Rabu, 16 Desember 2020

SESUNGGUHNYA AKU INI HAMBA TUHAN

Minggu Adven IV

2 Samuel 7:1-11, 17 | Lukas 1:46-55 | Roma 16:25-27 | Lukas 1:26-38


Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan sertamu.

Terpujilah engkau di antara wanita,

dan terpujilah buah tubuhmu, Yesus.


Itu adalah penggalan dari Doa Salam Maria, yang sering diucapkan oleh umat Katolik dan Ortodoks (dengan sedikit perbedaan dalam tradisi Ortodoks). Kedua tradisi Kristen itu sangat menghargai Maria sebagai Bunda Yesus, sampai-sampai umat Protestan banyak salah paham kalau mereka menuhankan Bunda Maria. Tetapi di situlah masalahnya, tradisi Prostetan kurang memberi tempat penghargaan bagi Maria, sehingga muncul salah paham terhadap tradisi-tradisi Kristen yang mengagungkan Maria. Mungkin hanya pada Minggu Adven yang keempat, Gereja Protestan berfokus kepada sosok Maria, Bunda Yesus.

Pada Minggu Adven keempat ini juga kita mau belajar dari Maria. Dalam teks Injil, diceritakan Maria dikunjungi oleh malaikat Gabriel di rumahnya. Pada kunjungan itu, Gabriel menyapa Maria dengan kata-kata, “Salam, hai engkau yang dikaruniai.” Kalimat ini menjadi bagian pertama doa salam Maria. Perjumpaan dengan Gabriel mengagetkan Maria. Bukan karena malaikat itu hadir dengan jubah putih berkilau dan bersayap, seperti digambarkan film-film. Maria terkejut karena salam yang begitu istimewa disampaikan kepadanya. Alkitab BIMK lebih jelas menujukkan ini, “engkau yang diberkati Tuhan secara istimewa.” Ini jelas membuat Maria terkejut dan bertanya-tanya dalam hatinya. Maria hanyalah seorang perempuan biasa dari kalangan Yahudi awam yang tidak terpandang di Nazaret, kota kecil yang tidak dianggap di Provinsi Galilea yang tidak istimaewa dan tidak diperhitungkan. Ada apa sehingga salam itu begitu istimewa.

Yang lebih mengejutkan lagi adalah utusan Tuhan itu memberitakan bahwa Maria akan mengandung anak laki-laki, padahal saat itu Maria belum bersuami. Ia baru bertunangan dengan Yusuf, dan menurut hukum Yahudi pertunangan itu dilangsungkan selama satu tahun sebelum menikah, dan tidak dimungkinkan untuk berhubungan intim. Perkataan Maria “aku belum bersuami” secara harfiah dapat berarti “aku belum pernah behubungan intim dengan laki-laki.” Lalu bagaimana mungkin ia hamil. Pikiran Maria pasti itu berkecamuk. Ia bingung karena mendapat berita bahwa ia mengandung. Apa jadinya jika ia hamil sebelum menjadi istri yang sah dari Yusuf? Paling ringan mungkin Yusuf akan menceraikannya dan pertunangan mereka dibatalkan. Jika Yusuf tidak terima, Maria akan diserahkan ke pengadilan agama dengan tuduhan perzinahan. Perempuan yang dituduh berzinah pada masa itu, hukumannya adalah rajam. Itu konsekuensi paling berat yang harus dihadapi Maria jika ia kedapatan hamil sebelum menikah.

Memang tidak secara rinci digambarkan di Alkitab, tapi dengan konsisi yang seperti ini, kita bisa membayangkan bagaimana Maria bergumul dengan berat sebelum ia berkata, “jadilah kepadaku menurut perkataanmu itu.” Apakah Maria hanya asal jawab saja? Tentu tidak. Ia tahu konsekuensinya, tidak mungkin ia asal jawab. Ia pasti sudah mempertimbangakn dan menggumuli itu semua. Ia menyadari posisinya sebagai hamba Tuhan, dan karena itu ia mau dipakai oleh Tuhan untuk menyatakan karya keselamatan-Nya. Ia mau menjaid hamba yang mengutamakan kehendak Tuhannya demi keselamatan dunia. Ia memaknai ini sebagai panggilan Tuhan bagi hidupnya. Di sinilah kualitas Maria sebagai seorang hamba Tuhan. Ia tahu bahwa keadaannya tidak baik dan tidak memihak dirinya. Ia tahu bahwa pilihannya akan mendatangkan kesusahan bagi dirinya. Namun ia menempatkan segala keinginan dan kehendaknya di bahwa kehendak Tuhan. Ia memilih melakukan perannya sebagai hamba Tuhan.

Saudara, kita sering mendengar dan menggunakan istilah hamba Tuhan di gereja. Namun demikian, entah mengapa orang Kristen lebih sering melekatkannya pada pendeta, penginjil, penatua sebagai jabatan. Akhirnya jabatan ini dikultuskan, kata Hamba Tuhan seakan-akan menjadi hak istimewa bagi orang-orang tertentu, sehingga kenyataannya menjadi jauh dari makna hamba yang sebenarnya. Ada yang mengaku hamba Tuhan, tapi jamnya Rolex, mobilnya Rolls Royce, kalau pelayanan luar kota selalu minta menginap di hotel bintang lima, dan mematok bayaran tertentu untuk sekali pelayanan. Mengaku hamba, tetapi menjadi seperti Tuhan. Judulnya hamba, tapi gaya hidupnya raja. 

Hari ini, kita belajar dari Maria untuk kembali memaknai hamba Tuhan sesuai dengan makna sesuangguhnya. Seorang hamba adalah orang yang menempatkan segala keinginan dan kehandaknya di bawah kehendak Tuannya. Tak perlu memberi hak istimewa kepada orang-orang tertentu dengan julukan hamba Tuhan. Kita semua dalah hamba Tuhan, dan karena itu marilah memaknai hidup kita ini sebagai para hamba yang bersedia memberikan yang terbaik dari kita demi kepentingan Tuhan kita. Jika Maria memberi dirinya untuk Tuhan pakai menjalankan kehendak-Nya, marilah memberi diri kita untuk menyatkan kehendak dan karya Tuhan bagi dunia. Maranata. Tuhan beserta kita. Amin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar