Selasa, 22 Desember 2020

KELAHIRAN-NYA MELEGAKAN JIWA

Minggu I Sesudah Natal

 Lukas 2:21-40

 

Seorang dokter Skotlandia, A.J. Cronin (1896-1981) terpaksa berhenti dari praktik medisnya karena sakit. Lalu ia memutuskan untuk menulis novel. Namun, ketika novel itu baru setengah jadi, ia patah semangat dan membuang naskahnya ke tempat sampah.

Dalam keadaan sangat putus asa, Cronin berjalan-jalan di Highlands, Skotlandia dan melihat seorang pria sedang mencangkuli rawa. Ia mencoba mengeringkan tanah berlumpur itu untuk dijadikan padang rumput. Saat Cronin bertanya mengapa ia melakukannya, pria itu menjawab, "Ayah saya menggali rawa ini, tetapi ia tak pernah bisa menjadikannya padang rumput. Namun, kami tahu, hanya dengan mencangkulnya, rawa ini bisa dijadikan padang rumput. Karena itu, saya terus mencangkul."

Melihat kejadian itu, ia kembali termotivasi dan berpengharapan, Cronin segera pulang, mengambil naskahnya dari tempat sampah, dan berjuang menyelesaikannya.

Terkadang kita juga harus berada dalam situasi yang membutuhkan ketekunan dan kesabaran dalam pengharapan untuk menjalaninya. Pertanyaannya apakah kita bersedia terus menggali "rawa", apa pun yang ditugaskan Allah kepada kita?

 

Bila Cronin belajar dari pria penggali rawa, hari ini kita dapat belajar dari Simeon dan Hana.

Simeon dan Hana adalah dua orang dari komisi senior/lansia yang begitu memahami tradisi agama dalam hal ini mengenai Mesias. Dalam masyarakat Yahudi, penantian akan kedatangan Mesias adalah suatu yang besar. Pengharapan Mesianik tak ubahnya seperti kisah rakyat yang diwariskan secara turun temurun. Mereka bukan hanya memahami kisah penuh harapan itu. Namun mereka juga tergolong "sisa-sisa Israel" yang bertahan dari era pembuangan. Sehingga mereka tentu masih merekam bagaimana pahitnya penderitaan di pembuangan dan bagaimana panjangnya menantikan nubuatan datangnya Mesias yang tak kunjung tergenapi. Waktu yang terus berjalan, menjadi penguji keteguhan hati mereka dalam pengharapan.

Siapa simeon dan hana?

Simeon disebut oleh Lukas sebagai seorang yang benar lagi saleh dan dengan setia menantikan penghiburan bagi Israel (Penghiburan dapat berarti keselamatan sebagai penggenapan nubuat dari Yesaya 40:1 dan 49:13). Para ahli menduganya bahwa ia  termasuk dalam “orang pendiam di negeri” (Mazmur 35:20). Orang yang tidak suka memamerkan syareat atau aqidah agama. Namun, punya komitmen dalam melakukan kehendak ilahi. Dengan diam-diam memelihara hidup kudus.

Sementara Hana adalah seorang nabi perempuan, anak Fanuel dari suku Asyer yang sudah makin sedikit populasinya. Ia Nabiah yang ditinggal mati oleh suaminya di usia pernikahan yang sangat muda, menua tanpa siapa-siapa dan memutuskan menghabiskan sisa hidupnya di bait Allah.

 

Simeon dan Hana adalah mereka yang merajut ingatan penderitaan serta pergumulan sehari-harinya dengan pengharapan mesianik yang selama ini mereka dengar-percaya dan wariskan. Tentu menjadi tak mudah harus melakukannya. Ada ruang di antara penderitaan dan harapan. Bersyukur bahwa dalam ruang tersebut Roh Kudus bekerja memberi kekuatan kepada mereka. Secara terus menerus kekuatan Roh Kudus hadir menyapa ketika mereka berharap karena penderitaan sekaligus menderita karena berharap. Kehadiran Roh Kudus membuat Simeon dan Hana bertahan dalam ketegangan kreatif tersebut.

 

Kisah Simeon dan Hana menerangkan bahwa pengharapan nyatanya tak sia-sia. Dengan ketekunan masing-masing hidup dalam ketegangan derita dan harapan serta perlindungan Roh Kudus mereka kemudian berkesempatan merasakan kelegaan.

 

Kelegaan Simeon nampak dari kesiapannya menyambut kematian. Ia berkata "Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera," Lukas 2:29 (TB)  Rest in Peace.

Kelegaan Simeon ini mengingatkan dan menguatkan kita. Sebab, ketika kehadiran Allah dalam Kristus telah kita rasakan maka selanjutnya kita dapat menatap hari depan, termasuk kelak bila tiba waktunya kita harus meninggal, kita dapat menatapnya di dalam damai sejahtera bukan dalam ketakutan/keputusasaan. Kedatangan Mesias bukan hanya melenyapkan kebinasaan melainkan juga untuk menghadapi kefanaan dengan tetap berpengharapan.

 

Sementara Kelegaan yang dialami Hana dinyatakan dengan tindakannya bersyukur. Namun Hana tidak berhenti dengan bersyukur saja karena telah melihat sang Mesias. Ia melanjutkan kabar sukacita kepada “semua yang menantikan kelepasan bagi Yerusalem”, walaupun usianya sudah 84 tahun. Ia memberitakan hal ini kepada semua orang. Bayangkanlah betapa bingungnya orang-orang mendengar bahwa bayi itu adalah Mesias?

 

Bagaimana dengan kita hari ini? Adakah iman kita hanyalah iman yang diam saja? Adakah iman kita goyah saat mengetahui bahwa Mesias sekalipun harus menghadapi tantangan bahkan pertentangan dalam karya-Nya? Ataukah kita mau ambil bagian dalam menyaksikan karya penyelamatan Allah yang dinyatakan melalui kelahiran dan kehidupan Yesus?

Hari ini kita masih berharap bahwa keadaan segera pulih. Sebagian kita mungkin sudah semakin lelah dengan pembatasan-pembatasan, menerapkan protokol kesehatan, dan lelah dengan lambatnya gerak perekonomian. Keadaan ini nyata, namun kenyataan ini adalah ladang paling tepat untuk menghidupi firman Tuhan yang menyapa kita dalam tema Harapan berbuah Kelegaan.

Bagaimana bila harapanku belum terwujud saat ini? Ingatlah kisah Cronin di awal tadi, setelah ia terus menulis akhirnya ia menghasilkan novel. Akhirnya novelnya yang berjudul Hatter's Castle terjual sebanyak tiga juta kopi. Hal ini melegakannya. Namun dari mana kelegaan ini berasal? Dari pengharapan dalam dirinya yang kembali muncul setelah melihat seorang yang terus menggali rawa sambil berharap rawa itu dapat menjadi sebuah padang rumput.

Dari Simeon-Hana, Cronin dan penggali rawa kita belajar bahwa orang yang berpengharapan seringkali menyadari tidak ada pertanda bahwa keadaan akan membaik namun tetap memilih untuk percaya.

Kini kembali pada kita siapkah kita hidup berpengharapan dan memperoleh kelegaan dari kelahiran Yesus Kristus Sang Mesias?

ypp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar