Rabu, 02 Desember 2020

MENANTI DENGAN AKTIF

Minggu Adventus II

Yesaya 40:1-11 | Mzm 85:2-3, 9-14 | 2 Petrus 3:8-15 | Markus 1:1-8


Minggu Adven II memiliki aroma penghayatan tentang iman yang berpusat pada penantian akan kedatangan Sang Imanuel. Teks Injil yang hendak direnungkan diambil dari Markus 1:1-8, yang menceritakan tentang Yohanes Pembaptis yang menyuarakan pertobatan. Bagaimana Yohanes Pembaptis ini?

Dalam tradisi pernikahan adat Jawa, ada sebuah tarian yang akan digelar sebelum pengantin masuk ke area resepsi lalu naik ke pelaminan. Penari itu disebut cucuk lampah. Penari itu akan memasuki ruang pernikahan, menari dengan lemah gemulai namun atraktif, dan menyita seluruh perhatian tamu undangan. Penari itu menyiapkan jalan bagi masuknya pengantin, dan dipercaya menjadi tolak bala bagi jalannya respsi pernikahan.


 

Demikianlah Yohanes Pembaptis menyiapkan jalan dengan menyita perhatian orang-orang pada saat itu. Bagaimana tidak, dia tampil sedemikian nyentrik dan mencolok dibanding orang-orang pada umumnya. Yohanes Pembaptis berkata, “Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku;…” (ayat 7). Nampaknya, ia tidak hanya sedang menginformasikan akan kedatangan seseorang, namun ia sendiripun menunggu sosok itu. Berarti, di sini kita bisa melihat, bahwasanya ia tak hanya menunggu, namun juga ingin memperkenalkan seseorang di depan halayak ramai. Dengan luar biasanya ia menggambarkan sosok yang jauh lebih baik dari dirinya. Untuk informasi, Yohanes Pembaptis sudah bisa dikatakan sebagai manusia yang menjauhi hal-hal duniawi. Berarti, dia sudah dianggap orang yang suci. Hal itu diafirmasi oleh datangnya orang-orang dari seluruh Yudea dan penduduk Yerusalem (ayat 5) mau datang kepadanya untuk memberi diri dibaptis. Namun, dengan rendah hati, ia menggambarkan sosok yang ditunggu itu adalah sosok yang begitu agung dan mulia. “Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak.”, itulah perkataannya yang dicatat dalam ayat 7. Perhatikan kata ‘membungkuk’ dan ‘kasut’. ‘Membungkuk’ berarti merendahkan kepala, dan ‘kasut’ menyimbolkan kaki. Mendekatkan kepala kepada kaki saja tidak layak. Berati, yang ditunggu ini adalah sosok yang benar-benar kudus dan suci, dan memang benar-benar layak untuk dinanti-nantikan. Sikap Yohanes Pembaptis sang cucuk lampah ini mengekspresikan iman yang aktif. Ia menunggu sosok yang ia tahu benar siapa gerangan, dan memberikan yang terbaik bagiNya, yakni memperkenalkan Yesus dengan benar. 

Dalam Minggu Adven II ini, kita diajak untuk memiliki ekspresi iman seperti Yohanes Pembaptis. Kita tidak boleh lupa, bahwa Minggu Adven memiliki dua dimensi, yakni menantikan kelahiran Kristus di dunia serta menantikan kedatanganNya untuk yang kedua kali. Jika memang demikian, kita adalah para cucuk lampah yang bertugas mempersiapkan jalan bagi kedatanganNya. Kapan kedatangan Kristus untuk yang kedua kali, itu bukan urusan kita, namun memastikan diri sebagai cucuk lampah yang baik adalah panggilan setiap kita.

Paulo Coelho pernah menuliskan; Life was always the matter of waiting the right moment to act, bahwa hidup itu berarti menunggu momen yang pas untuk beraksi. Kita tahu, menunggu memang bukanlah hal yang menyenangkan. Namun, di tengah-tengah masa kita menunggu itu, pasti Tuhan hadirkan momen kita untuk beraksi. Aksi apa? Aksi untuk memperkenalkan sosok yang kita tunggu tersebut. Kita tahu, bukan dengan cara berteriak-teriak tentang siapa Yesus, namun dengan kasih yang bisa kita berikan pada orang lain. Prinsip dunia pemasaran; visual always speaks louder. Bahwa apa yang bisa dilihat dan dirasakan, itu punya gaung dan gema yang jauh lebih keras daripada sekedar kata-kata. Orang yang belum mengenal Kristus tidak membaca Injil, tidak mengikuti PA atau seminar kekristenan. Yang bisa mereka baca hanya satu, tingkah laku dan tutur kata kita. Apakah kita sedang mencerminkan kebaikan atau tidak. Peristiwa dibunuhnya Pendeta Yeremia di Papua, juga aksi brutal di Sigi begitu mengerikan. Banyak respon dari masyarakat yang ada di media sosial. Apa respon kita? Ternyata, ada seseorang yang bertanya kepada saya, "kalian itu kok nggak marah, nggak ngamuk-ngamuk?". Ya, itu momen saya. Saya hanya menjawab, "kami tidak diajarkan untuk ngamuk-ngamuk, tapi mengasihi dan mendoakan mereka". Percayalah, momen-momen itu pasti ada dalam smasa penantian kita. pertinyiinyi, apa kita mau menangkap momen itu atau tidak (?). 

Dalam perikop pertama Injil Markus, seakan-akan memang berbicara banyak tentang Yohanes Pembaptis. Namun, coba perhatikan ayat pertama. Markus 1:1 adalah sebuah orientasi atas seluruh bacaan Injil Markus, dan nampaknya memang demikian sepatutnya kehidupan manusia. Apa memang benar, Yesus yang menjadi orientasi utama dalam kehidupan kita? Jika memang demikian, kehidupan kita akan senantiasa mencerminkan iman akan penantian kita atas kedatanganNya. Jangan sampai kita mengalami apa yang disebut ‘disorientasi iman’, yakni ketika kita sudah tidak lagi menantikan Kristus. Tidak lagi menantikan Kristus berarti kita kehilangan arah dan tujuan kehidupan. Bukankah itu sangat berbahaya. Fanny Crosby, pengarang ribuan puisi dan lagu-lagu hymne gereja, pernah ditanya oleh seseorang, “bukankah kamu buta, dan tidak inginkah kamu melihat kembali?” Crosby menjawabnya, “tidak perlu, kalaupun aku melihat, yang ingin aku lihat pertama adalah Yesus Kristus ketika aku mati nanti”. Sebuah jawaban yang begitu mendalam, namun mencerminkan sebuah orientasi iman yang kuat dan terarah. Bagaimana denganmu? Selamat menantikan Kristus. Selamat memasuki Minggu Adven II. Maranata.

ftp


Tidak ada komentar:

Posting Komentar