Minggu I Sesudah Natal
Lukas 2:21-40
Seorang dokter Skotlandia,
A.J. Cronin (1896-1981) terpaksa berhenti dari praktik medisnya karena sakit.
Lalu ia memutuskan untuk menulis novel. Namun, ketika novel itu baru setengah
jadi, ia patah semangat dan membuang naskahnya ke tempat sampah.
Dalam keadaan sangat putus
asa, Cronin berjalan-jalan di Highlands, Skotlandia dan melihat seorang pria
sedang mencangkuli rawa. Ia mencoba mengeringkan tanah berlumpur itu untuk
dijadikan padang rumput. Saat Cronin bertanya mengapa ia melakukannya, pria itu
menjawab, "Ayah saya menggali rawa ini, tetapi ia tak pernah bisa
menjadikannya padang rumput. Namun, kami tahu, hanya dengan mencangkulnya, rawa
ini bisa dijadikan padang rumput. Karena itu, saya terus mencangkul."
Melihat kejadian itu, ia
kembali termotivasi dan berpengharapan, Cronin segera pulang, mengambil
naskahnya dari tempat sampah, dan berjuang menyelesaikannya.
Terkadang kita juga harus
berada dalam situasi yang membutuhkan ketekunan dan kesabaran dalam pengharapan
untuk menjalaninya. Pertanyaannya apakah kita bersedia terus menggali "rawa",
apa pun yang ditugaskan Allah kepada kita?
Bila Cronin belajar dari pria
penggali rawa, hari ini kita dapat belajar dari Simeon dan Hana.
Simeon dan Hana adalah dua
orang dari komisi senior/lansia yang begitu memahami tradisi agama dalam hal
ini mengenai Mesias. Dalam masyarakat Yahudi, penantian akan kedatangan Mesias
adalah suatu yang besar. Pengharapan Mesianik tak ubahnya seperti kisah rakyat
yang diwariskan secara turun temurun. Mereka bukan hanya memahami kisah penuh
harapan itu. Namun mereka juga tergolong "sisa-sisa Israel" yang
bertahan dari era pembuangan. Sehingga mereka tentu masih merekam bagaimana
pahitnya penderitaan di pembuangan dan bagaimana panjangnya menantikan nubuatan
datangnya Mesias yang tak kunjung tergenapi. Waktu yang terus berjalan, menjadi
penguji keteguhan hati mereka dalam pengharapan.
Siapa simeon dan hana?
Simeon disebut oleh Lukas
sebagai seorang yang benar lagi saleh dan dengan setia menantikan penghiburan
bagi Israel (Penghiburan dapat berarti keselamatan sebagai penggenapan
nubuat dari Yesaya 40:1 dan 49:13). Para ahli menduganya bahwa
ia termasuk dalam “orang pendiam di negeri” (Mazmur 35:20). Orang
yang tidak suka memamerkan syareat atau aqidah agama. Namun, punya komitmen
dalam melakukan kehendak ilahi. Dengan diam-diam memelihara hidup kudus.
Sementara Hana adalah seorang
nabi perempuan, anak Fanuel dari suku Asyer yang sudah makin sedikit
populasinya. Ia Nabiah yang ditinggal mati oleh suaminya di usia pernikahan
yang sangat muda, menua tanpa siapa-siapa dan memutuskan menghabiskan sisa
hidupnya di bait Allah.
Simeon dan Hana adalah mereka
yang merajut ingatan penderitaan serta pergumulan sehari-harinya dengan
pengharapan mesianik yang selama ini mereka dengar-percaya dan wariskan. Tentu
menjadi tak mudah harus melakukannya. Ada ruang di antara penderitaan dan
harapan. Bersyukur bahwa dalam ruang tersebut Roh Kudus bekerja memberi
kekuatan kepada mereka. Secara terus menerus kekuatan Roh Kudus hadir menyapa
ketika mereka berharap karena penderitaan sekaligus menderita karena berharap.
Kehadiran Roh Kudus membuat Simeon dan Hana bertahan dalam ketegangan kreatif
tersebut.
Kisah Simeon dan Hana menerangkan
bahwa pengharapan nyatanya tak sia-sia. Dengan ketekunan masing-masing hidup
dalam ketegangan derita dan harapan serta perlindungan Roh Kudus mereka
kemudian berkesempatan merasakan kelegaan.
Kelegaan Simeon nampak dari
kesiapannya menyambut kematian. Ia berkata "Sekarang, Tuhan, biarkanlah
hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera," Lukas 2:29 (TB) Rest in
Peace.
Kelegaan Simeon ini
mengingatkan dan menguatkan kita. Sebab, ketika kehadiran Allah dalam Kristus
telah kita rasakan maka selanjutnya kita dapat menatap hari depan, termasuk
kelak bila tiba waktunya kita harus meninggal, kita dapat menatapnya di dalam
damai sejahtera bukan dalam ketakutan/keputusasaan. Kedatangan Mesias bukan
hanya melenyapkan kebinasaan melainkan juga untuk menghadapi kefanaan dengan
tetap berpengharapan.
Sementara Kelegaan yang
dialami Hana dinyatakan dengan tindakannya bersyukur. Namun Hana tidak berhenti
dengan bersyukur saja karena telah melihat sang Mesias. Ia melanjutkan kabar
sukacita kepada “semua yang menantikan kelepasan bagi Yerusalem”, walaupun
usianya sudah 84 tahun. Ia memberitakan hal ini kepada semua orang. Bayangkanlah
betapa bingungnya orang-orang mendengar bahwa bayi itu adalah Mesias?
Bagaimana dengan kita hari
ini? Adakah iman kita hanyalah iman yang diam saja? Adakah iman kita goyah saat
mengetahui bahwa Mesias sekalipun harus menghadapi tantangan bahkan pertentangan
dalam karya-Nya? Ataukah kita mau ambil bagian dalam menyaksikan karya
penyelamatan Allah yang dinyatakan melalui kelahiran dan kehidupan Yesus?
Hari ini kita masih berharap
bahwa keadaan segera pulih. Sebagian kita mungkin sudah semakin lelah dengan
pembatasan-pembatasan, menerapkan protokol kesehatan, dan lelah dengan
lambatnya gerak perekonomian. Keadaan ini nyata, namun kenyataan ini adalah
ladang paling tepat untuk menghidupi firman Tuhan yang menyapa kita dalam tema
Harapan berbuah Kelegaan.
Bagaimana bila harapanku
belum terwujud saat ini? Ingatlah kisah Cronin di awal tadi, setelah ia terus
menulis akhirnya ia menghasilkan novel. Akhirnya novelnya yang berjudul
Hatter's Castle terjual sebanyak tiga juta kopi. Hal ini melegakannya. Namun dari
mana kelegaan ini berasal? Dari pengharapan dalam dirinya yang kembali muncul
setelah melihat seorang yang terus menggali rawa sambil berharap rawa itu dapat
menjadi sebuah padang rumput.
Dari Simeon-Hana, Cronin dan
penggali rawa kita belajar bahwa orang yang berpengharapan seringkali menyadari
tidak ada pertanda bahwa keadaan akan membaik namun tetap memilih untuk
percaya.
Kini kembali pada kita siapkah kita hidup berpengharapan dan memperoleh kelegaan dari kelahiran Yesus Kristus Sang Mesias?
ypp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar