda ada jurang berbahaya, bisa melalui tepi air terjun yang hangat, ataupun jalan setapak di hutan belantara. Jalannya mudah dikenali sehingga sulit ditemukan kasus orang tersesat karena tak tahu jalan.

Bisa kita menyebut kondisi ini sebagai keadaan yang tenang karena sudah ada “jalan dominan”. Perlahan atau cepat orang sampai ke puncak. Tentu godaan menjelang puncak bisa datang berupa keletihan yang sangat, kaki keram dan bisa saja berputus asa sehingga memilih menyerah. Namun, pendaki yang berjiwa tangguh akan sampai ke puncak, bahkan bisa menjadi pelopor bagi yang lain untuk mencapai puncak bersama.

Keindahan mendaki dan di puncak gunung itu ternyata sangat mungkin bertemu dengan kejadian di luar dugaan saat kaki melangkah untuk pulang. Jalan menuju pulang yang tadinya dilewati untuk naik ke atas tiba-tiba terhempas badai besar dan tertimpa longsoran lumpur. Semua orang yang berada di kawasan puncak berpindah posisi, menepi sambil mencari jalan alternatif untuk pulang. Di saat itulah terjadi yang dinamakan keadaan terputus atau diskontinuitas. Telah terjadi pergeseran situasi kondisi dari perjalanan yang tenang dan nyaman tadi. Semua orang menjadi kebingungan, suasana menjadi kalut, sebab kalau ada jalan tembus baru, maka jalannya pastui belum terbentuk dan muaranya pun belum tentu titik awal pendakian. Mengejutkan bagi kita menghadapi kondisi-kondisi perubahan mendadak, sebab keadaannya menjadi jauh dari dugaan maupun bayangan kita sebelumnya.

Allah yang menunjukkan belas kasih dengan lahir ke dunia adalah sebuah perubahan mengejutkan bagi dunia. Dunia sudah punya konsep, bayangan tertentu tentang keadaannya disertai harapan-harapan khusus di hari depan, yakni hadirnya Mesias. Mesias yang mereka puji dan puja harus bebas dari kekotoran dunia, sebab Ia kudus, mulia dan berkedudukan tinggi. Sehingga bila Ia hadir maka pengawalan kelas wahid harus diterapkan agar tak ada mengganggu dan mengotori. Dengan kata lain mereka menantikan pertolongan dari Allah berupa Mesias yang berjarak, istimewa dan tak boleh menderita sebab Ia berkuasa membebaskan umat dari derita. Itulah “jalan dominan” Mesias mereka. Di tengah keadaan itulah Yesus Kristus hadir mendisrupsi konsep Mesianik zaman itu. Yesus menolak dinobatkan sebagai pemimpin nasional yang akan memimpin umat ke kemenangan politik. Yesus menolak cobaan yang menawarkan jabatan raja yang jaya, yang berisi pameran kuasa mujizat dan ketaatan pada kuasa-kuasa Iblis dunia ini.
Yesus memilih Jalan yang berbeda, Ia tak dapat disangkal adalah Mesias, namun Mesias yang Menderita. Sebab itulah cara yang dikehendaki-Nya untuk menunjukkan belas kasihNya.

Melalui penderitaan Allah Menunjukkan Belas KasihNya dengan dua tujuan:

1. Menjadi pelopor/prototipe hidup damai di tengah penderitaan
Untuk jadi mesias dengan kekuasaan politik sebenarnya relatif mudah, yaitu dengan memberikan banyak janji palsu kepada orang-orang yang putus asa. Menjanjikan kepada mereka banyak makanan, jalan-jalan yang aman dari gangguan penggusuran, dan kehidupan yang damai. Tetapi mesias politik dengan kuasa yang dipegangnya sering tidak mampu memegang janji-janji demikian. Dengan sangat segera warga-nya akan sadar bahwa setiap orang dapat menjadi tahanan politik, penjara-penjara penuh dengan orang-orang yang didakwa bekhianat, dan bahwa janji palsu dicekokkan agar mereka telan sebagai kebenaran yang tak terbantah.

Sedihnya, dunia mencari mesias politik dan siap memberikan kuasa dan wibawa. Tetapi Allah mencari mesias-mesias yang menderita. Saat ini banyak pejuang-pejuang kebenaran yang menderita di berbagai belahan dunia, Israel, Mesir, Perancis, Brazil, Amerika Serikat, Cina, dan Indonesia. Namun tidak hanya itu, Allah tak hanya mencari tetapi di dalam Yesus Kristus Ia menjadi mesias yang menderita. Sebab Mesias yang menderitalah yang dapat menjanjikan suatu masa depan baru dan memebrikan suatu kehidupan baru melalui salib dan kebangkitan-Nya. Hanya Mesias yang menderitalah yang dapat mempertahankan cahaya kebenaran, kasih dan keadilan tetap bersinar dalam kegelapan dunia penuh dusta, pemerasan, dan kebencian.

Ia telah menjadi pelopor, kita harusnya meneladan hidup sebagai orang tua yang bekerja keras demi memenuhi hak anak mendapat pendidikan namun tak lupa memberi waktu memelihara ikatan kasih dengan anggota keluarga, lelah? Ya itulah pengurbanan berlandas belas kasih. Yesus telah menjadi pelopor, maka teladanilah dalam hidup pelayanan dengan siap bergerak lebih banyak, mendengarkan dan mendampingi mereka yang sakit/berduka sekalipun mungkin tak dapat lampu sorot/diketahui oleh teman jemaat yang lain. Kalau engkau melayani dalam kebaktian/persekutuan, teladanilah kemerendahan Kristus, lihatlah mimbar/panggung ini sebagai altar bagimu mempersembahkan talenta dan dirimu.

2. Menjadi teman seperjalanan Berdamai dengan Kesulitan
Sebab Ia tahu, bahwa para murid kerap gagal paham atau kurang paham dan tak jarang gagal. Ia mengerti benar kita manusia itu sebagaimana para murid-Nya yang terbungkus pengharapan-pengharapan kemuliaan yang melampaui penderitaan di depan. Sehingga Ia mau menemani kita, mengingatkan terus menerus bahwa penderitaan yang dialami Sang Mesias bukan demi diri-Nya, tetapi demi orang banyak, untuk orang-orang Yahudi, benar, tapi juga untuk orang-orang Yunani sampai Indonesia yang bebal. Penderitaan Yesus Kristus membuat Allah tersedia bagi umat manusia dan memampukan mreka menjadi bagian dari misteri keselamatan. Penderitaan Allah haruslah menjadi tempat di mana orang-orang dari manapun juga dapat saling mengakui yang lain sebagai sesama peziarah yang membutuhkan kuasa penyelamatan Allah. Menjadi manusia berarti menderita, dan Allah sangat tahu itu.

Dan Penderitaan menjadi tempat Allah dan manusia bertemu. Tempat semua orang – raja, imam, orang miskin, dan pelacur – menemukan diri sebagai manusia yang lemah dan fana dan membutuhkan kasih Allah yang menyelamatkan. Yesus Kristus hadir sebagai perwujudan nyata kasih Allah itu dengan menjadi sahabat orang-orang berdosa, makan bersama dengan mereka, berbincang dengan mereka, bahkan sempat meminta bantuan mendapatkan air. Allah menjadi dekat bagi para pendosa yang saat itu berjauhan dengan Allah akrena tuntutan dan persyaratan agama masa itu. Meskipun Yesus menjalani hidup dnegan standar kesucian yang begitu tinggi, bahkan melampaui kesucian orang-orang se-zaman-Nya, namun Ia menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dengan segala pergumulannya.

Ia menolong mereka dengan berkata “Marilah kepada-Ku, … pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah kepadaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan bebanKu pun ringan.” – Mat. 11:16-19, 28-30. Ayat ini dikatakan bukan oleh mesias politik tapi mesias yang menderita, maka itu janji sahabat yang tahu persis persoalan, kegalauan dan kelemahan kita, maka hendaknya undangan itu menggerakkan hati kita dan mendorong kita kepada pertobatan dan berdamai dengan kesulitan.

ypp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar