Minggu Adven III
Yesaya 61 : 1 – 4, 8 – 11; Mazmur 126; 1 Tesalonika 5 : 16 – 24; Yohanes 1 : 6 – 8, 19 – 28
Lilin adven ketiga dinyalakan di minggu
ini sebagai simbol menanti dengan sukacita. Sukacita karena sebentar lagi perayaan
natal akan tiba. Ketika momen setahun sekali ini akan dirayakan oleh hampir seluruh
gereja-gereja di seluruh dunia, semua orang menyambutnya dengan rasa syukur,
sukacita dan acapkali jadi menjadi momen super sibuk. Sibuk bukan hanya karena
banyak deadline di akhir tahun.
Tetapi juga sibuk mempersiapkan natal
dengan dekorasi rumah, memasang pohon natal, menyiapkan tukar kado natal,
membuat kue natal, menyiapkan baju natal dan lain sebagainya. Hal itu mendatangkan
sukacita untuk kita semua, bukan? Tapi yang perlu kita tanyakan kembali dan
sadari adalah apakah semua-muanya yang kita lakukan dan kita siapkan benar-benar
untuk Dia, Tuhan yang telah lahir untuk kita? atau hanya untuk aku (kita)
semata? Dalam semua bacaan minggu ini, kita
diajak untuk melihat kembali tentang Dia.
Dalam bacaan pertama, Yesaya menyampaikan
kabar yang mendatangkan sukacita untuk Sion, umat Allah. Kabar sukacita itu
bukan karena perbuatan Yesaya, bukan juga karena perbuatan nabi-nabi yang lain.
Tetapi perbuatan Dia, Tuhan yang mengurapinya dan mengutusnya untuk
menyampaikan kabar baik kepada orang-orang yang sengsara, remuk, tertawan dan
terkurung. Kabar baik dari Allah ini membawa penghiburan kepada semua orang.
Berita baik dari Allah ini pun membuat orang-orang
yang sedang terpuruk pada masa itu untuk bangun atau bangkit kembali, sebab mereka masih punya pengharapan dan Dia Sang Sumber Pengharapan. Bukan hanya dalam bacaan
pertama yang mengisahkan betapa hebatNya Allah itu. Karena dalam nyanyian ziarah
yang ditulis oleh pemazmur, juga mengungkapkan pemulihan keadaan Sion yang
hanya didapat
hanya dari Tuhan.
Ketika situasi penuh sulit dan penuh derai air mata, Allah bukan meninggalkan mereka. Gusti
ora sare - Allah tidak
tidur. Ia melakukan perkara yang besar untuk umatNya dengan mendatangkan pemulihan
dan mendatangkan sukacita bagi umat Tuhan. Sehingga umat Tuhan bersorak-sorai dan
bersyukur sebab Allah melakukan perkara besar untuk kehidupan mereka.
Dari dua bacaan ini kita melihat bahwa
Allah sungguh luar biasa berkarya dalam sejarah kehidupan manusia. Bahkan Allah memakai orang-orangNya (Yesaya
dan pemazmur) untuk menyampaikan berita sukacita dari Allah. Tak dapat
dipungkiri, para penyampai berita sukacita Allah juga dihormati, dipercaya dan mungkin
saja dijunjung tinggi oleh para pendengar lainnya. Sebab mereka adalah orang-orang
yang dipercaya Allah untuk menyampaikan pesan Allah kepada umat Allah.
Namun ketika penyampai
pesan Allah dihormati, dipercaya apalagi dijunjung tinggi, amat sangat berbahaya
ketika mereka menjadi lupa diri dan jatuh pada kesombongan dan lebih
mengutamakan aku (diri sendiri) ketimbang Dia (Allah yang berkarya). Untuk itu,
mari kita belajar dari kisah Yohanes Pembaptis yang ditulis dalam bacaan Injil
yang menjunjung Dia ketimbang keakuannya (Yohanes).
Ketika Yohanes
adalah seorang yang diutus Tuhan untuk memberi kesaksian tentang terang itu dan
menjadi pembuka jalan bagi Mesias (bdk. Luk. 3 : 4 – 6; Yes. 40 : 3 - 5), ia sempat
ditanya oleh beberapa imam dan orang-orang Lewi. Ia ditanya “siapakah engkau?”,
pertanyaan yang sangat sederhana namun sangat berbahaya. Mengapa berbahaya? karena
Yohanes yang saat itu sudah viral sebagai Yohanes Pembaptis punya peluang besar
untuk lupa diri dan jatuh dalam kesombongan.
Ia bisa saja
mengatakan hal yang tidak benar dengan menjawab aku mesias, supaya ia semakin
viral dan ditinggikan orang lain. Tetapi bacaan menuliskan, ia mengaku dan
tidak berdusta dengan mengatakan “aku bukan Mesias.” Pertanyaan sederhana namun
tetap berbahaya pun masih tetap diberikan kepada Yohanes, apakah engkau Elia?
nabi yang akan datang? Dengan tahu siapa dirinya dan dengan tegas ia sampaikan
bahwa ia bukan semua yang ditanyakan oleh para imam dan orang-orang Lewi itu.
Ia tegaskan bahwa,
“Akulah suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan
Tuhan! seperti yang telah dikatakan nabi Yesaya.” (ay.
23). Ia pun mengatakan lagi “membuka tali kasut-Nya pun aku
tidak layak.” (ay. 27). Hebat sekali Yohanes Pembaptis. Dia tetap
bisa sadar diri akan siapa dirinya dan tetap menjunjung Dia yang mengutusnya.
Saudara,
dari perenungan firman Tuhan hari ini kita mau belajar bahwa:
1)
Bacaan-bacaan dalam Alkitab mengemukakan,
bahwa Allah selalu berkarya dalam perjalanan hidup manusia. Entah itu melalui
kabar baik yang diperdengarkan, tindakan Allah yang memulihkan, menyelamatkan, membangkitkan
kehidupan yang terpuruk, mendatangkan sukacita, dll. Apa yang tertulis dalam
bacaan menjadi bukti bahwa hanya Tuhan Sang Sumber Pengharapan dan Pertolongan.
Kisah Allah berkarya tentu bukan
hanya dalam Alkitab, tetapi dalam kehidupan kita juga sekarang ini. Ketika kita
sekarang mendengar kabar baik (anak lulus/naik kelas, nilai ujian baik, mendapat
pekerjaan, kembali bekerja, dagangan laris, biaya sekolah dikurangi/dimudahkan,
dll) bersyukurlah karena semua itu bukti pengharapan dan pertolongan Allah dalam
perjalanan hidup kita.
2)
Ketika Allah memakai kita jadi
penyampai pesan Allah (pengkhotbah) atau melalui keberhasilan yang kita raih
dan dapatkan saat ini atau melalui rasa hormat orang lain buat kita. Ingatlah
bahwa semua keberhasilan, semua yang bisa kita lakukan dan semua penghormatan
yang kita terima adalah karya Allah dalam hidup kita, maka hendaknya kita sadar
diri dan meninggikan bukan aku melainkan Dia.
Biarlah di masa penantian ini, kita
mempersiapkan diri kita untuk Dia bukan hanya untuk aku. Tuhan menolong kita
semua. Amin.
-mc-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar