Rabu, 25 Desember 2019

MENYATAKAN KEMULIAAN ALLAH

Yesaya 52 : 7 - 10; Mazmur 98; Ibrani 1 : 1 - 12; Yohanes 1 : 1 - 14 

Saudaraku yang terkasih dalam Tuhan, ada sebuah kisah tentang seorang ayah dan putranya yang berusia sekitar 5 tahun yang sedang belajar bermain piano selama 1 bulan. Suatu waktu, di kota tempat mereka tinggal. Datang seorang pianis yang sangat terkenal yang akan membuat sebuah konser. Karena ketenarannya, dalam waktu singkat tiket konser telah terjual habis. Untunglah sang ayah sempat membeli 2 buah tiket pertunjukan, untuk dirinya dan anaknya.
Pada hari pertunjukan, satu jam sebelum konser dimulai, semua kursi telah terisi penuh. Sang ayah dan putranya duduk bersampingan. Dan seperti anak-anak pada umumnya, anak ayah ini tidak betah duduk diam terlalu lama. Tanpa sepengetahuan ayahnya, ia menyelinap pergi. Ketika lampu gedung mulai diredupkan, sang ayah terkejut menyadari bahwa putranya tidak ada di sampingnya. Ia lebih terkejut lagi ketika melihat anaknya berada di atas panggung pertunjukan, dan sedang berjalan menghampiri piano yang akan dimainkan pianis yang terkenal itu.
Si anak didorong oleh rasa ingin tahu dan tanpa takut, ia pun duduk di depan piano dan mulai memainkan sebuah lagu yang sederhana, twinkle-twinkle little star. Operator lampu sorot pun terkejut mendengar adanya suara piano. Ia mengira bahwa konser telah dimulai tanpa aba-aba terlebih dahulu, dan ia langsung menyorotkan lampunya ke tengah panggung. Seluruh penonton terkejut melihat yang berada di atas panggung bukan sang pianis, tapi hanyalah seorang anak kecil.
Sang pianis yang mendengarkan bunyi piano dari balik panggung, pun langsung segera masuk ke atas panggung dan melihat anak tersebut. Namun sang pianis tidak marah, ia tersenyum dan berkata, “Teruslah bermain” dan sang anak yang mendapat ijin itu, meneruskan permainannya. Sang pianis lalu duduk di samping anak itu dan mulai bermain mengimbangi permainan anak itu. Ia mengisi semua kelemahan permainan anak itu dan akhirnya tercipta suatu komposisi permainan yang sangat indah. Bahkan mereka seakan menyatu dalam permainan piano tersebut.
         Ketika mereka berdua selesai, seluruh penonton menyambut dengan meriah, karangan bunga dilemparkan ke tengah panggung. Tapi si anak jadi besar kepala, pikirnya, “ya ampun, baru belajar piano sebulan saja sudah disoraki seperti ini!” Ia lupa bahwa yang disoraki oleh penonton adalah sang pianis yang duduk di sebelahnya, mengisi semua kekurangannya dan menjadikan permainannya sempurna.
Saudaraku yang terkasih, dari ilustrasi ini kita mau berkaca. Apakah kita seperti anak kecil tadi? Yang menganggap diri kita hebat, bisa ini itu, bisa pelayanan, bisa kerja, dan menganggap kesuksesan dan kebisaan kita karena jerih lelah kita, dan akhirnya terjebak dan jatuh pada kemuliaan diri kita sendiri. Padahal kita bukan apa-apa.
Saudaraku, di Injil Yohanes 1 mencatat hal-hal yang besar dan mulia yang dilakukan Allah. Dan tidak bisa dicopy paste oleh manusia.  
1.   Ay. 1 Firman yang adalah Allah sendiri telah menjadi manusia.
Ia Allah yang tadinya abstrak menjadi Allah yang nyata dan dikenal.
Ia tadinya tak terjangkau menjadi dekat dengan manusia.  

2.   Ay. 3 menyatakan Ia adalah Allah Sang Creator (Pencipta) yang menjadikan segala sesuatu dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Ia bukan membuat sesuatu dari yang sudah ada (recreation/daur ulang). Tetapi Ia membuat sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada.

3.   Ay. 4 – 5 Ia adalah Allah yang memberi hidup dan memberi terang keselamatan dan pengharapan dalam kehidupan manusia yang gelap dan penuh dosa. Dan kegelapan itu tidak menguasainya. Ia menjadi Allah yang bebas sekaligus membebaskan. Ia menjadi Allah yang tegas, tak bisa dikendalikan namun memberi terang dan harapan.  

Saudaraku yang terkasih, memang Injil Yohanes adalah Injil yang unik karena injil ini tidak berbicara secara spesifik tentang kelahiran Yesus seperti di Injil Matius dan Lukas. Tapi kalau kita perhatikan dari 3 hal saja yang dinyatakan dalam bacaan kita hari ini, memperlihatkan betapa Allah kita begitu mulia, Allah begitu hebat. Allah begitu wow karena Ia Allah yang melampui semua dimensi waktu. Ia yang mencipta, menyertai, menyelamatkan dan memberi pengarapan dalam hidup manusia (dari kegelapan dan dosa).
Dalam bacaan, di mana posisi manusia? Posisi kita dimana? Tentu tidak setara dengan Allah. Posisi manusia hanya yang diciptakan. Sama dengan ciptaan yang lain. Oleh Karena itu, yang seharusnya dan sepantasnya dimuliakan bukan manusia, bukan ciptaan yang lain, bukan diri kita, bukan kebisaan, kesuksesan, apa yang kita raih. Tapi seharusnya yang kita nyatakan adalah kemuliaan Allah. Yang kita wartakan dan saksikan adalah kemuliaan Allah bukan  kemuliaan diri kita sendiri. Karena kita tanpa Allah hanya butiran debu. Kita tanpa Allah nothing. Tetapi karena Allah kita menjadi something. Karena Allah itu everything
Kalau diibaratkan, kita ini dalam bacaan seperti Yohanes Pembaptis. Namun kita Yohanes kekinian yang bertugas untuk menjadi pemberita – saksi tentang terang. Tapi kita bukan terang itu. Karena terang yang sejati adalah Allah Kristus Tuhan kita yang lahir dan menebus dosa kita yang tak layak diampuni.
Saudaraku yang terkasih, oleh karena itu berita natal untuk setiap kita adalah jika kita adalah seorang ayah, ibu, anak, kakak, adik, cucu, oma, opa, saudara. Jika kita adalah seorang karyawan, bos, ibu rumah tangga, wanita karir, siswa maupun mahasiswa. Jika kita adalah hamba-hamba Tuhan yang melayani di gereja “nyatakanlah kemuliaan Allah (bukan kemuliaan diri) dalam kehidupan kita dalam pikiran, tutur kata dan perbuatan keseharian kita. Apapun peran kita di dunia ini.”
Saudaraku yang terkasih, Mahatma Gandhi mengatakan “Jika kehidupan orang Kristen dalam teladan Kristus, seluruh dunia akan menjadi Kristen.” Apakah seluruh dunia sekarang sudah menjadi kisten? Belum. Yang ditekankan Gandhi tentu bukan untuk membuat orang Kristen melakukan Kristenisasi di mana-mana. Tetapi ia mengkritisi, kalau banyak orang Kristen, berKTP/Id Kristen bertahun-tahun tetapi tidak meneladani Kristus dalam keseharian hidupnya. Lihat saja, begitu banyak orang Kristen yang korupsi, tukang pukul, tukang jelekkin orang, penyebar hoax, dll. Oleh karena itu, menyatakan kemuliaan Allah dengan meneladani sikap Yesus adalah PR untuk semua orang. Ini tugas setiap kita setiap hari bukan hanya di momen natal ini.
Tapi saya percaya, ada juga yang sudah dan terus menyatakan kemuliaan Allah dalam kehidupannya. Salah 1 contoh adalah Grezia Ephifany seorang penyanyi religi cilik asal Indonesia yang terlahir dalam keadaan tdak bisa melihat dunia (tuna netra) karena selaput di matanya dan keadaan ini membuatnya tidak bisa melihat seumur hidupnya. Walaupun dalam keterbatasannya dia diberi talenta bisa benyanyi dan bermain piano dan meskipun dia tidak bisa melihat, dia masih bisa menyatakan kemuliaan Allah. Hal ini terlihat dari sepenggal lirik lagunya “Walau KutaK Dapat melihat”

Walau ku tak dapat melihat semua rencanaMu.
Tuhan namun hatiku tetap memandang padaMu, Kau tuntun langkahku.
Walau ku tak dapat berharap atas kenyataan hidupku,
namun hatiku tetap memandang padaMu.
Kau ada untukku.

          Jika Grezia bisa, tentu kita juga bisa. Selamat Natal. Selamat mengingat kembali akan kemuliaan Allah dan selamat berjuang untuk menyatakan kemuliaan Allah dalam keseharian kehidupan yang kita jalani. Amin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar