Minggu Adven III
Yesaya 35:1-10 | Mazmur 146:5-10 | Yakobus 5:7-10 | Matius 11:2-11
Yesaya 35:1-10 | Mazmur 146:5-10 | Yakobus 5:7-10 | Matius 11:2-11
Minggu
ini kita memasuki Minggu Adven ketiga, Minggu Gaudete atau
Sukacita. Banyak gereja ataupun umat yang sudah mulai memasang pohon terang,
mungkin sudah mendekorasi rumahnya dengan kemeriahan Natal. Di beberapa gereja,
lilin yang dinyalakan pun adalah lilin berwarna merah muda/rose, campuran
dari warna ungu (simbol Adven) dan warna putih (simbol Natal). Warna merah muda
melambangkan sukacita di tengah penantian, karena kita sudah separuh jalan. Ada
sukacita di tengah penantian karena sebentar lagi kita akan merayakan Natal
dengan sukacita yang lebih besar, sukacita karena kelahiran Sang Imanuel.
Akan
tetapi, pada Minggu Sukacita ini kita justru disuguhkan kisah tentang
keragu-raguan, kisah putus asa seorang Yohanes Pembaptis yang berada di dalam
penjara. Seruan pertobatan yang dikumandangkan Yohanes ternyata menggerakkan rakyat, bahkan berpotensi menimbulkan
revolusi,
sehingga membahayakan kedudukan Herodes
sebagai raja boneka Romawi. Selain itu, Yohanes juga pernah mengecam keras perkawinan Herodes dengan Herodias,
istri dari saudara tiri Herodes. Itulah yang membuat Herodes memanjarakan
Yohanes. Dalam
penjara, Yohanes menerima kunjungan para muridnya yang memberitakan kepadanya tentang Yesus. Kepada
murid-muridnya ini jugalah Yohanes menyampaikan keragu-raguan dan menitipkan
pertanyannya kepada Yesus, “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami
menantikan orang lain?”
Minggu
lalu kita melihat bagaimana Yohanes dengan semangat berkobar-kobar menyatakan “Ia yang datang kemudian dari padaku lebih
berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya” (Mat. 3:11). Saat ini, kisah melompat jauh ke dapan dan berbalik
180 derajat. Yohanes tidak lagi berseru-seru di padang gurun, melainkan
mendekam dalam pejara yang gelap dan sempit. Ia tidak lagi berseru dengan
lantang, melainkan terdiam dalam pertanyaan yang berkecamuk. Ia mulai meragu,
dan dalam keragu-raguannya ia mulai mempertanyakan apakah Yesus adalah
benar-benar Mesias yang dinantikan itu. Yohanes yang tadinya dipenuhi keyakinan
sekarang mengalami keragu-raguan. Dalam keadaan yang tertekan dan menderita di
dalam penjara, sepertinya Yohanes pun meragukan pandangannya mengenai Mesias
selama ini. Ia membayangkan Mesias yang memegang kapak untuk menebang pohon,
yang membaptis dengan Roh Kudus dan api, yang mungkin ia bayangkan seperti
layaknya orang Yahudi pada umumnya yakni Mesias yang datang dengan kekuatan dan
kekuasaan untuk melaan penjajahan.
Ternyata
Yesus yang ditunjuknya sebagai Mesias tidaklah seperti gambarannya. Mesias yang
harusnya berjuang dengan kekuatan bersama orang-orang yang revolusioner, Mesias
yang seharusnya bisa diandalkan dan dibanggakan, malah bergaul dengan
orang-orang buangan dalam masayarakat; melayani orang-orang lemah dan tidak
berdaya. Dan tepat seperti itulah jawaban Yesus kepada murid-murid Yohanes,
“… orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir,
orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin
diberitakan kabar baik.” Apa yang Yesus lakukan ternyata sudah dinubuatkan Nabi
Yesaya pada masa lalu, “Pada waktu itu mata orang-orang buta akan dicelikkan,
dan telinga orang-orang tuli akan dibuka … orang lumpuh akan melompat
seperti rusa, dan mulut orang bisu akan bersorak-sorai” (Yes. 35:5-6). Di
sinilah Yesus menyatakan penggenapan nubuat itu. Yesus adalah Mesias bagi yang
lemah dan terpinggirkan.
Pada
Minggu Adven ke-3 ini, saat sukacita semakin terasa karena mendekati kedatangan
Kristus, Firman Tuhan justru menunjukkan kita penderitaan, kegelisahan, dan
keragu-raguan seorang Yohanes Pembaptis. Nyatanya, beberapa psikolog dan
psikiater justru semakin semakin sering melayani konseling ketika mendekati
libur Natal. Ternyata mendekati akhir tahun banyak orang yang mengalami
kegelisahan, stres berat, depresi, putus asa, bahkan berpotensi bunuh diri.
Jangan-jangan
pertanyaan Yohanes Pembaptis, “Engkaukah yang akan datang itu atau
haruskah kami menantikan orang lain?” juga adalah pertanyaan kita. Mungkin saja
saat ini kita diliputi keragu-raguan akan Mesias sang penyelamat ketika banyak
masalah dalam hidup kita; ketika biaya hidup meningkat dan kebutuhan semakin
banyak; ketika kita mengalami sakit keras dan harus terbaring lemah; ketika
kita gagal dalam ujian semester atau usaha menjadi sepi pelanggan; ketika kita
dimarahi habis-habisan olah atasan di kantor atau justru harus di-PHK; ketika
rumah tangga kita mengalami guncangan entah karena masalah komunikasi atau
masalah ekonomi; ketika dunia ini semakin porak-poranda dan kebencian mengusai;
ketika di sana-sini terjadi kemiskinan, kelaparan, peperangan, terorisme, dan
bencana alam. Dalam keadaan seperti ini, mungkin kita bertanya-tanya, “Apakah
Kristus yang kita nantikan adalah benar Kristus yang akan membarui segala
sesuatu?” “Diakah yang akan datang itu atau haruskah kita menantikan
orang lain?”
Sebenarnya
kita bisa menimbang apakah pertanyaan Yohanes Pembaptis itu adalah pertanyaan
keragu-raguan atau pertanyaan iman? Pertanyaan itu didasari oleh spekulasi atau
introspeksi? Oleh kekecewaan atau oleh pemahaman yang baru bahwa jangan-jangan
kehendak Allah tidak selalu sesuai dengan apa yang ia harapkan? Dari sini kita
pun bisa menilai pertanyaan-pertanyaan kita akan Allah. “Engkaukah yang akan
datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?” menjadi pertanyaan untuk
menyatakan kegamangan kita terhadap segala sesuatu yang terjadi. Pertanyaan itu
juga menjadi introspeksi bagi diri kita sendiri, apakah kita menantikan Allah
atau hanya menantikan apa yang kita inginkan dari Allah. Dan yang terutama
ialah pertanyaan itu menjadi ekspresi penantian dan pengharapan kita di tengah
segala kesulitan hidup.
Pada
Minggu Adven ke-3 ini, biarlah pertanyaan Yohanes juga menjadi pertanyaan kita.
Bertanyalah bukan untuk menjawabnya atau mencari solusinya, melainkan untuk
terus menanti, berpengharapan, dan pada saatnya mengagumi jawaban Allah.
Sebagaimana jawaban Yesus kepada Yohanes, “… berbahagialah orang yang
tidak menjadi kecewa dan menolak Aku,” demikianlah kita di tengah segala
kesulitan dan penderitaan hidup terus berpegang pada pengharapan kita dan
berbahagia karena tidak menjadi kecewa dan menolak-Nya. Maranata! (ThN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar