Yesaya 52 : 7 - 10;
Mazmur 98; Ibrani 1 : 1 - 12; Yohanes 1 : 1 - 14
Saudaraku yang
terkasih dalam Tuhan, ada sebuah kisah tentang seorang ayah dan putranya yang
berusia sekitar 5 tahun yang sedang belajar bermain piano selama 1 bulan. Suatu
waktu, di kota tempat mereka tinggal. Datang seorang pianis yang sangat
terkenal yang akan membuat sebuah konser. Karena ketenarannya, dalam waktu
singkat tiket konser telah terjual habis. Untunglah sang ayah sempat membeli 2
buah tiket pertunjukan, untuk dirinya dan anaknya.
Pada
hari pertunjukan, satu jam sebelum konser dimulai, semua kursi telah terisi
penuh. Sang ayah dan putranya duduk bersampingan. Dan seperti anak-anak pada
umumnya, anak ayah ini tidak betah duduk diam terlalu lama. Tanpa sepengetahuan
ayahnya, ia menyelinap pergi. Ketika lampu gedung mulai diredupkan, sang ayah terkejut
menyadari bahwa putranya tidak ada di sampingnya. Ia lebih terkejut lagi ketika
melihat anaknya berada di atas panggung pertunjukan, dan sedang berjalan
menghampiri piano yang akan dimainkan pianis yang terkenal itu.
Si
anak didorong oleh rasa ingin tahu dan tanpa takut, ia pun duduk di depan
piano dan mulai memainkan sebuah lagu yang sederhana, twinkle-twinkle
little star. Operator lampu sorot pun terkejut mendengar adanya suara piano.
Ia mengira bahwa konser telah dimulai tanpa aba-aba terlebih dahulu, dan ia
langsung menyorotkan lampunya ke tengah panggung. Seluruh penonton terkejut
melihat yang berada di atas panggung bukan sang pianis, tapi hanyalah seorang
anak kecil.
Sang
pianis yang mendengarkan bunyi piano dari balik panggung, pun langsung segera
masuk ke atas panggung dan melihat anak tersebut. Namun sang pianis tidak
marah, ia tersenyum dan berkata, “Teruslah bermain” dan sang anak yang mendapat
ijin itu, meneruskan permainannya. Sang pianis lalu duduk di samping anak itu
dan mulai bermain mengimbangi permainan anak itu. Ia mengisi semua kelemahan
permainan anak itu dan akhirnya tercipta suatu komposisi permainan yang sangat
indah. Bahkan mereka seakan menyatu dalam permainan piano tersebut.
Ketika
mereka berdua selesai, seluruh penonton menyambut dengan meriah, karangan bunga
dilemparkan ke tengah panggung. Tapi si anak jadi besar kepala, pikirnya, “ya
ampun, baru belajar piano sebulan saja sudah disoraki seperti ini!” Ia lupa
bahwa yang disoraki oleh penonton adalah sang pianis yang duduk di sebelahnya,
mengisi semua kekurangannya dan menjadikan permainannya sempurna.
Saudaraku
yang terkasih, dari ilustrasi ini kita mau berkaca. Apakah kita seperti anak
kecil tadi? Yang menganggap diri kita hebat, bisa ini itu, bisa pelayanan, bisa
kerja, dan menganggap kesuksesan dan kebisaan kita karena jerih lelah kita, dan
akhirnya terjebak dan jatuh pada kemuliaan diri kita sendiri. Padahal kita
bukan apa-apa.
Saudaraku,
di Injil Yohanes 1 mencatat hal-hal yang besar dan mulia yang dilakukan Allah.
Dan tidak bisa dicopy
paste oleh manusia.
1. Ay.
1 Firman yang adalah
Allah sendiri telah menjadi manusia.
Ia
Allah yang tadinya abstrak menjadi Allah yang nyata dan dikenal.
Ia
tadinya tak terjangkau menjadi dekat dengan manusia.
2. Ay.
3 menyatakan Ia adalah Allah Sang Creator (Pencipta) yang
menjadikan segala sesuatu dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi
dari segala yang telah dijadikan. Ia bukan membuat sesuatu dari yang sudah ada (recreation/daur
ulang). Tetapi Ia membuat sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada.
3. Ay.
4 – 5 Ia adalah Allah yang memberi hidup dan memberi terang keselamatan dan
pengharapan dalam
kehidupan manusia yang gelap dan penuh dosa. Dan kegelapan itu tidak
menguasainya. Ia menjadi Allah yang bebas sekaligus membebaskan. Ia menjadi
Allah yang tegas, tak bisa dikendalikan namun memberi terang dan harapan.
Saudaraku
yang terkasih, memang Injil Yohanes adalah Injil yang unik karena injil ini
tidak berbicara secara spesifik tentang kelahiran Yesus seperti di Injil Matius
dan Lukas. Tapi kalau kita perhatikan dari 3 hal saja yang dinyatakan dalam
bacaan kita hari ini, memperlihatkan betapa Allah kita begitu mulia, Allah
begitu hebat. Allah begitu wow karena Ia Allah yang melampui semua dimensi waktu.
Ia yang mencipta, menyertai, menyelamatkan dan memberi pengarapan dalam hidup
manusia (dari kegelapan dan dosa).
Dalam
bacaan, di mana posisi manusia? Posisi kita dimana? Tentu tidak setara dengan
Allah. Posisi manusia hanya yang diciptakan. Sama dengan ciptaan yang lain.
Oleh Karena itu, yang seharusnya dan sepantasnya dimuliakan bukan manusia,
bukan ciptaan yang lain, bukan diri kita, bukan kebisaan, kesuksesan, apa yang
kita raih. Tapi seharusnya yang kita nyatakan adalah kemuliaan Allah. Yang kita
wartakan dan saksikan adalah kemuliaan Allah bukan kemuliaan diri
kita sendiri. Karena kita tanpa Allah hanya butiran debu. Kita tanpa Allah nothing. Tetapi
karena Allah kita menjadi something. Karena
Allah itu everything.
Kalau
diibaratkan, kita ini dalam bacaan seperti Yohanes Pembaptis. Namun kita
Yohanes kekinian yang bertugas untuk menjadi pemberita – saksi tentang terang.
Tapi kita bukan terang itu. Karena terang yang sejati adalah Allah Kristus
Tuhan kita yang lahir dan menebus dosa kita yang tak layak diampuni.
Saudaraku
yang terkasih, oleh karena itu berita natal untuk setiap kita adalah jika kita
adalah seorang ayah, ibu, anak, kakak, adik, cucu, oma, opa, saudara. Jika kita
adalah seorang karyawan, bos, ibu rumah tangga, wanita karir, siswa maupun
mahasiswa. Jika kita adalah hamba-hamba Tuhan yang melayani di gereja
“nyatakanlah kemuliaan Allah (bukan kemuliaan diri) dalam kehidupan kita dalam
pikiran, tutur kata dan perbuatan keseharian kita. Apapun peran kita di dunia
ini.”
Saudaraku
yang terkasih, Mahatma Gandhi mengatakan “Jika kehidupan
orang Kristen dalam teladan Kristus, seluruh dunia akan menjadi Kristen.” Apakah
seluruh dunia sekarang sudah menjadi kisten? Belum. Yang ditekankan Gandhi
tentu bukan untuk membuat orang Kristen melakukan Kristenisasi di mana-mana.
Tetapi ia mengkritisi, kalau banyak orang Kristen, berKTP/Id Kristen
bertahun-tahun tetapi tidak meneladani Kristus dalam keseharian hidupnya. Lihat
saja, begitu banyak orang Kristen yang korupsi, tukang pukul, tukang jelekkin
orang, penyebar hoax, dll. Oleh karena itu, menyatakan kemuliaan Allah dengan
meneladani sikap Yesus adalah PR untuk semua orang. Ini tugas setiap kita
setiap hari bukan hanya di momen natal ini.
Tapi
saya percaya, ada juga yang sudah dan terus menyatakan kemuliaan Allah dalam
kehidupannya. Salah 1 contoh adalah Grezia Ephifany seorang penyanyi religi cilik asal Indonesia
yang terlahir dalam keadaan tdak bisa melihat dunia (tuna netra) karena selaput
di matanya dan keadaan ini membuatnya tidak bisa melihat seumur hidupnya. Walaupun
dalam keterbatasannya dia diberi talenta bisa benyanyi dan bermain piano dan
meskipun dia tidak bisa melihat, dia masih bisa menyatakan kemuliaan Allah. Hal
ini terlihat dari sepenggal lirik lagunya “Walau KutaK Dapat
melihat”
Walau ku tak dapat
melihat semua rencanaMu.
Tuhan
namun hatiku tetap memandang padaMu, Kau tuntun langkahku.
Walau
ku tak dapat berharap atas kenyataan hidupku,
namun hatiku tetap
memandang padaMu.
Kau ada untukku.
Jika Grezia bisa, tentu kita juga
bisa. Selamat Natal.
Selamat mengingat kembali akan kemuliaan Allah dan selamat berjuang untuk
menyatakan kemuliaan Allah dalam keseharian kehidupan yang kita jalani. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar