Minggu I sesudah Natal
Yesaya
63:7-9 │ Mazmur 148 │ Ibrani
2:10-18 │ Matius 2:13-23
Dari akun youtube Fiersa Besari
saya belajar bahwa pendaki gunung harus mempersiapkan berbagai hal untuk sampai
di puncak, salah satunya adalah mengenali medan dan jalur pendakian mereka. Akan
makin mudah bila kita akan mendaki Gunung Semeru, salah satu gunung tertinggi
di Jawa yang indah nan terkenal. Sebab sudah pasti ada jalur pendakian utama
menuju puncak. Jalan itu tentu sering dilewati dan tampak berupa jalan di
antara pohon-pohon tumbang, nampak tanda ada jurang berbahaya, bisa melalui tepi
air terjun yang hangat, ataupun jalan setapak di hutan belantara. Jalannya
mudah dikenali sehingga sulit ditemukan kasus orang tersesat karena tak tahu
jalan.
Bisa kita menyebut kondisi ini
sebagai keadaan yang tenang karena sudah ada “jalan dominan”. Perlahan atau
cepat orang sampai ke puncak. Tentu godaan menjelang puncak bisa datang berupa
keletihan yang sangat, kaki keram dan bisa saja berputus asa sehingga memilih
menyerah. Namun, pendaki yang berjiwa tangguh akan sampai ke puncak, bahkan
bisa menjadi pelopor bagi yang lain untuk mencapai puncak bersama.
Keindahan mendaki dan di puncak
gunung itu ternyata sangat mungkin bertemu dengan kejadian di luar dugaan saat kaki
melangkah untuk pulang. Jalan menuju pulang yang tadinya dilewati untuk naik ke
atas tiba-tiba terhempas badai besar dan tertimpa longsoran lumpur. Semua orang
yang berada di kawasan puncak berpindah posisi, menepi sambil mencari jalan alternatif
untuk pulang. Di saat itulah terjadi yang dinamakan keadaan terputus atau diskontinuitas.
Telah terjadi pergeseran situasi kondisi dari perjalanan yang tenang dan nyaman
tadi. Semua orang menjadi kebingungan, suasana menjadi kalut, sebab kalau ada
jalan tembus baru, maka jalannya pastui belum terbentuk dan muaranya pun belum
tentu titik awal pendakian. Mengejutkan bagi kita menghadapi kondisi-kondisi
perubahan mendadak, sebab keadaannya menjadi jauh dari dugaan maupun bayangan
kita sebelumnya.
Allah yang menunjukkan belas
kasih dengan lahir ke dunia adalah sebuah perubahan mengejutkan bagi dunia.
Dunia sudah punya konsep, bayangan tertentu tentang keadaannya disertai
harapan-harapan khusus di hari depan, yakni hadirnya Mesias. Mesias yang mereka
puji dan puja harus bebas dari kekotoran dunia, sebab Ia kudus, mulia dan
berkedudukan tinggi. Sehingga bila Ia hadir maka pengawalan kelas wahid harus
diterapkan agar tak ada mengganggu dan mengotori. Dengan kata lain mereka
menantikan pertolongan dari Allah berupa Mesias yang berjarak, istimewa dan tak
boleh menderita sebab Ia berkuasa membebaskan umat dari derita. Itulah “jalan
dominan” Mesias mereka. Di tengah keadaan itulah Yesus Kristus hadir mendisrupsi
konsep Mesianik zaman itu. Yesus menolak dinobatkan sebagai pemimpin nasional
yang akan memimpin umat ke kemenangan politik. Yesus menolak cobaan yang
menawarkan jabatan raja yang jaya, yang berisi pameran kuasa mujizat dan
ketaatan pada kuasa-kuasa Iblis dunia ini.
Yesus memilih Jalan yang berbeda,
Ia tak dapat disangkal adalah Mesias, namun Mesias yang Menderita. Sebab itulah
cara yang dikehendaki-Nya untuk menunjukkan belas kasihNya.
Melalui penderitaan Allah
Menunjukkan Belas KasihNya dengan dua tujuan:
1. Menjadi
pelopor/prototipe hidup damai di tengah penderitaan
Untuk jadi
mesias dengan kekuasaan politik sebenarnya relatif mudah, yaitu dengan
memberikan banyak janji palsu kepada orang-orang yang putus asa. Menjanjikan
kepada mereka banyak makanan, jalan-jalan yang aman dari gangguan penggusuran,
dan kehidupan yang damai. Tetapi mesias politik dengan kuasa yang dipegangnya
sering tidak mampu memegang janji-janji demikian. Dengan sangat segera
warga-nya akan sadar bahwa setiap orang dapat menjadi tahanan politik,
penjara-penjara penuh dengan orang-orang yang didakwa bekhianat, dan bahwa
janji palsu dicekokkan agar mereka telan sebagai kebenaran yang tak terbantah.
Sedihnya, dunia
mencari mesias politik dan siap memberikan kuasa dan wibawa. Tetapi Allah
mencari mesias-mesias yang menderita. Saat ini banyak pejuang-pejuang kebenaran
yang menderita di berbagai belahan dunia, Israel, Mesir, Perancis, Brazil,
Amerika Serikat, Cina, dan Indonesia. Namun tidak hanya itu, Allah tak hanya
mencari tetapi di dalam Yesus Kristus Ia menjadi mesias yang menderita. Sebab
Mesias yang menderitalah yang dapat menjanjikan suatu masa depan baru dan
memebrikan suatu kehidupan baru melalui salib dan kebangkitan-Nya. Hanya Mesias
yang menderitalah yang dapat mempertahankan cahaya kebenaran, kasih dan
keadilan tetap bersinar dalam kegelapan dunia penuh dusta, pemerasan, dan
kebencian.
Ia telah menjadi
pelopor, kita harusnya meneladan hidup sebagai orang tua yang bekerja keras
demi memenuhi hak anak mendapat pendidikan namun tak lupa memberi waktu
memelihara ikatan kasih dengan anggota keluarga, lelah? Ya itulah pengurbanan
berlandas belas kasih. Yesus telah menjadi pelopor, maka teladanilah dalam
hidup pelayanan dengan siap bergerak lebih banyak, mendengarkan dan mendampingi
mereka yang sakit/berduka sekalipun mungkin tak dapat lampu sorot/diketahui
oleh teman jemaat yang lain. Kalau engkau melayani dalam kebaktian/persekutuan,
teladanilah kemerendahan Kristus, lihatlah mimbar/panggung ini sebagai altar
bagimu mempersembahkan talenta dan dirimu.
2. Menjadi
teman seperjalanan Berdamai dengan Kesulitan
Sebab Ia tahu,
bahwa para murid kerap gagal paham atau kurang paham dan tak jarang gagal. Ia
mengerti benar kita manusia itu sebagaimana para murid-Nya yang terbungkus
pengharapan-pengharapan kemuliaan yang melampaui penderitaan di depan. Sehingga
Ia mau menemani kita, mengingatkan terus menerus bahwa penderitaan yang dialami
Sang Mesias bukan demi diri-Nya, tetapi demi orang banyak, untuk orang-orang
Yahudi, benar, tapi juga untuk orang-orang Yunani sampai Indonesia yang bebal.
Penderitaan Yesus Kristus membuat Allah tersedia bagi umat manusia dan
memampukan mreka menjadi bagian dari misteri keselamatan. Penderitaan Allah
haruslah menjadi tempat di mana orang-orang dari manapun juga dapat saling
mengakui yang lain sebagai sesama peziarah yang membutuhkan kuasa penyelamatan
Allah. Menjadi manusia berarti menderita, dan Allah sangat tahu itu.
Dan Penderitaan menjadi
tempat Allah dan manusia bertemu. Tempat semua orang – raja, imam, orang
miskin, dan pelacur – menemukan diri sebagai manusia yang lemah dan fana dan
membutuhkan kasih Allah yang menyelamatkan. Yesus Kristus hadir sebagai
perwujudan nyata kasih Allah itu dengan menjadi sahabat orang-orang berdosa,
makan bersama dengan mereka, berbincang dengan mereka, bahkan sempat meminta
bantuan mendapatkan air. Allah menjadi dekat bagi para pendosa yang saat itu
berjauhan dengan Allah akrena tuntutan dan persyaratan agama masa itu. Meskipun
Yesus menjalani hidup dnegan standar kesucian yang begitu tinggi, bahkan
melampaui kesucian orang-orang se-zaman-Nya, namun Ia menjadi bagian dari
kehidupan sehari-hari dengan segala pergumulannya.
Ia menolong mereka
dengan berkata “Marilah kepada-Ku, … pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah
kepadaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat
ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan bebanKu pun ringan.” – Mat.
11:16-19, 28-30. Ayat ini dikatakan bukan oleh mesias politik tapi mesias yang
menderita, maka itu janji sahabat yang tahu persis persoalan, kegalauan dan
kelemahan kita, maka hendaknya undangan itu menggerakkan hati kita dan
mendorong kita kepada pertobatan dan berdamai dengan kesulitan.
ypp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar